26 - Ketidakselarasan
Semilir angin tengah menerpa kedua wajah pemuda pemudi yang tengah berada di atas motor. Tak ada pembicaraan selama di perjalanan. Ulfa sibuk dengan pikirannya, begitu pun dengan Anda.
Tak terasa, motor milik Anda berhenti tepat di depan rumah Ulfa. Dengan cepat, Ulfa melepas helm lalu menyerahkan kepada sang pemilik. Ulfa sedikit merapikan anak rambut yang keluar sebelum masuk ke dalam rumah.
"Ay?" panggil Anda seraya menahan tangan Ulfa yang hendak masuk. Ulfa hanya berdehem. Ia masih kesal dengan Anda yang sembarangan menuduhnya yang tidak-tidak.
"Maaf, ya." Anda beralih menggengam kedua tangan Ulfa membuat sang pemilik tangan terpaku. "Aku cuma takut ada yang gantiin posisi aku di hati kamu. Aku cuma takut kehilangan kamu, Ya. Maaf." Mata hazel Anda yang terus menatap mata Ulfa, membuat Ulfa seperti melihat Bayu di dalam sana.
Ulfa menggeleng cepat. Ya ampun, Fa. Dia anda bukan Bayu. Apaan, sih? Astaga! Ia mengerjab sebentar.
"Ay, astaga aku lagi bicara, Ay."
Ulfa tersentak ketika Anda menjepit hidungnya dengan gemas. Dia melihat wajah Anda yang berubah menjadi masam dengan gestur wajah yang ditekuk. Lucu. Tapi tak selucu Bayu. Nah kan, astaga. Otaknya ini perlu dibersihkan nampaknya.
"Iya-iya, Nda. Dimaafin. Aku masuk, kamu hati-hati." Ulfa yang hendak masuk kembali ditarik oleh Anda.
"Apa lagi?"
"Jalan, yuk, kan dari aku balik, kita belum ada jalan. Gimana?" Ulfa tanpak menimbang-nimbang, berpikir bahwa haruskah mereka jalan? Sudah lama juga mereka tidak mengelilingi kota.
Tanpa memikir lebih keras lagi, Ulfa mengangguk semangat. Sebelum pergi, Ulfa izin mengganti bajunya terlebih dahulu. Kini Ulfa keluar dengan menggunakan kaos oblong berwarna putih, celana jeans hitam dan sneakers serta rambut yang ia gerai menambah kesan cantik di dirinya.
"Siap?" tanya Anda yang diangguki oleh Ulfa.
Anda mulai menjalankan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Beberapa kali mereka tertawa disela perbincangan.
"Ay!" panggil Anda yang suaranya sedikit dibesarkan. Ulfa yang mendengar panggilan itu, memajukan sedikit badannya agar bisa leluasa berbicara dengan Anda.
"Kenapa?"
"Kamu tau, nggak? Kalo jalan berdua sama kamu adalah impian aku dari kita kecil. Apalagi bisa boncengin kamu gini," ucap Anda membuat Ulfa sedikit tersenyum. Perlahan tangan kiri Anda yang bebas, kini mulai menarik tangan Ulfa menuntun untuk memeluk pinggangnya.
"Biar nggak jatoh, Anda nggak suka liat kesayangan Anda luka!" Diam-diam Ulfa tersenyum senang. Ternyata Tuhan selama ini mendengar doanya.
Tanpa terasa, dua muda-mudi ini sampai di depan salah satu mall di pusat kota. Anda turun dari motor disusul oleh Ulfa yang sedikit membenarkan rambutnya yang nampak berantakan.
Anda langsung menggengam tangan Ulfa, membawa gadis itu ke dalam. Ulfa tersenyum tipis dan mulai ikut berjalan di samping Anda.
Cukup ramai di dalam mall yang lumayan besar itu. Banyak yang berlalu lalang di sana. Mencoba beberapa barang yang mereka akan beli di beberapa toko tertentu. Anda dan Ulfa terus menyusuri dengan tangan yang saling bertautan. Mereka berjalan bersama, tapi pikiran Ulfa berjalan bersama Bayu. Sedari tadi ia masih terpikir soal Bayu. Ada rasa tak enak ketika meninggalkam Bayu di sekolah yang sudah janji pulang bersama.
"Ay, ini bagus, nggak?" tanya Anda yang tanpa Ulfa sadari mereka sudah berada di salah satu penjual Baju. Ulfa sedikit tergagap ketika mengetahui mereka sudah berada di sana, apalagi Anda menunjukan satu hoodie berwarna hitam di hadapannya.
"Ha ... ah iya, bagus, kok," jawab Ulfa yang sedikit gagu dengan mata yang ia putar ke kanan dan ke kiri.
Fa, di samping lo udah ada Anda yang lo cari, kenapa otak dan hati lo ke Bayu sih? batinnya mencoba menepis pikiran-pikiran yang bersangkut dengan Bayu.
***
Setelah melihat kepergian Asa dan Bila, Bayu juga langsung menghampiri motornya yang berada di parkiran. Ia menghela napasnya ketika sudah menduduki jok motor miliknya.
Kepalanya terasa berat ketika mengingat Ulfa dijemput oleh orang yang menurutnya sangat agresif. Terlalu alay sepertinya. Padahal baru saja tadi ia bertekad untuk meluluhkan hati Ulfa, tapi ketika ada seorang agresif itu, mengapa dirinya menjadi ingin mundur? Padahal dirinya belum juga mencoba.
"Yaelah. Ini tantangan buat lo, lembek banget si, anjir! Tuh lagi, agresif banget jadi cowok. Tapi keliatannya udah deket banget lagi?" ucapnya bermonolog. "Arghhh!"
Masih ngomel-ngomel, Bayu juga masih berada di sekolah. Tepatnya di parkiran. Entah mengapa ketika Ulfa dijemput oleh orang lain, ia jadi tak semangat untuk pulang. Aneh.
Masih asik bergelut dengan pikirannya. Bayu dikejutkan suara Bono yang sudah berada di sampingnya seraya menunjukkan benda pipih yang ia miliki.
"Kenapa lo?" ucap Bayu yang risih ketika Bono menatap layar ponselnya begitu drama.
Bono menoleh, kemudian menunjukan foto satu pasang orang dewasa yang tengah berada di pelaminan dengan senyum bahagia tentunya. "Liat nih, sahabatnya yang nemenin, yang udah lama bareng dia, kalah sama orang yang nikung di sepertiga malam dan sekarang jadi suaminya."
Bayu mengerjap tak percaya. "Hah? Gimana ceritanya?"
"Nggak tau, tapi setau gue, tiga kali pertemuan udah diajak ta'aruf. Terus dinikahin." Bono yang menjelaskan begitu tersenyum sendiri mengingat akankah dirinya seperti itu. Senyumnya luntur ketika melihat wajah Bayu yang berubah masam.
"Kenapa lo? Bukannya pulang malah di sini. Nungguin gue?" ujar Bono dengan PD-nya. Bayu yang mendengar serasa ingin memuntahkan semua isi perutnya.
"Anjir! Sok iye lu, bangke!" Satu pukulan mendarat di kening Bono.
"Heh, kambing guling! Kepala gue udah difitrahin, ya. Maen tabok aja lu!" sarkas Bono tak terima.
Bayu tertawa paksa sambil memutar otaknya. "Masa, iya, Ulfa dijemput sama cowok. Mana agresif banget. Sok akrab banget lagi. Kan gue kebakar liatnya," cerocos Bayu. Bono yang menanggapi tertawa kencang.
"Lo terlalu ambil pusing. Yang udah deket lama belom tentu jadi, man. Kayak tadi yang gue kasih tau sama lo. Deket sama siapa, jadinya sama siapa. So? Kenapa lo ribet coba? Cinta itu butuh perjuangan bukan bacotan. Jadi bertindak atuh. Tikung kalo perlu!"
Tanpa pamit, Bono langsung mengeluarkan motornya dari area parkir lalu meninggalkan Bayu yang memutar otaknya berulang kali.
Rasanya ia orang terbodoh ketika soal mencintai. Satu hari sudah dapat dua penasehat handal. Cinta butuh perjuangan bukan bacotan. Berulang kali Bayu terus mengingat perkata yang ia benarkan dari Bono.
Seperti dapat sengatan, Bayu tersenyum lebar, kemudian berbalik mengeluarkan motornya. "Kalo kata Bono, TIKUNG!!" pekik Bayu seraya tertawa. Mungkin jika masih ada orang di sekolah, ia akan dikatakan gila dan ditertawakan.
"Tikung siapa?" Kini suara perempuan memenuhi gendang telinganya. Bayu kembali menstandarkan motornya dan menatap lurus ke hadapan gadis yang baru saja menyahuti ucapannya.
"Belom pulang, Ta?" ucap Bayu basa-basi. Padahal ia tahu sendiri Thalita sudah berada di depannya, itu berarti gadis itu memang belum pulang. Dasar, cowok. Selalu saja basa-basi.
Thalita yang mendengar itu, mengangguk dan mengehela napasnya. "Iya, ban mobil gue pecah, supir gue nggak bisa jemput," jawab Thalita seraya menunjuk mobilnya di parkiran mobil yang masih bisa di lihat Bayu.
Bayu mengangguk. Memasang helmnya dan langsung menaiki motornya yang ingin ia ajak pulang tampa berniat memberikan Thalita tumpangan. Baru saja ingin menjalankan, ucapan Thalita sukses memberhentikan aksinya.
"Gue kira lo gentleman, yang nggak bakal biarin perempuan sendirian, yang nasibnya bakal pulang atau nggak," ucap Thalita membuat Bayu menoleh.
Tanpa mau menanya, 'ayok ikut gue' lagi dan Bayu yang sudah ngerti akan sindiran Thalita, langsung saja ia menyerahkan helm yang sengaja ia bawa dua dari rumah, yang niatnya akan dipakai oleh Ulfa. Thalita tersenyum lega dan langsung mengambil helm itu dari tangan Bayu dan buru-buru ia kenakan.
Bayu yang merasa gadis yang ia tumpangin ini telah memakai helm dan menaiki jok motornya, ia langsung menancapkan motor kesayangannya itu keluar dari area sekolah.
"Bay, mau anterin gue sekalian ke mall di dekat SMA RADIE, nggak? Gue mau beliin kado buat papah gue," ucap Thalita yang sedikit keras.
Bayu hanya mengangguk. Mungkin tak apa mengantar Thalita. Toh, ke mall, bisa me-refresh otaknya juga, pikirnya.
Diam-diam Thalita tersenyum lega. Tanpa persetujuan Bayu, ia melingkarkan tangannya di perut Bayu. Meletakan dagunya di bahu sebelah kiri Bayu. Bayu sedikit tersentak tapi hanya acuh ketika mendapatkan perlakuan Thalita.
"Gue takut jatoh," cicit Thalita yang masih bisa didengar Bayu.
Kini kedua remaja yang masih memakai seragam sekolah sudah berada di dalam mall yang cukup besar. Bayu hanya mengikut kemana langkah kaki Thalita melangkah. Meletakkan kedua tangannya di dalam saku cukup menarik beberapa perhatian pasang mata yang ada di sana.
Thalita masuk ke dalam suatu toko yang menjual aneka ragam merk arlogi. Sedikit berbincang kepada pegawai yang bekerja. Pegawai menyerahkan dua bentuk jam yang berbeda ke Thalita, Thalita langsung membawa menghadap Bayu untuk dipilihkan. Mungkin selera Bayu dengan papahnya sama, pikirnya.
"Cocokan yang mana?" tanya Thalita yang menunjukan dua jam berwarna hitam dan coklat dengan berbeda merk tentunya.
Bayu sedikit berpikir, menimbang-nimbang mana yang cocok. Ralat, Bayu tak memikirkan jam yang ditunjukan Thalita, tapi ia memikirkan hal lain. Ia sengaja seperti berpikir agar sedikit menghargai Thalita.
"Hitam aja, gue rasa bokap lo suka," ucap Bayu. Thalita mengangguk dan kembali masuk ke dalam toko meminta untuk dibungkuskan.
Bayu kembali berputar dengan pikirannya. Mata yang masih setia ke depan kini beralih menatap toko aksesoris di sebelah kirinya yang terdapat dua remaja yang ia kenal. Terutama pada si gadis.
Bayu sedikit melangkahkan kakinya untuk bisa berbicara pada dua remaja yang sedang berbincang itu. "Nggak bosen sama si agresif, Dis?"
***
[29/07/20]
To be continued.
Aku mencium bau-bau di sini.
Kalian belum pada mandi kah?
Wkwkw
Terus ikutin 23.59 yah.
Sampai tamat pokoknya.
Well, see yaaa! 🖤
Taggg! mari-ngopi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top