05 - Terciduk!
"Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini, ingin itu, banyak sekaliii ...."
Langkahnya riang. Dengan sekantong makanan dan minuman di tangan kiri, gadis berkuncir tinggi itu berjalan ke suatu arah. Hingga ia sadari, mungkin dirinya akan terkena masalah. Tidak, tidak! Temannya.
Bila menghentikan langkahnya tak jauh dari UKS. Matanya menangkap sosok wanita berbadan tinggi dengan rambut sebahu tengah celingak-celinguk di depan pintu UKS.
"Mampus! Malah Ulfa ada di dalam lagi."
Tangan yang menenteng kantong plastik berisi makanan disembunyikan di belakang tubuhnya. Dia berjalan cepat menuju UKS. Benar, ada yang harus diselamatkannya.
"Siang, Bu," sapa Bila ramah. Di dalam saat ini dia tengah deg-degan parah. "Ibu ngapain celingak-celinguk gitu? Mau dibantu cariin?"
Wanita berwajah judes itu dengan cepat menoleh. Mata tajam di balik kaca mata kotak itu langsung mengintimidasi Bila. Nyali gadis itu seketika menciut.
"Saya mau ngecek, ada murid bolos, nggak di sini." Bu Tari menjawab jutek. "Kamu sendiri ngapain? Mau bolos? Minta masuk BK, ya?"
Bila menggeleng cepat. "Enggaklah, Bu. Saya mau ngambil minyak kayu putih. Soalnya temen saya sakit perut."
Bu Tari tampak mengangguk samar. Ia menatap isi UKS sejenak kemudian berkacak pinggang. Wajah garangnya sudah cukup memudar. Itu membuat sedikit kelegaan bagi Bila.
"Ya sudah. Saya pergi dulu. Mau lanjut potong rambut anak laki-laki yang nggak tau aturan."
Wanita berkaca mata itu melangkah menjauh. Sebelum begitu jauh, Bila berkata, "Jangan lupa, sekalian dibotakin aja, Bu."
Tanpa sadar gadis itu tertawa sendiri. Ternyata seru juga bermain-main dengan api. Namun, kala teringat sesuatu, Bila lantas segera menjejakkan kakinya masuk ke dalam UKS.
"Lah, Ulfa ke mana?" gumamnya tatkala menyadari UKS terlihat sama sekali tak ada kehidupan.
Setelah meletakkan kantong makanannya di brankar, ia melangkahkan kaki lebih jauh ke dalam. Berharap menemukan Ulfa yang mungkin bersembunyi karena takut ketahuan Bu Tari.
Bila sama sekali tak mengecek belakang pintu. Kedua insan yang ada di sana malah masih saling menatap. Mencoba menemukan sesuatu yang janggal dari mata masing-masing.
Si gadis sibuk mencari kejanggalan di mata hazel si pemuda. Sedangkan pemudanya sibuk mengagumi mata hitam kelam itu. Mereka sungguh terlarut di dalam suasana. Sama sekali tak menyadari sudah ada yang memerhatikan sejak beberapa detik lalu.
"Mantul! Gitu aja terus sampai taon depan!" pekik Bila hingga membuat Ulfa dan Bayu tersadar. Mereka menatap lurus dan mendapati gadis itu tersenyum miring sembari berkacak pinggang.
Keduanya langsung berdiri. Mereka sama-sama gugup. Namun Bayu lekas beranjak dari sana menuju brankar yang ia tiduri tadi dengan wajah tanpa dosa.
"Romantis banget kalian tadi. Kalo nggak gue teriakin, mungkin bentar lagi kalian nganu," ucap Bila masih dengan senyum miringnya. Ia berjalan menutup pintu kemudian duduk di kursi.
"Nganu apaan?" pekik Ulfa dan Bayu bersamaan.
Bila menatap keduanya bingung. Sedetik kemudian ia tersenyum simpul. "Tuh, kan, serentak. Jodoh kalian entar di masa depan."
Gadis berkuncir tinggi itu mengambil bungkusan yang ia bawa tadi. Mengambil bungkusan coklat lantas memakannya perlahan.
Ulfa dan Bayu saling bertatapan sebentar. Mereka kemudian menghujani Bila dengan tatapan kesal. "Idih, jijik!"
"Udah, jodoh kalian, jodoh! Dari tadi barengan mulu. Sekarang ngomongnya yang barengan, nanti duduknya barengan, terus ketawanya barengan, abis itu pacaran, awokawok. Kalian lucu sangat!"
Tuturan tanpa henti itu seperti air mengalir. Bila masa bodo dengan yang lain. Yang terpenting coklat di dalam mulutnya sungguh lumer. Ia akan beli lagi nanti.
"Nggak ada akhlak lo, jadi temen," cetus Ulfa lantas merebut bungkusan berisi banyak makanan itu. Ia mengambil sebungkus roti kemudian melahapnya.
Bayu yang sedari tadi memerhatikan dari brankarnya memutar bola mata malas. Masih dengan wajah datarnya, ia mencibir, "Dasar ciway-ciway aneh."
Bila yang mendengarnya segera menatap Bayu dengan tatapan tak dapat diartikan. "Kalo mau tinggal minta, nggak usah pake cibir-cibiran segala."
Beberapa detik kemudian, sebuah bungkusan roti melayang ke arah pemuda itu. Dengan sigap ditangkapnya. "Thanks. Lo baik, nggak kayak temen lo yang judes itu."
"Lo apaan, sih? Itu, kan roti kesukaan gue." Ulfa tak terima.
Astaga, roti srikaya itu langka sekali jika sudah nangkring di kantin. Jika berhasil mendapatkan satu saja, sudah sangat beruntung. Ini, teman laknatnya malah seenak jidat memberikan pada orang lain.
Gadis itu tertawa di depan Ulfa. "Kalo masih mau, lo bisa bagi dua sama Bayu. Iya, kan, Bay?"
Bayu bergidik dengan mulut yang sudah penuh dengan roti. Kalimat selanjutnya dari Bila membuat pemuda itu tersedak karena tak bisa menahan tertawa.
"Btw, Ulfa nggak judes-judes amat, kok. Kalo mau, gue bisa jinakin dia untuk lo."
Plak!
Bila meringis karena kepalanya dipukul cukup keras oleh Ulfa. Pukulannya benar-benar seperti pakai emosi terdalam.
"Temen laknat lo, Bil. Mentang-mentang nggak ada Anggi, seenak jidat aja lo kalo ngomong."
Awalnya Bila ingin tertawa kencang. Namun, melihat Ulfa pergi dengan membawa kantong plastik berisi seluruh makanannya. Ia lantas ikut keluar UKS. Mengamankan makanan-makanannya yang mungkin saja akan dibuang oleh gadis yang tengah emosi itu.
Bayu yang masih dalam posisi rebahan ke samping sembari mengunyah rotinya, menggeleng sekilas. Sebuah rencana lantas terbesit itu benaknya.
"Cewek yang emosian. Kayaknya jahilin dia seru."
Sedangkan di luar sana, Bila masih berusaha mengejar Ulfa yang jalannya sangat cepat. Gadis itu pikir, temannya akan membuang semua makanan kesukaannya itu. Namun ternyata, Ulfa malah menduduki tempat rindang yang hampir takkan terlihat oleh teman-temannya yang ada di lapangan.
"Mantul! Nggak salah pilih tempat lo, Fa," kata Bila kemudian ikut duduk di samping temannya. "Besok-besok, moga lo nggak salah pilih jodoh juga, ya."
Helaan napas panjang terdengar oleh Bila. Namun tampaknya, gadis itu sangat tak acuh. Ia lebih memilih memakan kembali coklatnya yang tersisa.
"Kalo mutilasi anak orang, dosa nggak, sih, Bil?" tanya Ulfa dengan tenang, tetapi menusuk.
"Emang lo mau mutilasi siapa?" tanya Bila balik, mengabaikan atau bahkan tak menyadari nada menusuk itu karena sibuk dengan coklat terus.
"Gue mau mutilasi lo, bego!" Ulfa menoyor dahi Bila. "Dari tadi lo ngeselin mulu."
Gadis berkuncir tinggi itu memberhentikan acara makannya. Ia melirik Ulfa dengan ujung matanya. "Gini-gini, lo tetap sayang, kan sama gue? Kalo nggak ada gue, pasti hidup lo hambar mulu."
Setelah rangkaian kejadian yang membuat Ulfa terus naik pitam, kini ia bisa tertawa. Sahabatnya itu selalu saja bisa menjungkirbalikkan keadaan dengan cepat.
"Iye, iye. Lo garamnya."
Bila tak menggubris lagi. Ia kembali sibuk dengan coklat-coklatnya. Coklat itu adalah dunia bagi Bila. Manis dan tak menyakitkan. Tidak seperti janji doi yang dulu pernah terucap untuk takkan meninggalkan.
"Btw, Bil. Kok gue merasa, Bayu itu mirip sama seseorang, ya?"
Tatapan Ulfa lurus ke depan. Kembali tergambar diingatannya tentang dua orang yang mempunyai mata yang mirip.
"Woi, Fa. Di bumi itu ada 7,4 milyar manusia. Jadi mungkin si Bayu itu adalah salah satu dari orang yang punya muka mirip dengan orang yang pernah lo kenal."
Ulfa menghela napas lagi. Sahabatnya itu ada benarnya juga. Tetapi, ia masih tak yakin itu adalah seseorang yang sekedar mirip. Ia rasa ... semuanya lebih daripada itu.
"Memangnya, Bayu mirip siapa, sih?"
***
[16/05/20]
To be continued.
Aloha! Kabarnya masih baik, kan? Semoga, ya!
Sorry for some typo or something like that. Hope you like this story and give us some apreciation :)
See yaaa! 🖤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top