04 - Murid Baru

Kaki jenjang Ulfa memasuki kelas yang ternyata sudah cukup ramai itu. Tanpa banyak bicara, Ulfa langsung menempati tempat duduknya yang berada di sudut kiri.

Yap, tempat duduk favoritnya di kelas adalah di dekat dinding. Karena di sanalah letak ia bisa mencuri-curi untuk membaca novel. Juga tempat di mana selalu membuatnya teringat akan kata sahabatnya dulu.

"Aya kalo sekolah nanti duduknya di dekat dinding, ya. Biar bisa sandaran kalo capek. Anggap aja itu Anda."

Ulfa tersenyum sendiri mengingat itu. Dan benar, rindunya bertambah. Ia menggeleng cepat untuk mengusir pikiran-pikiran tentang sahabatnya.

Dijatuhkannya bokong di kursi tercinta. Jam tangan hitam yang melingkar manis di tangan Ulfa telah menunjukkan pukul 08.00. Akan tetapi, tidak ada sama sekali tanda-tanda guru akan masuk.

Ulfa yang melihat tanda-tanda seperti ini langsung tersenyum lebar. Seperti sebuah keberuntungan. Sebab, karena hal itulah membuat Ulfa bisa membaca novelnya. Dikeluarkannya benda segi empat yang sangat tebal itu dan langsung ia baca isi dari kertas-perkertas itu.

Di kala tengah asik membaca, langkah kaki seseorang memenuhi indra pendengaran Ulfa dan teman lainnya. Bono yang notabenya adalah ketua kelas langsung saja mengintip.

"Duduk, woi! Bu Fitri!" pekik Bono membuat semua mengacir mencari tempat duduk yang tiba-tiba hilang.

Bu Fitri masuk kelas dengan senyum mengembang dan tiga buku paket yang selalu ia pegang. Kemudian seseorang datang menyusul. Gerusak-gerusuk terdengar. Bagaimana tidak, laki-laki tampan kini memasuki kelas mereka.

Ulfa dengan sikap tak pedulinya hanya melengos menatap sekilas kemudian lanjut membaca. Kegiatan Ulfa membuat kesan tersendiri bagi laki-laki yang baru datang itu.

"Tenang kenapa, sih! Saya membawa murid baru. Perkenalkan nama kamu," ucap Bu Fitri memersilahkan murid baru itu memerkenalkan diri.

"Gue, Bayu Louis Evans. Pindahan dari Inggris." Singkat, padat, jelas.

Setelah Bayu memerkenalkan diri, para gadis di sana malah berbisik tak jelas. Apalagi sepasang gadis yang duduk di depannya. Hah ... mengapa semua isi kepala gadis hanya pemuda tampan?

Ulfa terheran melihat gadis di kelasnya ini. Ada yang baru di bilang tampan. Tapi tidak dengan Ulfa. Karena menurutnya, yang tampan hanya sahabatnya.

"Busettt. Jauh bener," cetus Bono.

"Ya, sudah. Kamu duduk di samping Ulfa." Ulfa yang mendengar namanya disebut langsung melotot.

"Lah, Bu? Inikan tempat Anggi." Benar, ia sebangku dengan Anggi. Tapi kali ini Anggi tidak hadir.

"Anggi bisa sama Bila. Jadi Bayu sama kamu aja," jawab Bu Fitri. Ulfa menghela pasrah. Mau tak mau ia mengangguk mengiyakan.

Bayu mulai berjalan ke arah Ulfa. Semua tatapan mengarah padanya. Mungkin merasa iri karena ia bisa duduk bersama pria tampan. Tapi menurutnya pria ini biasa saja.

Ulfa yang terlalu malas untuk menatapnya, mengacuhkan dan kembali fokus kepada novelnya. Sedangkan Bu Fitri tadi sudah pergi begitu saja. Mungkin tadi pamit, tapi entah mengapa ia tak mendengar itu. Apa dia terlalu fokus pada Bayu ini? Ah, tidak mungkin.

Bayu langsung mendudukan bokongnya di sebelah Ulfa. Gadis di sebelahnya hanya diam.

Ketika tangan Bayu tak sengaja menyenggol lengannya, Ulfa menoleh. Kedua mata mereka beradu. Mata hazel Bayu membuat ia ingat pada seseorang.

Mata itu ..., batin Ulfa yang masih terdiam menatap mata indah itu.

"Sorry." Seketika Ulfa tersadar.

Dengan cepat ia menatap ke arah lain. Gugup. Itu yang menggambarkan dirinya.

"Boleh minjem pena lo?"

Ulfa kembali menoleh. Tak salah dengar? Pemuda pindahan Inggris ini meminjam pena kepadanya? Apa dia jatuh miskin makanya tak sanggup membayar sekolah di Inggris lalu pindah ke sini. Makanya pena pun pinjam?

"Gue punya satu. Pinjam sama yang lain aja," jawab Ulfa malas.

Ia berdecak sembari memutar bola matanya. Ia berpikir bahwa Ulfa cukup pelit. Ulfa hanya acuh melihat itu dan langsung kembali membaca novelnya.

"Dasar, pelit!" ucap Bayu melengos.

"Bodo!"

"Free class, Bon?" teriak Ulfa yang membuat Bayu menutup telinganya.

"Yoi."

"Berisik!" Bayu yang menyahut.

"Suka gue! Awas lu," jawab Ulfa yang langsung menyingkirkan kaki Bayu yang menghalang dirinya. Mau tak mau Bayu menggeser dan membiarkan gadis ini keluar.

"Nanti kalo ada guru bilang kalo gue keluar bentar." Bono mengangguk dan Ulfa juga langsung keluar.

Bayu yang melihat itu hanya diam dan tersenyum penuh arti.

***

Panas terik seperti sekarang membuat siapa saja enggan berolahraga, di luar pula. Ini adalah jam pelajaran olahraga bagi kelas XI IPS, kelas Ulfa. Banyak yang menggerutu kesal terutama para gadis.

"Pura-pura sakit, yuk," ajak Bila membuat Ulfa mengernyit. "Biar nggak olahraga. Panas bego!"

Ulfa mengangguk semangat. Ia juga malas berolahraga di siang bolong seperti ini.

Mereka berdua langsung menghampiri Pak Kalik yang tengah mengabsen satu-persatu siswanya.

"Pak?" Pak Kalik yang posisinya tengah duduk, mengadah menatap Bila yang memanggilnya.

"Kenapa?" ketus Pak Kalik yang sepertinya tahu maksud dari mereka.

"Yaelah Pak, tajem banget kayak bunga mawar," kilah Bila sedangkan Ulfa sebisa mungkin menahan tawanya.

"Kok?"

"Iya, Pak. Menyakitkan," ucap Bila yang langsung terkekeh.

"Edan. Mau apa kalian?" tanya Pak Kalik langsung.

"Ini, Pak, Ulfa sakit. Ha, iya. Jadi saya mau nganter ke UKS, Pak," ucap Bila tiba-tiba.

Nape gue, sih? batin Ulfa tidak terima.

"Bener, Ulfa?" Pak Kalik seketika memperhatikan Ulfa dari atas hingga bawah. Ulfa yang merasa diperhatikan sebisa mungkin membuat mimik muka yang benar-benar terlihat sakit.

Ulfa mengangguk.

"Ya udah, sana. Temenin dia," suruh Pak Kalik yang memberi izin.

Bila langsung semangat 45 ketika diberi izin. Tanpa babibu, Bila menyeret Ulfa begitu saja.

"Kenapa gue, sih, yang lo bilang sakit?" Ulfa menjitak kepala Bila yang kini tengah berjalan bersamanya.

"Hehe, maap. Ya udah, sih. Eh, lo ke UKS aja dulu. Gue mau cari makanan. Kita makan di UKS," kata Bila.

"Emang boleh?" tanya Ulfa. Karena setahunya tak boleh ada yang sengaja makan di UKS jika tidak benar-benar sakit.

"Enggak, sih. Tapi tenang, hari ini yang jaga nggak ada. Oke?" Ulfa mengangguk dan Bila langsung berlari menuju kantin.

Ulfa langsung melangkah ke UKS. Sesampainnya di UKS, Ulfa merebahkan tubuhnya di atas brankar. Ia menoleh ke samping kanan terdapat tirai yang tertutup. Dengan penasaran, sekali tarik ternyata ada pemuda yang tengah tertidur.

"Wah ... bolos lo, ya?" tuding Ulfa yang ia tahu bahwa pemuda ini tidak tidur.

"Apa kabar sama lo?" ucap pemuda itu balik.

"Wah, songong. Murid baru juga!" Yap dia Bayu. Bayu yang sedari pelajaran olahraga tak muncul.

"Panas. Lo sendiri juga boloskan karena panas?" Ulfa tak menjawab. Benar juga. Ia bolos karena malas berolahraga siang-siang.

"Ye, diem." Bayu tertawa membuat Ulfa mencibir.

"Laalalalaalalala."

Ulfa terdiam mendengar suara dari luar. Suara yang ia pasti itu bukan suara Bila. Tunggu, yang sering nyanyi lalalalala hanya Bu Tari. Guru yang katanya killer. Karena Ulfa yakin itu Bu Tari. Dengan cepat ia turun dari brankarnya, dan langsung menarik Bayu ke belakang pintu UKS.

"Kenap---" Belum sempat berbicara mulutnya sudah dibekap duluan oleh Ulfa.

"Ssttt ...," bisik Ulfa dengan meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya

Pintu terbuka membuat Ulfa dan Bayu terhimpit dan semakin membuat mereka tidak ada jarak. Lagi dan lagi mata mereka kembali beradu.

Duh, Mama! Jantung Bayu kenapa?

Duh Mama! Jantung Ulfa kenapa?

***

[27/04/20]

To be continued.

Hola! We're back, hehe.

Duh, jantungku juga deg-deg kalo liat ada yang nge-vote :'v

Tau, ah. Moga suka pokoknya :D

See yaaa! 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top