16 - Tukang Ngerdus
"Bayu Louis Evans, kan? Kalo itu, mah, gue kenal."
Dan setelahnya, tatapan bingung kemudian menerpa Thalita. Bahkan Ulfa sendiri kian tertarik karena pernyataan itu.
"Hah, lo kenal, Ta?" Thalita yang di tanya oleh Anggi lantas terlihat kelimpungan untuk menjawab.
Thalita menoleh sebentar. "Oh iya. Nggak kenal, sih. Tapi satu sekolah, kan, udah rame sama dia, ya nggak?"
Anggi dan Bila yang berpikir sebentar akhirnya sama-sama mengangguk. Ulfa yang tadinya tertarik, kini malah merasa biasa aja. Ia kira ada sesuatu yang mencuak, ternyata tidak.
"Gue duluan, ya, daah!!" Thalita pergi duluan entah ke mana. Ulfa yang menghela napas kasar ternyata terdengar oleh kedua temannya.
"Bengek lu?" tebak Anggi.
"Mau melahirkan lu?" tebak Bila yang sudah pasti ngawur. Ulfa tak menjawab melainkan memakan somaynya kembali dengan beringas.
Sentuhan di atas kepalanya membuat dirinya mendongak. Sudah ada Bayu di sana seraya tersenyum. "Biasa aja makannya. Kalo kurang, nambah gih," ucap Bayu yang kini sudah duduk di samping Ulfa. Jangan tanyakan gimana keadaan Anggi dan Bila. Mereka seperti cacing kepanasan ketika melihat tingkah Bayu.
Ulfa terpaku sebentar sampai dirinya sadar. "Sok tau lu. Orang gue kenyang!" Bayu hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Nggi, ada yang gengsi, anjir. Sok-sokan nggak mau." Perkataan dan lirikan yang diarahkan ke Ulfa, membuat yang dilirik hanya menatap tajam.
"Kemaren ayam gue mati karena gengsi, serem, kan," timpal Anggi. Entahlah rasanya gemas sekali melihat kegengsian Ulfa ini.
Bayu hanya terkekeh melihat ekspresi Ulfa yang sangat masam itu. Karena malas berlama, Ulfa berdiri meninggalkan satu biji tahu lagi yang berada di piring dan teman-temanya. Bayu pun ikut menyusul Ulfa yang nampaknya pergi ke rooftop. Kakinya pincang gini malah menaiki tangga.
Ulfa merasa dirinya diikuti seseorang. Masih di tangga atas menuju rooftop, ia memutarkan badannya. Terdapat Bayu yang tengah tertatih dan sedikit meringis di bawah sana. Ulfa mendengkus malas dan menghembuskan napasnya kasar. Ulfa turun kembali ke bawah menghampiri pria itu. Sedangkan Bayu yang melihat gadis itu turun terkekeh sendiri.
"Nggak usah ketawa, deh. Ngapain sih ngikutin?" tanya Ulfa judes. Kini dirinya sudah berada di depan Bayu.
"Galak amat, Bu Bos. Gue, kan pengen ikut lo."
Tanpa disuruh, Bayu menduduki dirinya di tangga. Rasa sakit di kakinya kian menguasai. Padahal ini hanya karena terjatuh dari tempat tidur, tapi mengapa bisa sesakit ini? Kayak ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Eh, itu lebih sakit, deh.
Ulfa mengulurkan tangannya. "Naik aja. Biar gue liat kaki lo."
Bayu menggeleng. "Gue berat, bego!"
"Gue cuman nuntun, bangsat! Bukan gendong lo. Gue juga ogah kali gendong-gendong lo. Mending gue gelindingin! Ck, cepet!"
Hari ini semua orang membuat Ulfa ingin marah saja. Termasuk satu makhluk ini.
"Iye. Judes banget sih lo. Ngalahin emak gue."
Ulfa hanya memutar bola matanya malas. Bayu langsung menggapai uluran tangan Ulfa. Menuntun Bayu membuat kesabarannya hilang, ingin sekali langsung menyeretnya saja. Sungguh lama.
Kini mereka sama-sama menghentikan langkah. Mendorong pelan tubuh Bayu untuk duduk di lantai. Ulfa juga ikut duduk di depan Bayu. Membuka sepatu dan kaos kaki pria itu. Ditelitinya memar di daerah pergelangan kaki Bayu.
"Selain judes, lo baik juga ternyata." Bayu mengatakan itu dengan senyum yang merekah. Ulfa yang dikatakan seperti itu bukannya senang, malah memukul memar di pergelangan kaki Bayu membuat sang empu meringis kesakitan.
"Baru juga dipuji, singanya langsung keluar. Lo manusia atau titisan singa sih, hah? Garang banget. Heran. Jadi makin sayang, eh. Hehe." Bayu yang mengatakan itu saja geli sendiri, bagaimana Ulfa yang mendengarkannya.
"Bisa nggak, sih, jangan jadi fakboi kalo jadi orang?" geram Ulfa yang ingin muntah dari kemarin melihat gombalan receh Bayu.
"Tunggu sini!" Belum sempat Bayu berbicara, Ulfa sudah turun ke bawah yang entah ke mana perginya.
Bayu tertawa sendiri melihat aksinya belakangan ini. Kenapa dirinya bisa suka menjahili gadis ini? Dulu pas dirinya di inggris ia paling anti dekat dengan wanita, sekarang mengapa dirinya menjadi suka mendekati Ulfa. Hanya Ulfa.
"Kadang gue mikir, Fa. Sebenernya lo siapa, sih, sampe buat gue mau deket-deket sama lo? Gue heran sama diri gue sendiri," monolognya.
"Woy!" Bayu mengerjapkan matanya berulang. Sudah ada Ulfa di hadapannya. Apa gadis itu mendengarkan apa yang dia ucapkan tadi?
"Siniin kaki lo," pinta Ulfa. Bayu menurut, ia letakkan kakinya di atas paha gadis itu. Ternyata Ulfa tadi pergi untuk mengambil kaki kasa.
Dengan telaten Ulfa melilitkan kain kasa itu di pergelangan kaki Bayu. Sesekali Bayu meringis karena Ulfa yang menekan kakinya. Bayu melihat wajah manis itu dengan jelas, dengan beberapa anak rambut yang sedikit menutupi wajah Ulfa membuat dirinya ingin mencubit pipi gadis itu.
"Bay?" panggil Ulfa yang kini sudah selesai melilitkan kain kasa itu ke pergelangan kaki Bayu.
Bayu menatap Ulfa. "Iya?"
"Gue sadar banget lo liatin gue dari tadi, ia tau gue cantik Bay, tapi gue risih, njir. Ah, pengen gue makan lo rasanya!" Ulfa menghempaskan begitu saja kaki bayu membuat si punya kaki menjerit. Bukanya gadis ini baru mengobati? Tapi kenapa sekarang malah melukai? Cewek.
"Bangke lo judis! Potong aja deh, Fa. Ikhlas lahir batin gue. Ngade-ngade lo kalo mau nyampakin," gerutu Bayu menatap kesal ke arah Ulfa.
Ulfa yang melihat itu meringis sendiri. "Iya maaf. Abis lo pengen gue makan rasanya."
"Lo PMS? Macan banget sih?" terka Bayu.
"Nggak ada PMS-PMS-an!" tegas Ulfa. Bayu membulatkan matanya? Ha? Yang benar saja? Tak ada PMS oleh seorang Ulfa?
"Fa, lo cewek tulen, kan?" tanya Bayu hati-hati.
"Iya la. Sembarangan."
"Lah, abisan lo bilang lo nggak PMS," ucap Bayu dengan wajah polosnya. Demi bapak cilok depan sekolah, Ulfa ingin sekali menggampar Bayu sekarang juga.
"Bodo amat. Gue mau cabut!"
"Ikut!!"
📌📌📌
Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu. Sudah banyak yang berhamburan keluar sekolah termasuk Bila dan Anggi. Kini di kelas hanya ada Bayu dan Ulfa. Bayu yang posisinya duduk di bagian luar, ia keluar duluan baru Ulfa menyusul. Mereka sama-sama berjalan berdampingan di koridor.
Ulfa merasa tangan kirinya hangat. Ia melihat ke samping, ternyata Bayu menggengam tangannya. Modus!
"Paan? Lepas, nggak?" geram Ulfa dengan tajam.
"Nggak!" jawab Bayu sambil bersiul-siul. Ulfa ingin melepas tapi tangannya kalah besar oleh Bayu.
"Lepas!"
"Nggak, Ay! Nanti kalo gue jatoh gimana?" Satu kata yang keluar dari mulut Bayu membuat Ulfa memutar otaknya keras. Panggilan itu? Dia tidak salah dengar, kan?
"Ay?" ulang Ulfa.
"Ayang, Ahahhaha!" Bayu tertawa setelah mengatakan itu.
"Buaya!" cibir Ulfa.
"Lo pulang sama gue aja, gue mau nunjukin sesuatu." Bayu mengarakan Ulfa ke tempat di mana ia memarkirkan motonya.
"Kaki lo sakit tapi lo naik motor? Bego!" cetus Ulfa. Bayu yang ingin memakai helm tertunda dengan perkataan Ulfa.
"Gue cuman pincang, bukan lumpuh, ULFA." Bayu mengacak rambut Ulfa gemas.
Oh Tuhan? Inikah rasanya dag-dig-dug ser? batin Ulfa.
"Pake, biar kepala lo aman," ucap Bayu memakaikan helm ke kepala Ulfa dengan manis.
"Ayok!" Ulfa mengangguk. Merasa Ulfa sudah menaiki motornya, Bayu langsung menjalankannya menjauh dari lingkungan sekolah.
Tak terlalu macet untuk jam-jam pulang sekolah. Kini Bayu memberhentikan motornya tepat di kedai es krim. Dengan keadaan yang begitu ramai, lagi dan lagi genggaman Bayu terasa di tangannya. Kali ini Ulfa tak menolak untuk digenggam. Ia membiarkan tangannya terayun-ayun ke depan dan ke belakang.
"Pak, rasa coklat sama matcha 2, ya!" Si penjual es krim hanya mengangguk.
"Lo suka matcha, kan?" tebak Bayu. Ulfa nengiyakan saja. Rasanya ia terlalu malas membuka mulut lagi.
Es krim sudah di tangan, mereka berdua mencari tempat duduk yang begitu nyaman di sana.
"Fa?" panggil Bayu. Ulfa yang menikmati es krimnya hanya berdehem.
"Kalo suatu hari nanti gue nyaman sama lo, gimana?" ucap Bayu langsung.
"Ha?" Ulfa membulatkan matanya.
"Kalo gue nyaman sama lo gimana, Ulfa?" geram Bayu.
Ulfa terdiam sebentar sebelum akhirnya menjawab, "Ya nggak gimana-gimana. Gue nggak bisa jamin kalo gue juga nyaman sama lo. Hati nggak ada yang tau, Bay."
Pemuda itu menunduk entah mengapa rasa kecewa tiba-tiba menyeruak di dalam dadanya. Jawaban Ulfa benar-benar tak memuaskan. Anehnya, ia malah berharap jika Ulfa menyukainya. Apa?
"Masalahnya, gue udah ngerasa nyaman sama lo."
***
[24/06/20]
To be continued.
Bayu ngerdus mulu kerjanya. Kayak nggak ada kerjaan lain aja. Seperti aku yang menunggu kamu mencintaiku, eakkk *plakk
🤣
Leave something to us. Thanks and see yaaa! 🖤
Tag mamanya Ulfa dulu :'v mari-ngopi
Kalo aku mah mamanya Bayu 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top