08 - Judis dan Sisong

"Selain songong, lo lancang, ya. Ganggu privasi orang!"

Setelah berhasil mengambil kembali bukunya, Ulfa langsung menduduk diri di bangkunya. Bayu yang tanpa bersalah hanya mengangkat bahu acuh.

Selang berapa menit, masuk seorang guru berkaca mata bulat, dengan tubuh yang gempal berambut kriting. Bu Lasak. Guru Biologi yang mengajar di kelas mereka. Dengan sebuah buku yang selalu ia bawa ke mana-mana.

"Selamat pagi!" sapa Bu Lasak seraya membenarkan kaca matanya.

"Pagi, Bu!"

"Ya sudah, nggak banyak bicara lagi. Materi kali ini tentang salah satu cabang ilmu biologi, yaitu organologi. Kita akan membuat praktek. Jadi, dari hasil praktek itu tadi, buat penelitian tentang hewan yang kalian cari, misalnya sistem taksonominya. Organ apa saja yang ada dalam tubuhnya, apa saja organ respirasi dan ekskresinya. Dan untuk menunjukan itu, kalian dekomentasi dengan menggunakan video dan hewan itu dibelah!"

Setelah menjelaskan itu, hampir seluruh penghuni kelas memekik jijik. Yang benar saja, hewan yang tak bersalah harus dibelah, dipamerkan ini itunya. Sungguh malang si hewan.

"Yakali, Bu. Hewan kita belah terus divideoin. Ih, ibu, mah. Hewan punya malu, Bu. Ibu mau emang ditontonin," cetus Labin yang langsung mengundang gelak tawa.

Seketika mata Bu Lasak menajam. "Hewan nggak punya malu, Labin! Nggak punya akal juga. Kenapa kamu sama-samain sama saya?"

"Soalnya ibu kadang ngasi tugas kayak nggak punya akal, banyak banget, hehe," cetus Labin lagi.

"LABIN!!! KELUAR!!" murka Bu Lasak.

Tanpa bersalah Labin berdiri. "Dengan senang hati ibu. Maap, bu," ucap Labin kemudian keluar dari kelas.

"Sudah diam! Kita pakai kelompok. Satu meja satu kelompok. Hitungan perbaris. Jadi empat hewan. Baris pertama dimulai dari sebelah kanan. Baris pertama katak, kedua cacing, ketiga cicak, dan yang terakhir burung.

"Dikumpul minggu depan," lanjut wanita itu kemudian.

"Gue sekelompok sama lo, dong, berarti, Dis," ucap Bayu mencolek lengan Ulfa. Ulfa melirik dan mengangguk malas.

Setelah menjelaskan, Bu Lasak langsung memulai pelajaran seperti biasa, menjelaskan dan mencatat. Begitu seterusnya sampai jam istirahat terdengar dari telinga mereka.

Setelah Bu Lasak keluar kelas, murid yang lain menyusul. Seperti Anggi, Bila dan Ulfa. Mereka kini beriringan menuju kantin.

Baru saja ingin melangkahkan kakinya di depan pintu kantin, kepalanya saja langsung pusing. Bagaimana tidak, kantin sudah padat saja dengan puluhan siswa yang tengah kelaparan.

Karena sudah sampai di kantin juga, mau tak mau mereka bertiga masuk dengan kepala yang terus ke kanan, ke kiri, samping dan belakang mencari tempat duduk yang kosong. Tapi nihil. Semua sudah ditempati.

"Yah, kosong, Fa," ucap Anggi menatap Ulfa dan Bila dengan bergantian.

"Gimana, dong? Gue laper lagi," sambung Anggi lagi.

Plak!

"Otak lo makanan mulu, njir," sergah Bila seraya menepuk pelan kepala Anggi.

"Kek lu enggak aja!" cibir Anggi.

"Woii! Judis, sini!" teriak seseorang yang kemudian membuat seisi kantin tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Berubah menjadi menatap pria yang memekik. Lantas beralih kepada seseorang yang pemuda itu panggil.

Rasanya malu sekali. Ulfa yang kini menjadi sorot perhatian. Yang memanggilnya adalah Bayu yang tengah memekik seraya sedikit terkekeh. Pemuda itu kembali mengibarkan bendera perang kepadanya.

"Kalian nggak dapat meja kan? Sama gue, ayok!" Kini Bayu tengah berada di hadapan Ulfa, Anggi dan Bila.

"Maksud lo apaan si, ha? Manggil-manggil kuat-kuat? Gue malu bego!" hardik Ulfa menatap tajam Bayu.

"Gue, mah, baik hati. Lo pada kelaparan, nggak ada meja kosong juga, lo mau ngelesotan di bawah? Mumpung gue sendiri," ucapnya dengan nada sok di-cool-kan. Menjengkalkan.

"Ogah!" tolak Ulfa mentah-mentah.

"Dih, Fa. Kita kelaperan kali, bentar lagi juga masuk. Lo tega liat gue mati kelaparan sama Bila?" Ucapan Anggi membuat Ulfa sedikit menggeram. Gagal sudah rencananya menolak ajakan ini.

"Tau, sih, Fa. Elah!"

"Ck! Ya udah kalian aja!" Ulfa yang ingin berbalik badan terhenti ketika suara perutnya berbunyi dan itu sangat didengar oleh Bayu.

"Gue, sih kasihan sama cacing-cacing di perut kian merajarela, nyuri semua nutrisi hingga si Judis lemas," ucap Bayu tertawa. Ulfa meringis.

"Udah, deh, Dis. Lo makan sama temen lo. Gengsi kok dikandangin!"

Ingin sekali Ulfa melempar Bayu dengan sepatunya. Sungguh lantam dirinya.

Mau tak mau dan dipaksa juga demi si cacing, akhirnya Ulfa ikut ke meja Bayu.

"Mau mesen paan?" tanya Bila berdiri.

"Nasi goreng sama teh putih," ucap Ulfa yang diangguki Bila.

"Lo?" tanya Bila ke Anggi.

"Bakso dong, uwu!"

"Makanan lo bakso mulu, usus lu udah nggak panjang lagi, jadi bulet kapok!" Bila langsung pergi sebelum mendengar ocehan Anggi yang lebih panjang lagi.

"Argss!" ringis Bayu ketika lukanya kemarin tidak sengaja disenggol oleh Ulfa. Mereka duduk berdampingan membuat Ulfa tak sengaja menyenggol siku Bayu.

"Eh, kenapa lo?" ucap Ulfa ketika melihat Bayu mengembus sikunya. "Nape siku lu?"

"Gara-gara babi," balas Bayu tanpa memandang Ulfa.

"Babi?"

"Iya, abis lo ngacir dari bis, ada ibu-ibu bilang sesuatu terus gue jawab, 'maybe', eh dikira dia babi. Ditimpuk gue sampe gue lompat dari bis," jelas Bayu membuat Ulfa tertawa kencang.

"Bego! HAHAHAH!"

"Cieee pulang berdua, Nggi bau-baunya kita dapat PJ, nih," ucap Bila yang baru saja datang seraya membawa nampan.

"Gilak!" ucap Bayu dan Ulfa bersamaan.

"Nah, kan, sama! Jodoh!"

Bayu dan Ulfa hanya berdehem tanpa mau melanjutkan. Kini mereka makan dengan sedikit candaan. Antara Anggi dan Bila yang bertengkar kecil maupun Ulfa dan Bayu yang terciduk saling tatap-tapan.

📌📌📌

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu, kini dua remaja yang sudah janji untuk mengerjakan tugas sudah berjalan menuju parkiran.

"Nih." Bayu menyodorkan helm yang ia bawa dua. Ulfa menerimanya.

Seketika Ulfa terdiam. Bayu dengan sengaja malah mengambil kembali helmnya dan langsung dipakaikan ke kepala Ulfa.

"Biar selamat!" Tepukan dua kali di atas helm membuat ia teringat kebiasaan itu.

"Aya sini helmnya, sebelum naik sepeda, kata mama pake helm ini." Anda dengan lihai memakaikan Aya sebuah helm berwarna pink. Tak lupa ia mengaitkan pengaitnya.

"Biar selamat!" Tepukan dua kali di atas helm sering membuatnya mencibir. Karena helm lumayan berat untuk kepala Aya yang masih kecil kayak batok kelapa.

"Anda, ih! Sakit tau!" ucap Aya seraya mengusap kepalanya yang terlindung helm.

"Maaf Aya. Mana sini," balas Anda mendekat ke Aya.

Dibukanya kembali helm yang terpasang di kepala Aya, lalu diusap dua kali olehnya kemudian dipasang kembali. "Dah. Nggak sakit lagi kan?" Aya mengangguk.

"Woi!" pekik Bayu membuat Ulfa tersadar dari lamunannya. Cepat-cepat ia gelengkan kepalanya, menepis semua itu.

"Iya, tau kalo gue ganteng! Biasa aja, dong. Atau jangan-jangan, lo baper lagi?" Bayu terkekeh.

"Dih, najis! Sok ganteng lo, Sisong! Ya udah, lah, yuk!"

Tanpa mereka sadari, dari kejauhan, seorang gadis yang sedari melihat mereka berdua sembari menggeram kesal.

"Gue harus bisa dapetin Bayu."

***

[27/05/20]

To be continued.

Hola! Balik lagi eaaa

Ceritanya tambah seru nggak? Tambah seru dong, ya. Aku aja ngakak, awokawok

Semoga selalu suka cerita buatan kami, ya

See yaaa! 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top