33. i was told

Bangun.

Pandanganku kabur. Entah dari mana suara berdenging ini berasal, tetapi aku tahu gelombang suara itu menusuk telinga sehingga kepalaku terasa sakit. Walau demikian, aku berusaha untuk beranjak dari posisi tidur, merasakan sendi-sendi dalam tubuh yang entah kenapa terasa nyeri.

Kutarik napas dalam-dalam secara perlahan, mendapati tidak ada bau signifikan yang menyerbang di udara. Padahal, kamarku biasanya memiliki bau baju yang lama yang tidak pernag dikeluarkan dari lemari.

Pandanganku memperjelas. Ruangan ini berwarna putih, kasur yang kududuki pun berwarna senada. Ketika penglihatanku menyapu seisi ruangan, aku memahami bahwa tidak ada pintu, jendela, bahkan ventilasi udara tersedia di sini.

"Di mana ...." Suaraku terdengar serak. Sudah berapa lama aku tertidur?

Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?

"Ruangan ini sepertinya kamu desain dengan sempurna, Key," ucap sebuah suara memecahkan keheningan yang tadinya bertengger pada atmosfer ruangan.

Aku mengerutkan dahi, mencari-cari sosok sumber suara yang memikat itu, kemudian mendapati seseorang terduduk di ujung kasur. Kelihatannya, dia adalah seorang perempuan, dengan rambut ikal panjang bercorak kebiru-biruan, rompi lusuh, dan wajah yang separuhnya ditutupi oleh poni.

"Jadi, apa tujuanmu mengunciku di sini bersamamu, hm?" tanya perempuan itu.

Aku menggelengkan kepala pelan walau tidak yakin dia akan melihat gestur tubuhku. "Aku bahkan tidak tahu siapa kamu."

"Oh, benarkah? Kamu tidak tahu siapa aku?" Gadis di hadapanku tertawa kecil. "Lucunya."

Suaranya mendayu, begitu menarik perharian dan perasaan. Aku yakin, apabila aku mengenali seseorang dengan suara selembut sutra yang melodic dan sememikat itu, aku tidak akan melupakannya.

Kepalaku terasa pening karena mencoha untuk mengingat-ingat apakah aku memang mengenalinya atau tidak. Namun, setelah berusaha menggali informasi dalam memori, tak kunjung kutemukan ingatan tentang gadis itu.

"Aku akan memberikanmu petunjuk," si gadis menoleh padaku dengan telunjuk tangan di depan wajahnya, "kamu seakan dewa; aku seakan hambamu. Namun, apabila suatu hari nanti kamu diturunkan di duniaku, akulah yang berkuasa atas segala aksimu."

Dahiku semakin mengernyit. Tidak ada dari kenalan-kenalanku yang berbicara seperti itu; puitis dan penuh teka-teki. Orang ini jelas bukan---

Dewa.

Berkuasa.

Pada kesadaran akan dua kata kunci tersebut, aku terperanjat, otomatis mundur sampai punggung dan kepala bagian belakangku terbentur dinding. Kedua mataku membelalak, dadaku mengembang, kemudian mengempis dengan cepat, seolah rindu pada udara.

Phoebe.

Phoebe?

Gadis itu tersenyum tipis. Aku tidak bisa melihat ekspresi matanya, mengingat sebagian wajahnya tertutupi rambut, tetapi aku tahu itu bukan senyuman yang ramah.

"Kenapa, Key?" Phobe memiringkan kepalanya ke sebelah kanan sedikit. "Kamu kelihatannya takut. Aku tidak melakukan apa-apa, lo?"

"Bagaimana ... bagaimana bisa aku ada di sini? Bagaimana bisa kamu ada di sini?" tanyaku.

Phoebe mengedikkan bahu. "Bukankah ini yang alam bawah sadarmu inginkan, Key? Bukankah aku favoritmu, di antara semua tokoh yang kaubuat sengsara, dalam kisah-kisah mereka yang traumatis?"

Phoebe adalah salah satu tokohku.

Tepatnya, seperti yang ia bilang, favoritku.

Dia adalah favoritku karena merupakan karakter yang tidak punya akal sehat untuk berinteraksi dengan manusia lain; sang kejahatan itu sendiri; orang sakit jiwa yang dikaruniai kutukan untuk kemanusiaan melalui suara dan matanya yang tersembunyi.

Sekali saja dia menyibakkan poninya ke belakang, sekali saja aku menatap matanya, tamatlah riwayatku. Tentu, aku tidak akan mati begitu saja, tetapi siapa yang mau disiksa hanya untuk kesenangan orang sakit jiwa?

Phoebe adalah favoritku apabila dia hanya berupa susunan kata.

"Oh, aku juga awalnya kebingungan, Key. Mengapa aku ada di sini? Mengapa kamu mau bertemu denganku sekarang? Tapi ... bukankah itu tidak penting?"

Tidak.

Phoebe menyibakkan poninya ke belakang. Cepat-cepat kututup kedua mata dengan telapak-telapak tanganku. "Karena sekarang, seharusnya kita bisa bersenang-senang saja, 'kan, Key?"

Kugelengkan kepalaku dengan pelan.

"Lihat sini," tegas Phoebe. Aku dapat merasakan aura perintah yang kuat; tetapi tanpa kontak mata, seharusnya aku aman.

"Ayolah, Key, tidakkah kamu mau merasakan bagaimana rasanya menekan mata sendiri sampai ke dalam?"

Hening.

Seharusnya, aku aman.

Aku mau keluar dari sini. Bagaimana caranya aku keluar dari sini?

Setidaknya, begitu pikirku sampai kedua tanganku bergerak dengan sendirinya.

Keluarkan aku. Jangan kurung aku bersama Phoebe. Siapa pun selain Phoebe.

Kemudian, ibu jari-ibu jariku mulai mendekati pandanganku secara perlahan, mengizinkan aku mendapati Phoebe yang menyeringai untuk beberapa saat sebelum jari-jari ini menekan bola mataku.

Siapa pun selain Phoebe!

***

679 kata.

Prompt: Terjebak bersama MC favorit.

Dedicated to Blackpandora_Club

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top