18 - Kecanggungan

Byurr!

Habis basah semua. Thalita yang memakan bolunya dengan santai seketika terkejut dengan mata yang membulat. Begitupun dengan tiga pasang mata yang lain. Ulfa sengaja menyiram Thalita dengan jus mangga milik Anggi. Dan sukses mengenai seragam Thalita yang kini penuh noda kuning.

"ULFA!!" teriak Bayu, Bila dan Anggi secara bersamaan.

Penghuni kantin yang tadinya asik sendiri dengan kegiatan masing-masing, kini mata mereka langsung beralih ke meja Ulfa. Tak banyak dari mereka yang menghampiri.

Ulfa yang menyiram tadi hanya diam. Seperti tak ada rasa bersalah sama sekali. Entahlah, dia terlalu muak dengan drama yang pasti akan terjadi ini. Bayu menggeleng tak percaya. Mengapa gadis ini begitu kasar hari ini?

"Ulfa, lo apa-apaan, ha?" bentak Bayu yang kini menggeram kesal. Ulfa yang mendengar bentakkan itu tersentak. Tak habis pikir dengan apa yang dia dengar barusan. Bayu membentaknya?

Sedangkan Thalita hanya diam dan mencoba membersihkan sedikit demi sedikit jus mangga yang lengket di wajahnya dengan menggunakan tisu.

"Lo ada masalah hidup, sih, Fa?" tanya Anggi sengit.

"Drama apa yang bakal lo mulai, Ta?" sarkas Ulfa.

Thalita yang ditanya seperti itu memasang raut wajah yang tak mengerti.  Bayu yang mendengar pertanyaan itu, tanpa sengaja mencengkram erat pergelangan tangan Ulfa.

"Setelah lo nyiram, lo nuduh dia? Lo kenapa, sih, ha?"

Ulfa meringis ketika cengkraman itu membuat kulit putihnya memerah. Dengan kasar, Ulfa menyentak tangan Bayu dan berlalu pergi begitu saja tanpa memperdulikan tatapan aneh dari yang lain.

Ada sesuatu yang Ulfa rasakan. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, ia tidak mengerti. Yang jelas, ia tidak suka gadis bule itu.

Ulfa berlari kencang tak tau arah, beberapa orang ia tabrak dengan kasar. Mengepalkam tangan dengan kuat seakan menyalurkan emosinya yang ingin meledak sekarang juga. Tidak, ia tidak menangis, tapi hatinya berdesir ketika mendengar bentakan tadi. Bayu membentaknya? Yang benar saja.

"Ulfa!" teriak Anggi dan Bila yang ternyata mengikuti dirinya. Langkah Ulfa langsung berhenti tanpa menoleh ke belakang.

Di lain tempat, Bayu dan Thalita masih setia berada di kantin. Yang tadinya mengerumuni meja mereka, langsung disuruh bubar oleh Bayu dengan gertakannya. Bayu membuka seragamnya, menyisakan kaos putih yang masih bertengger manis di tubuhnya. Dengan cepat, Bayu menarik tangan Thalita keluar dari kantin dan menuju kamar mandi perempuan.

Sampai di depan kamar mandi, Bayu melempar seragam yang tadi dirinya buka ke depan Thalita. "Cepet ganti seragam lo!"

"Tap---"

"Jangan banyak bacot, cepetan!" Bayu langsung memotong kalimat Thalita.

Thalita mengangguk dan masuk ke dalam kamar mandi. Bayu yang melihat Thalita masuk, ia langsung segera pergi mencari perginya Ulfa. Ada rasa tak enak ketika habis membentak gadis itu. Apakah gadis itu marah padanya? Tapi, kan Ulfa yang memulai semuanya.

Bayu langsung berlari mencari Ulfa di beberapa tempat yang memungkinkan adanya gadis itu.

Di lain tempat, Ulfa masih diam tak berkutik. Kini tiga gadis itu duduk di salah satu bangku yang berada di belakang parkiran. Sudah banyak pertanyaan yang dilontarkan Anggi dan Bila, tapi tetap saja Ulfa tak merespon. Hatinya masih dongkol.

"Oke, Fine! Kalo lo emang nggak mau ngomong sama kita. Tapi kelakuan lo kali ini salah, Fa. Gue ngga habis pikir sama apa yang lo lakuin tadi. Bahkan lo tega nyiram seseorang tanpa salah. Terserah!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Anggi langsung menarik Bila pergi dari sana. Membiarkan Ulfa berpikir jernih. Memberi ruang pikiran Ulfa yang kotor itu.

Ulfa hanya diam dan menatap kosong punggung kedua temannya yang menjauh. Kini pikirannya balik ke kejadian tadi. Ketika dia sengaja menyiram setelah itu mendengar bentakkan tak terima Bayu. Seolah melindung Thalita.

Bangkunya yang ia duduki sedikit goyang, ia menoleh ke sebelah kiri, ternyata Bayu di sana. Seketika raut wajah Ulfa kembali buruk. Teriakan itu terus mengiang. Bayu yang melihat Ulfa hanya bisa ikut diam, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Tak ada pembicaraan apapun diantara mereka berdua, hanya ada suara suara daun yang ditarik-tarik oleh sapu lidi. Sampai satu kata yang keluar dari bibir Bayu membuat dirinya menatap Bayu dengan malas.

"Maaf."

Bayu menggengam tangan kiri Ulfa membuat sang empu tersentak. Hatinya semakin berdesir hebat. Matanya langsung beralih ke baju Bayu. Kemana seragam pria ini? Apakah ia berikan pada thalita? Astaga pikirannya ini membuat dirinya semakin tidak mood. Tapi? Apa apaan ini? Apakah dia cemburu? Yang benar saja.

Ulfa menepis kasar tangan Bayu. "Gue duluan!"

Ulfa bangkit meninggalkan Bayu dengan seribu pertanyaan yang ingin ia sampaikan ke pemuda itu tapi ia urungkan.

Bayu hanya menatap nanar punggung mungil Ulfa yang kian menjauh. Bayu mengacak rambutnya kasar.

"Bangsat! Kenapa gini sih, anjir!" sentak Bayu lalu juga ikut pergi dari sana.

📌📌📌

Ulfa masuk dengan wajah datarnya. Kelasnya ramai, tapi tak ada guru yang singgah di sana. Mungkin jamkos, pikirnya.  Ulfa duduk di tempatnya, menelungkupkan kepalanya di sela-sela lipatan tangan.

Anggi dan Bila yang melihat itu hanya menghela napas saja. Untuk saat ini mungkin Ulfa butuh waktu sendiri.  Anggi beralih menatap Bayu yang juga masuk tanpa seragam. Wajah Bayu sama kusutnya dengan Ulfa.

Bayu langsung duduk di samping Ulfa. Sebentar ia menatap ke samping melihat Ulfa yang tengah menelungkupkan wajahnya dengan rambut yang menutupi. Bayu ikut melakukan hal serupa, menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangan.

Mereka yang bergelut dengan aktifitas masing-masing termasuk Ulfa dan Bayu kini terkejut dan langsung menegakkan badan mereka kala mendengar pekikkan Bu Lasak yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas.

"Elah, baru merem bentar, argh!" geram Ulfa dan Bayu bersamaan membuat mereka menatap satu sama lain.

Ada kecanggungan di antaranya. Entah karena Bayu yang enggan menyapa Ulfa lagi, atau gadis itu yang masih mempertahankan egonya yang masih memuncak. Kini mereka balik dalam tatapan ke depan. Mendengarkan Bu Lasak menyampaikan sesuatu yang penting tidak penting bagi mereka berdua. Bahkan kicauan Bu Lasak dianggap angin lalu saja. Murid macam apa mereka ini?

Lamanya berdongeng, akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Membuat Bu Lasak keluar kelas di susul murid lainnya.

Ulfa berjalan di koridor dengan tatapan tajamnya, dengan rambut yang terus bergoyang tertiup angin. Ulfa samar-samar mendengar seseorang meneriaki namanya, tapi karena hatinya sedang tak damai, ia hanya bisa berjalan tanpa mau berhenti. Sampai satu tangan berhasil menghentikan langkahnya.

Seseorang menarik tangannya kuat sampai dirinya berbalik dan menabrak dada bidang pria. Bayu ternyata pelakunya. Ulfa mengerjap. Posisi ini sangat dekat. Bahkan tak ada jarak. Ia bisa merasakan deru napas Bayu yang terasa di lehernya.

"Gue nggak sengaja bentak lo," lirih Bayu masih dengan posisi yang sama.

Sedangkan Ulfa, seperti otaknya tidak berfungsi tiba-tiba. Berhenti begitu saja. Ulfa akhirnya bisa bernapas lega ketika bayu menjauhkan dirinya.

"Gimana cewek lo?"

Pertanyaan Ulfa benar-benar lari dari pernyataan Bayu. Tiba-tiba Bayu tersenyum miring membuat Ulfa mengernyit.

"Lo cemburu?" tebak Bayu membuat Ulfa jadi gelagapan sendiri. Apakah dia cemburu?"

"Ha? Gue cem ... buru? Sama lo?" Bayu mengangguk dengan wajah menyeringainya. "NAJIS!" tandas Ulfa seraya menyikut Bayu. Ulfa langsung pergi meninggalkan Bayu yang tersenyum miring.

Ulfa yang hampir sampai di gerbang depan, dikejutkan oleh beberapa murid yang memberikannya sebatang cokelat yang terkenal di iklan TV. Ia menatap aneh orang yang memberinya batangan-batangan cokelat dengan orang yang berbeda-beda. Ketika ia ingin menanya selalu kalah cepat dengan yang memberi dengan langsung pergi begitu saja.

"Eh, nih," ucap siswa perempuan yang memberinya sebatang cokelat.

Ulfa dengan cepat menahan tangan gadis itu. "Semua ini dari siapa, sih?" tanya Ulfa sambil menunjukan sepuluh batang cokelat di tangannya.

Siswa tadi mengangkat bahunya. "Entah. Itu ada tulisannya. Baca aja."

Setelahnya, gadis itu pergi begitu saja membiarkan Ulfa menatap cengo. Dengan cepat ia membaca pesan yang tertempel di batang cokelat itu.

Judis. Jangan marah, dong. Gue nggak sengaja. Masa lo mau marah terus? Uang gue abis nanti kalo lo marah terus. Beliin lo cokelat melulu. Tadi gue mau beli cilok, tapi takut lo keselek makan banyak-banyak. Soalnya, kan lo kayak nenek-nenek yang mudah ketelan tanpa dikunyah. Nanti mati nggak ada gebetan gue. Hehe, piss.

Ulfa membaca kata perkata di kertas itu. Setelah membaca, Ulfa menyunggingkan senyum.

"Nah gitu dong, senyum!" Ulfa tersentak kaget ketika Bayu berucap. Dengan cepat ia merubah raut wajahnya kembali.

"Lo mau buat gue diabetes?" tanya Ulfa garang. Seraya menunjukan batangan coklat di tangannya.

Bayu tertawa kencang mendengar ucapan Ulfa yang seakan ngambek kembali. Lucu banget.

Ulfa yang melihat tawa manis yang tercipta dari Bayu malah dirinya yang merona, tersenyum manis dalam hati. Benar-benar moodboster sekali.

"Nggak, lah. Gue mah nggak tega buat lo diabet. Gue cuman mau buat lo makin manis aja," jawab Bayu dengan cengiran khasnya.

Ulfa memutar matanya malas seraya menggeram. "Manis bukan, penyakitan iya. Nggak ngira-ngira lo." Ingin sekali rasanya melempar bayu sampai sungai Amazon sana. Biar tidak bisa menghampirinya lagi.

"Ya udah, dimaafin, nggak?"

"Ck, iya!"

"Wahh, banyak banget cokelatnya."

Sepasang remaja yang sedari tadi saling adu tatap, kini beralih pada suara yang berasal dari sisi masing-masing. Di sana, telah berdiri seorang gadis berambut sepunggung dengan seragam atas yang terlihat kebesaran.

Ulfa memutar bola matanya jengah. Baru saja mood-nya sedikit membaik, eh, datang Thalita malah membuat buruk. Maunya gadis ini apa, sih?

"Sayangnya gue nggak punya coklat lagi." Bayu yang juga ada di sana terkekeh. Matanya menatap seragamnya yang dipakai Thalita, membuat si pemakai sedikit tampak tenggelam.

Tawa kecil datang sebagai sahutan. "Yaelah, gue nggak minta coklat juga. Gue cuma mau nyamperin doang, kok." Setelahnya, Thalita tersenyum pada Ulfa.

"Oh, iya, Bay. Thanks, ya, buat seragamnya. Besok gue langsung balikin. Janji."

Gadis yang juga ada di sana hampir saja ingin muntah jika tidak ada Bayu di sana. Dia pikir Thalita ini begitu banyak drama. Ingin cari perhatian Bayu dengan ini ononya. Mentang-mentang cantik mana bisa seenaknya begitu saja. Pada akhirnya, Ulfa hanya menghela napas panjang.

"Balikinnya kapan-kapan aja. Lagi pula seragam gue masih banyak, kok," sahut Bayu membalas senyum Thalita. Sejenak, ia seperti melupakan jika ada gadis lain yang memerhatikan dengan jengah.

Thalita kembali tertawa. Padahal, menurut Ulfa tidak ada sama sekali hal yang lucu. Baiklah, anggap saja humornya memang sangat receh. "Nggak sombong."

"Mau pulang bareng kita, nggak?"

***

[01/07/20]

To be continued.

Panjang, kan? Iya aku tau yang baca suka yang panjang-panjang. Apalagi rasanya terbalaskan. Hiyaaa! 😂

Mau ninggalin apa di sini? Kasih cintanya, dong :'v
See yaaa! 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top