07 - Diganggu... Lagi
"Lah ... lo siapa? Kok seenaknya aja duduk di tempat gue?"
Gadis berambut bob dengan tas merah di punggungnya menatap aneh pemuda yang duduk di tempatnya ... dulu. Baru sehari saja ia tak sekolah, tempat duduknya sudah diambil. Apa sekejam itukah alam?
"Gue murid baru," jawab pemuda itu singkat kemudian lanjut menggambar di belakang bukunya.
Anggi; begitu panggilan gadis itu, mengernyit dalam. Sambil berkacak pinggang, ia berkata, "Mau lo murid baru, mau lo murid lama, ya nggak bisa seenaknya gitu, dong, ngambil tempat orang. Apaan, sih?"
Bayu menghentikan aktivitasnya. Ia menatap datar Anggi yang lebih tinggi karena gadis itu berdiri di sampingnya. "Kalo Bu Fitri yang nyuruh, lo bisa apa?"
Gadis itu terdiam. Apa-apaan ini? pikirnya. Baru saja hendak marah, pukulan pelan di bahunya membuat ia menoleh ke belakang.
"Eh, Nggi, lo udah masuk?" Bila tersenyum tipis. "Kemana aja, sih, lo? Gue kira lo masuk jurang terus nggak balik lagi."
Plak!
Sebuah pukulan cukup kencang Bila terima di kepalanya, lagi. Itulah hasil yang didapat dari ucapan bar-barnya.
"Bar-bar lo dikurangin bisa, nggak, sih? Kayaknya lo minta ditimpuk mulu," omel Anggi menggebu-gebu.
Padahal ia hanya sehari pergi ke luar kota, sudah begitu saja omongan sahabatnya. Anggi pikir, ia mungkin akan mendapat pelukan rindu. Eh, sekarang malah ... ah, sudahlah.
Bila cengengesan tanpa dosa. Ia melirik Bayu yang sibuk mengambar sketsa sebentar kemudian mengarahkan pandangan ke kursi Ulfa yang masih kosong. Gadis itu lantas menarik Anggi untuk duduk di meja sebelahnya.
"Seharusnya lo beruntung punya temen bar-bar kayak gue. Daripada ngomong di belakang nantinya bakal menimbulkan perang dunia entah ke berapa?"
Anggi hanya menatap datar. "Serah lo, dah, serah!"
Gadis dengan rambut dikuncir ke atas itu bergidik acuh. Namun, panggilan dari teman sebangkunya sekarang membuat ia menoleh.
"Btw, itu kenapa dia bisa duduk sebangku sama Ulfa, sih?"
"Jodoh," sahut Bila singkat kemudian mengeluarkan sebuah buku tebal nan panjang dari tasnya.
"Woi! Siapa yang nggak dateng hari ini? Kalo nggak ada yang jawab, gue bikin alfa semuanya." Bila memekik kencang. Menjadi sekretaris kelas memang membutuhkan tenaga dan suara yang lebih.
Pukulan kembali didapatkan gadis itu. Namun, rasa sakitnya di tangan. "Gue nanya, ih. Lagian bel juga belum bunyi. Entaran aja ngisi absennya."
"Berisik kalian!" sahut kekesalan yang ada di seberang kiri meja Anggi dan Bila. Kedua gadis itu melihat ke arah sana, kemudian saling bertatapan.
"Gue bilang juga apa, mereka itu jodoh."
Anggi menggeleng pelan atas ucapan Bila. Mungkin temannya itu ada benarnya juga. Biasanya Ulfa yang jarang peduli dengan alam sekitar, kini dia mulai memerhatikan. Baiklah, perubahan yang baik.
Sedangkan di meja sebelahnya, seorang pemuda sibuk memerhatikan gadis di sebelahnya yang tengah menulis sesuatu di buku. Bukannya apa-apa, ia hanya tengah memikirkan hal apa yang bisa dilakukan untuk menjahili gadis itu lagi.
Secercah ide dengan cepat muncul di kepalanya. Sebelum melaksanakan kegiatan yang sekarang disukainya itu, Bayu menatap jam hitam di tangan kirinya lebih dulu.
Masih jam segini. Masih lama masuk.
Bayu tersenyum simpul. Tangannya kemudian terulur ke tempat Ulfa. Tidak, lebih tepatnya ke rambut yang tergerai indah itu. Awalnya ia memegangnya lembut. Lama-kelamaan ...
"Aww!" Ulfa meringis keras. Siapa juga yang tidak meringis jika rambutnya ditarik cukup kencang.
Bayu yang ada di sebelahnya lantas tertawa keras. Ia sampai memegang perutnya sendiri karena menurutnya itu sangat lucu. Padahal, tatapan yang diberikan Ulfa sungguh sangat tajam. Setajam ... silet!
Gadis itu menghela napas berat. Sabar, yang di sebelah lo ini memang nggak waras.
Ulfa memaling dari Bayu yang masih terus tertawa. Kembali ia fokus menulis di bukunya. Berharap semoga idenya tadi tidak jadi hilang.
Sayangnya, kejahilan si pemuda tidak sampai di situ. Sekali lagi, ia melakukan hal yang sama. Namun, beberapa helai rambutnya sampai rontok.
"Nggak punya akal lo!" pekik Ulfa tepat di depan wajah Bayu.
Pemuda itu tertawa kembali. Baginya, wajah Ulfa sangat-sangat lucu jika tengah kesal. Akan tetapi, tawanya seketika berhenti kala pukulan bertubi-tubi dengan buku dilancarkan oleh Ulfa. Tak hanya tangannya, tapi bahu bahkan kepalanya juga kena imbas.
"Mampus, lo! Nggak seneng banget liat orang tenang. Gue jadiin makanan kucing!" raung gadis itu penuh amarah.
Seisi kelas tampak tak peduli. Mereka hanya melirik sebentar kemudian lanjut pada aktivitas masing-masing. Sedangkan Anggi dan Bila menatap seakan sedang melihat pertunjukan. Jarang-jarang Ulfa seperti ini. Jadi, sungguh sayang jika dilewatkan.
Tangannya tak henti menghujami Bayu dengan pukulan. Seperti ada rasa bahagia tersendiri. Sama seperti saat dulu Anda dan dirinya masih bersama ....
Bayu merasakan, pukulan itu memelan. Ada apa? Bukankah dia belum jadi sesuatu yang bisa dimakan kucing? Ia pikir, pukulan itu akan tahan lama. Namun ternyata, dua menit saja tidak sampai.
Ulfa berbalik, membuat kepalanya menopang pada dinding. Ingatan tentang sahabat kecilnya kembali tersirat. Entah mengapa, pemuda di sampingnya itu selalu membuat teringat akan Anda-nya
"Lo kenapa? Kok berhenti? Udah puas atau takut karena gue anak orang kaya jadi bisa semena-mena?" ucap Bayu dengan menaikkan dagunya.
Rasa sedihnya seketika menguap. Entah mengapa, Bayu selalu bisa membuat emosinya berubah-ubah. Perlahan, ia menoleh pada pemuda itu. Meluncurkan tatapan seperti predator yang hendak menerkam mangsa.
"Nggak salah gue manggil lo dengan sebutan 'Sisong'. Asal lo tau aja, ya, gue nggak akan pernah takut sama lo!" balas Ulfa tajam dan menusuk lagi dingin.
Bayu langsung membuat ekspresi seakan takut. Namun, itu hanya sebentar. Ia kembali pada raut andalannya, songong.
"Wih, wihhh ... galaknya datang lagi. Hahah. Jangan galak-galak amat lu, maemunah. Entar lo cepet peyot kayak nenek gue." Pemuda itu mengakhiri dengan tawa kencang.
Buk!
Satu pukulan tepat mendarat di kepala Bayu. Ia meringis sejenak lantas menatap Ulfa dengan tatapan songong itu lagi.
"Makan, tuh!"
Sungguh, jika setiap hari seperti ini, Ulfa bisa terkena darah tinggi. Bayu akan selalu membuat hidupnya tak tenang. Jika begitu, ia rela duduk di atas atap saja, asalkan jangan bersama pemuda itu.
Jika berpikir bahwa Bayu hanya diam saja, maka pikiran Ulfa salah. Dengan tiba-tiba, buku berwarna putih yang ia pakai untuk memukul kepala Bayu direbut begitu saja.
"Balikin, woi!" kata Ulfa hampir emosi. Tenang, jangan dulu.
Jika itu hanya buku biasa, maka ia akan membiarkannya. Namun, buku itu penuh dengan cerita untuk novelnya. Dan yang paling mengerikan adalah, buku itu juga berisi curahan hatinya tentang Anda.
"Kenapa harus gue balikin? Kan gue mau nimpuk lo balik dulu." Senyum miring Bayu terbit.
Gadis di depannya hanya menatap datar. "Hah, beraninya cuma sama cewek doang. Cowok macam apa lo?" cibir Ulfa.
Ia mendapat gidikan tak acuh. "Terserah, sih."
Hingga Ulfa sadari pemuda itu hendak membuka lembaran pertama dari bukunya.
"Mari kita liat, apa yang dibuat oleh si Judis ini."
[23/05/20]
To be continued.
Yihaaa! We're back, yeee.
Gimana-gimana sama bagian ini? Kasih tau pokoknya. Aku maksa, wkwk
Nggak terasa ya, udah lebaran aja. Sebelumnya maaf, ya, kalo misalnya aku dan temenku punya salah. Kalo nggak punya salah, ya minta maaf juga, wkwkw
Habiskan momen indahmu bersama keluarga, ya!
Minal aidin wal faidzin. Mohon maaf lahir batin.
vanilla-shawty dan mari-ngopi
See yaaa! 🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top