15 - Teman Semeja Kantin
"Katanya, nggak suka sama Bayu, tapi suap-suapan. Si Ulfa bacot banget!"
Nada sindiran sekaligus tawa mengejek membuat Ulfa dan Bayu sama-sama terdiam. Saling menatap beberapa saat, lantas menoleh ke belakang tepat arah suara berasal.
Gadis itu membelalak kala mengetahui siapa di balik tawa yang seperti mbak kukun itu. Bersama mas ocong juga.
"PJ mana PJ? Udah jadian, kan? Bayarin gue beli es krim coklat." Gadis dengan rambut terikat tinggi dan baju kodok merah itu mengulurkan tangannya. Setelah itu, ia tertawa pada sang kekasih yang tangannya sedari tadi digandeng itu.
Ulfa memutar bola matanya. "Nggak ada yang jadian. Kalo lo mau es krim minta sama pacar sendiri."
Bila menarik tangan pemuda yang ada di sampingnya. Mengajak duduk di depan sepasang muda-mudi yang sama-sama kegep akibat baru saja berduaan padahal kemarin katanya ogah. Bacot banget emang.
"Lo ngapain duduk di sini? Pergi sana, hush hush." Bayu kaget kala mendapati sepasang kekasih aneh itu duduk di depan mereka. Berbatasan sebuah meja. Aihhh... kalau begini nanti susah mau bucinin Ulfa lagi.
"Plis, deh. Yang punya lapak aja nggak keberatan kalo gue duduk di sini. Lah, lo malah ngusir gue. Lo kira gue kucing? Kucing juga nggak bakal pergi kalo nggak dikasih tutup mulut dulu," celoteh gadis berbaju kodok itu. Menatap sang kekasih sebentar lalu tertawa bersama.
Sedangkan Ulfa yang duduk di sebelah Bayu hanya bisa menghela napas kasar. Permen kapas berwarna merah muda di tangannya juga hampir menciut karena terkena angin. Ia memakannya dengan kasar, meluapkan amarahnya yang bisa saja meledakkan kepala tiga orang di depannya.
Gadis itu rasakan jika bahunya disentuh. "Fa, lo dapet darimana, sih, temen kayak si Bila waktu telah berakhir ini? Dari got, ya? Pantes otaknya agak miringan dikit."
Ulfa kembali mendengkus. Tak menjawab namun hanya memilih memutar bola mata jengah lalu kembali memakan gulalinya. Kejebak di antara orang bego memang nggak enak, tai!
"Eh, anjir! Sembarangan kalo ngomong. Gue itu hadiah dari beli TV 33 inch. Berkelas." Bila menyibakkan rambutnya. Mata yang tadinya menyorot Bayu tajam kini beralih pada pemuda di sebelahnya. "Nggak banget aku dikatain gitu."
"Bukannya lo hadiah dari beli sikat WC, Bil?" sahut Ulfa ngarang. Ia mungkin tak sadar jika berkata seperti itu. Bila kemudian membelalak.
"Tapi bener juga, sih, kata dia," ucap pemuda di samping Bila. "Kepala kamu memang agak gesrek dikit."
Bila mengerucutkan bibirnya. "Kok kamu malah ngatain balik, sih? Huwaaa... Asa jahaaaddd! Aku ndak laik. Mau ngambek aja."
Gadis berkuncir tinggi itu memutar posisi tubuhnya. Agak membelakangi pemuda bernama Asa itu. Tangannya bersedekap, ikut-ikut kayak sinetron di TV yang katanya gaya kesal, ngambek itu. Asa gelagapan, ia ingin membujuk tapi sama sekali nggak tau caranya.
"Kamu jangan ngambek gitu, dong. Aku kan belum selesai ngomong." Asa berusaha meraih tangan Bila. Namun, apa daya, belum sampai saja sudah ditepis duluan.
"Bodo amat! Udah ngambek duluan," sahut Bila ketus.
Seiring dengan itu, Ulfa lantas bangkit dari duduknya. "Nggak banget nonton orang pamer kebucinan. Berasa kayak orang goblok nonton beginian."
Setelahnya, gadis berkemeja putih itu berlalu dari sana. Meninggalkan tiga orang yang salah satunya sudah menganga lebar.
"Woi, Judis, tungguin! Gue pincang gini masa mau ditinggalin." Bayu ikut bangkit. Berusaha mengejar langkah Ulfa yang hampir tak tergapai karena jalannya seperti sedang lomba jalan cepat. "Woi, ah. Tungguin ngapa, beb."
Ulfa menghentikan langkahnya. Jika saja langitnya tak gelap, mungkin akan banyak yang tahu jika gadis itu tengah menahan kesal.
"Sekali lagi lo panggil gue kayak gitu, gue timpuk lo pake ban motor," sarkas Ulfa setelah Bayu berada di sampingnya.
"Kalo timpuknya pake cinta dan kasih sayang, apa yang enggak buat lo. Rela aku, tuh, ditampar Hulk biar kamu seneng."
Ulfa menunjuknya sesaat. Mengeram kesal, kemudian menghentakkan kaki lalu berlalu lagi dari sana. Lagi, Bayu harus mengejar lagi. Mengejar cintanya yang makin lama makin imut. Eh ...?
Sedangkan di tempat tadi, sepasang muda-mudi telah saling tertawa bersama. Memandang dari kejauhan adu argumen antara Ulfa dan Bayu yang seperti tiada akhir. Menikmati saja karena tidak ada yang tahu semua itu akan cepat berubah.
"Eh, ini ngapain pegang-pegang?" Bila menunjuk tangan Asa yang sudah berkaitan dengan jari-jemarinya.
"Yaelah. Aku, kan pacar kamu. Masa nggak boleh, sih?" Sekarang gantian, pemuda itu yang mengerucutkan bibirnya.
Gadis itu berusaha melepas genggaman tangan itu. Apa daya, tangannya sangat mungil jika dibandingkan dengan tangan kekasihnya. "Bodo! Masih merajuk."
Setelah berhasil lepas, Bila bangkit kemudian pergi dengan cepat. Meninggalkan Asa yang malah gelagapan.
"Eh, Bila, mau kemana? Nanti aku nyari cewek lain hayo, loh."
"Cari aja! Kayak ada yang lebih dari aku aja."
"Ya udah, nanti aku beliin coklat sama es krim, deh."
"Serius?"
***
"Eh, Nggi. Lo tau nggak se---"
"Nggak tau, tuh."
"Ihhh... kan gue belum selesai ngomong," ucap gadis sekarang rambutnya dikepang itu.
Bila memukul gemas gadis berambut bob di sampingnya. Kesal! Karena gadis itu lebih fokus pada kebab yang baru saja ia beli. Tak lama ia dihadiahi tatapan jengah oleh gadis yang tengah mengaduk-aduk jus di depannya.
"Ya udah, apaan?"
Anggi yang tak mau berdebat memperbaiki posisi duduknya. Condong sedikit ke arah Bila hendak mendengarkan bacotan apa lagi yang akan dilontarkan. Soalnya, dia sudah tau semalam jika Bila tengah pergi ke pasar malam bersama pacarnya.
"Semalem, kan, gue jalan sama Asa, tuh. Eh, kebetulan banget ketemu sama Ulfa Bayu. Ternyata mereka suap-suapan gulali, dong," tutur Bila heboh.
Keadaan sekitar mereka yang memang berada pada kondisi publikasi, membuat beberapa padang mata memandang. Jika saja Ulfa tak sayang, mungkin mulutnya Bila pasti sudah penuh dimasukin meja kantin.
"Demi kambingnya Bu Neneng, lo nggak lagi halu, kan? Soalnya kemaren ada yang ogah-ogahan dijodohin sama si bule itu," ucap Anggi sambil memberi lirikan pada gadis di depannya. Ulfa tidak bodoh jika sama sekali tak mengetahui di dalam kalimat itu ada nada sindiran.
Bila mengangguk. "Kali ini gue yakin seratus persen, mereka berdua bakal jadian dalan kurun waktu dekat."
"Dan gue yang bakal nabur bunga mawar ke kolam ikan di taman sebagai perayaan," sahut Anggi girang.
Anggi dan Bila kemudian saling bertos ria. Saling memberikan tatapan seperti sedang merencanakan sesuatu tanpa diketahui oleh gadis di depannya.
"Nggak usah halu kalian. Gue sama dia nggak bakal jadian. Iya banget gue sama cowok yang otaknya kayak ampere timbangan sayur kol."
Ulfa mendengkus. Sama sekali tak terbayang jika mereka benar-benar jadian. Akan mengerikan! Daripada memikirkannya, gadis itu memilih menyeruput es jeruknya hingga tersisa setengah.
"Hai, gue boleh duduk di sini, nggak?"
Ketiga gadis yang masih santai duduk itu mendongak bingung. Mendapati gadis dengan senyum manis dan nampan makanan di tangannya tengah berdiri di sisi meja yang kosong.
"Maaf ganggu girls time kalian, but there's no other place." Senyumnya perlahan sedikit memudar.
Anggi menatap Bila sesaat, hendak meminta jawaban. Hanya gidikan bahu samar yang ia dapat. Kemudian beralih pada Ulfa. Gadis itu malah sibuk melahap siomay yang hampir dingin miliknya. Terlihat tak berniat menanggapi apapun.
"Gapapa, kok. Duduk aja," kata Anggi akhirnya. Ia juga tak enak jika melihat ada siswi yang duduk di lantai kantin padahal masih ada bangku kosong.
Senyum milik gadis berambut kecoklatan itu kembali mengembang. Namun kali ini, lebih lebar daripada sebelumya. Ia lantas mendudukkan diri di kursi samping Ulfa. "Makasih, ya."
Seketika meja itu menjadi sedikit mendingin. Ada sebuah kecanggungan tak terbata sejak gadis yang wajahnya hampir mirip bule itu duduk di sana. Kecuali Ulfa, semua merasakannya.
"Maaf, sebelumnya. Tapi gue bahkan nggak tau siapa aja yang ada di meja ini. Boleh, dong, kenalin nama kalian satu-satu," ucap gadis itu agak canggung. Ia mengakhirinya dengan tawa pelan setelah menyuapkan segarpu mie goreng.
Bila yang duduk di depan gadis itu tertawa cukup besar. "Nggak usah canggung banget gitu, lah. Kita nggak makan orang, kok. Cuma yang di sebelah lo itu aja ada jiwa psikopetnya dikit."
Setelahnya gadis itu melirik ke samping. Ada Ulfa yang tampak menodongkan ujung garpu yang besinya ada tiga itu pada Bila. Ia menusuk siomay dengan kasar, lalu memasukkannya ke dalam mulut dengan kesal. Gadis itu bergidik ngeri tanpa diketahui siapapun.
"Oh, ya. Kenalin nama gue Bila," kata Bila sambil menyengir. Menunjuk dengan jempol kanan gadis di sebelahnya. "Di sebelah gue ini namanya Anggi. Dan itu Ulfa." Ia menunjuk gadis yang masih tak peduli dengan alam sekitar itu. Terlalu sibuk dengan siomay yang rasanya seperti sebuah kebebasan.
"Okay." Gadis yang duduk di sebelah Ulfa itu mengangguk. "Kalau gitu kenalin, nama gue Thalita."
"Agak ribet yang namanya. Kalo gue panggil Tata aja, gimana?" tanya Anggi setelah menyeruput jus apelnya.
Thalita tersenyum, lantas mengangguk cepat. "Gapapa, kok. Asal jangan panggil tali aja. Nanti jadinya 17 Agustusan."
Mereka tertawa bersama, kecuali Ulfa yang tampak tak berminat. Entah mengapa, kehadiran gadis di sebelahnya ini benar-benar membuatnya tak nyaman. Ada perasaan was-was yang terus memberi isyarat hati-hati. Apalagi setelah Thalita tak henti memberikan lirikan tak wajar. Semakin dalam saja paranoidnya.
"Kok si bulepotan itu nggak keliatan, sih? Lo ngurung dia di kelas, ya? Jahat banget lo jadi gebetan," cerocos Bila begitu saja.
Ia sendiri juga bingung karena sama sekali tak mendapati batang hidung pemuda yang akhir-akhir ini dekat dengan Ulfa. Semoga saja gadis itu tidak mengikatnya di tiang belakang sekolah agar tidak diekori terus menerus.
Tatapan tajam dari Ulfa kembali menerpa. Hal yang biasa bagi Anggi. Bahkan Bila adalah yang paling sering kena. Sedangkan bagi Thalita, ia sedikit ngeri karena mendapat first impression yang aneh dari Ulfa.
"Gue nggak peduli dia dimana karena dia bukan gebetan gue. Lo yang nanya, seharusnya lo yang dicurigain bakal suka sama si Sisong itu," geram Ulfa sambil menodongkan garpu kepada Bila.
"Ya Allah, nggak boleh suudzon gitu sama kawan sendiri, Ulfa," kata Bila mendramatisir. Memegang dadanya seakan benar-benar tersakiti. Anggi yang di sebelahnya hanya menggeleng tak habis pikir.
"Ngapain juga gue nikung kawan sendiri, padahal dia masih jomblo? Gue, kan, udah punya Asa," lanjut Bila sambil tersenyum jahil.
Sebagai balasan, Bila mendapat dentingan keras dari garpu dan piring. Ulfa membanting garpunya karena sangat kesal. Gadis itu lantas bersandar di kursi sambil bersedekap.
"Cowok yang kalian maksud siapa, sih?"
Pertanyaan itu hadir di antara suasana yang hampir menegang. Ulfa sudah memperkirakannya dari awal. Gadis ini pasti keponya sampai akar rambut.
"Oh, itu. Murid baru di kelas kami. Bayu. Deket banget sama Ulfa sejak seminggu lalu pindah. Bentar lagi jadian kayaknya." Anggi yang menyahut. Jika Ulfa tebak, mungkin akan berakhir jadi gibah di depan orangnya.
"Bayu Louis Evans, kan? Kalo itu, mah, gue kenal."
Dan setelahnya, tatapan bingung kemudian menerpa Thalita. Bahkan Ulfa sendiri kian tertarik karena pernyataan itu.
***
[20/06/20]
To be continued.
Hiya hiya hiyaaa!
We are comeback gesss. 😚
Moga suka sama part yang isinya agak absurd ini, hihi.
Nice to see you next part. Muah! 🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top