25. Love at First Flight

Dedicated to Blackpandora_Club

June's Prompt: Cerpen, jatuh cinta dengan alien.

***

Alam semesta memiliki lebih banyak galaksi selain Bima Sakti.

Memiliki banyak planet selain Bumi.

Memiliki lebih dari satu tata surya, tetapi anehnya, banyak manusia yang masih berpikir bahwa mereka adalah satu-satunya di alam semesta.

Tentu saja, aku pernah menjadi salah satu dari mereka.

Setidaknya, sampai aku bertemu dengan Yzobelle, makhluk bernama Exavyera.

***

Pria itu mendengkus, napasnya yang terlalu panjang membuat lembaran-lembaran kertas yang ada di atas meja kerja berhamburan ke lantai. Dia beranjak dari kursi duduk kemudian membungkuk untuk memungut lembar-lembar kertas itu.

Pekerjaannya membosankan.

Noah selalu memiliki rencana terhadap apa yang akan dia lakukan di waktu mendatang. Dia merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang memiliki gambaran luas soal masa depannya. Semua rencananya itu selalu jitu dan berhasil, kecuali rencana karir yang pernah dia buat.

Tidak pernah sekali pun Noah berpikir ia akan bekerja sebagai seorang peneliti di laboratorium yang lokasinya dirahasiakan dari para warga bumi lain. Dengan fasilitas dan misi yang sama rahasianya dengan lokasi kantor milik Noah, dia harus memberikan para atasan sesuatu yang bisa membuat mereka tertarik.

Spesifiknya, Noah harus menemukan hal-hal baru yang berkaitan dengan sains di bumi. Beberapa bulan lalu, para atasan bahkan menginginkan elemen baru yang tentu saja tidak bisa dilakukan semudah itu.

Tentu, bumi memiliki kemungkinan tak terhingga, tetapi kemungkinan-kemungkinan itu juga haruslah masuk akal. Karena itulah, Noah menyesali keputusannya beberapa tahun lalu untuk mendaftar di Thorella Inc..

Tentu, Noah menyukai sains. Sebab itulah ia kuliah di penjuruan yang serasi. Namun, tidak pernah dalam benaknya ia berpikir pekerjaan di bidang yang sama akan membuat otaknya berhenti digunakan. Sungguh, sekarang Noah mulai berpikir siapa pun orang di balik Thorella Inc. hanya seorang billioner yang mudah bosan karena fasilitas di laboratorium memerlukan dana yang besar, pun gaji para karyawan yang tidak sedikit.

Noah tengah memainkan pulpennya dengan tangan kiri, sesekali mengembuskan napas panjang yang tajam; tanda bahwa ia sedang bosan.

"Empat tahun bekerja di labolatorium, di ruangan riset sendiri, tanpa rekan yang menemani. Bagus sekali," ucap Noah kepada diri sendiri.

"Kenapa mereka mau membuatku memakan gaji buta?" imbuh Noah. "Maksudku, sebenarnya labolatorium riset ini dibangun untuk apa? Hanya untuk membuat fantasi seorang pria dengan jas mewah yang kaya raya mengenai sains menjadi kenyataan?"

Ketika Noah sedang asyik berbincang dengan angin kosong, pintu ruang kerjanya terbuka. Pintu otomatis yang terbuat dari baja dengan kaca anti peluru tersebut bergeser dan menampakkan rekan kerja yang memajang ekspresi unik.

Hela berdiri di ambang pintu, terengah-engah dengan bulir-bulir keringat yang mengalir di pelipisnya.

"Kenapa?" tanya Noah dengan alis yang bertemu.

Hela menarik napas dalam. "Kamu harus ke Quarter sekarang. Tim Watcher menangkap benda asing yang menarik!"

Ketika Hela selesai berbicara, Noah memutar bola matanya seraya berjalan mendekat. "Biar kutebak, UAV?"

Wanita di ambang pintu menggelengkan kepalanya cukup cepat kemudian menarik Noah dari ruangannya. Sambil berlari, Hela berkata, "Lebih baik lagi! Mereka membutuhkanmu, Noah. Mereka pikir, kamulah yang bisa mengidentifikasi benda itu."

Walau terdengar susah dipercaya, Noah membiarkan Hela menggiringnya ke Quarter untuk membantu Tim Watcher mengidentifikasi benda asing apa pun yang mereka temukan karena pada akhirnya, Noah menginginkan sesuatu untuk dikerjakan---sekecil apa pun itu.

***

Pria itu menepuk jidatnya pelan. "Itu UAV."

"What?" George, salah satu Tim Watcher, memekik. "Lihat, deh. Kendaraan itu terbuka dan ada tempat duduk untuk pilot di dalamnya. Tidak mungkin UAV! Pasti ada pilotnya di sekitar sana."

Noah menghela napas panjang. "Banyak UAV yang memiliki tempat untuk duduk dan mereka disetel dengan mode auto pilot."

"Ayolah, Noah. Ini akan menjadi penemuan yang menyenangkan! Apa kamu tidak melihat gambar yang kami tangkap dari kamera?" tanya Diaz---anggota Tim Watcher lainnya.

"Oh, aku melihatnya," Noah melirik foto yang ada di atas meja, "dan itu adalah UAV. Pesawat sirkular, tidak aneh."

"Ayolah, kendaraan udara mana yang bentuknya seperti itu di bumi, Noah?" tanya Hela.

Noah menggelengkan kepalanya perlahan. "Look, kalau aku keluar sana untuk memastikan bahwa tidak ada makhluk apa pun di sekitarnya bersama Tim Searcher, apakah kalian akan berhenti?"

Tim Watcher menganggukkan kepala mereka serentak, hal itu membuat Noah menarik napas dalam, sekarang, mereka harus mengadakan rapat dengan Tim Searcher dan ilmuwan lain mengenai masalah ini.

Setidaknya, kali ini Noah tidak akan merasa bosan walau dia juga berpikir keluar sana dan mengobservasi area tempat kendaraan udara itu ditemukan akan membuang-buang waktu.

***

H

ela telah memberikan Noah dan Tim Searcher koordinasi di mana benda asing itu ditemukan. Tempatnya ada 98 kilometer dari laboratorium Thorella Inc., di tengah hutan terbengkalai, bekas penebangan. Untungnya, hanya pinggiran hutan saja yang terkena penebangan.

Ada sebuah protokol dari laboratorium; apabila Tim Watcher menemukan benda asing tak teridentifikasi, Tim Searcher dan salah satu ilmuwan dari lembaga riset akan turun ke lapangan dan menyelidiki area di sekitar benda tersebut.

Tim Searcher mulai menyiapkan meja lipat dan beberapa kantong plasting untuk mengambil sampel dari kendaraan udara tak teridentifikasi yang ditemukan Tim Watcher. Sedangkan Noah hanya perlu berkeliling dan melihat kerja mereka.

Mereka tidak menemukan terlalu banyak hal; hanya fakta bahwa kendaraan sirkular itu dibuat dengan mineral yang tidak bisa ditemukan di bumi---tidak teridentifikasi---dan mesinnya kelihatannya mati.

Selain itu, tubuh dari kendaraan yang terdampar di hadapan mereka tidak memiliki cacat sama sekali; seolah siapa pun yang mendaratkannya di situ telah merencanakan hal tersebut.

Tim Searcher merasa sampel yang mereka dapat dari kendaraan tak teridentifikasi itu cukup, maka, setelah beberapa jam berada di lapangan, mereka memutuskan untuk membenahi barang-barang dan kembali ke laboratorium.

Noah pun berpikir demikian, setidaknya, sampai dia melihat secercah cahaya dari dalam kendaraan udara itu.

Kendaraan tersebut terlihat sempit, tetapi entah mengapa, jika Noah memperhatikan dengan saksama, dia bisa melihat bahwa pesawat apa pun di hadapannya lebih dalam daripada kelihatan.

"Hei," Noah menaikkan suaranya satu oktaf, "ada sesuatu di dalam pesawat ini."

Salah satu Tim Searcher, Ben, menjawabnya tanpa berbalik. "Maaf, Profesor, kita selesai di sini. Mungkin, besok kita bisa kembali setelah kamu mengidentifikasi mineral-mineral yang tadi kita ambil dari pesawat itu."

Noah memutar bola matanya. "Oh, ayolah. Kita masih di sini, menginvestigasi sebentar lagi apa susahnya?"

"We're off the clock, Sheriff."

Dengan jawaban itu dari Ben, Noah berdecak. Mungkin karena jarangnya hal seperti ini terjadi, Tim Searcher terbiasa bekerja mengingat mereka menghabiskan waktu dengan minum kopi di kafe lembaga atau tidur di bunker.

Didorong rasa penasaran, Noah memberanikan diri untuk melangkah maju dan memasuki kendaraan udara asing itu. Ketika dia sudah sepenuhnya menginjakkan kaki di dalam, pesawat tersebut menyala dan pintu serta jendelanya tertutup rapat.

Di tengah kepanikan, Noah berbalik dan menyaksikan ekspresi setiap anggota Tim Searcher yang terlihat syok dan panik, kemudian, kaca kendaraan udara itu berubah hitam.

Kedua alis Noah bertemu. Ia melangkah mundur secara spontan, berusaha untuk mencari jalan keluae ketika seseorang memukul kepalanya dari belakang dengan keras.

***

N

oah menarik napas dalam ketika dia terbangun dari pingsannya.

Ilmuwan itu mengerjap beberapa kali guna memperjelas pandangan hanya untuk mendapati makhluk dengan penampilan paling asing tengah memperhatikannya di depan mata.

Makhluk itu memiliki rambut, layaknya para manusia. Namun, rambutnya keriting dan berwarna ungu. Kulitnya berwarna merah muda dengan beberapa bintik biru di pundak, sikut, serta pipinya. Selain itu, kedua manik mata makhluk tersebut sepenuhnya berwarna biru---tidak ada pupil maupun iris, hanya biru.

"A---" Noah ingin berteriak, atau setidaknya mengatakan sesuatu, tetapi tenggorokannya seolah tercekat. Pria tersebut menyadari bahwa dia terduduk di sisi pesawat, tidak terluka walau merasa kepala bagian belakangnya sedikit nyeri.

Makhluk itu tersenyum, menunjukkan gigi-gigi putihnya yang rapi. "Hai, makhluk Terra."

Ketika mendengar suara makhluk itu, Noah mengerutkan dahinya. Mereka bertatap-tatapan selama beberapa saat, cukup untuk menyadarkan Noah bahwa makhluk di hadapannya mengedit secara vertikal.

"Kamu ... bicara bahasaku?" tanya Noah. "Kamu bukan manusia."

"Ah," makhluk itu mengedip dua kali seraya menyentuh ujung baju Noah sedikit, "itukah nama rasmu? Nama rasku adalah Exavyera, dari planet Pavitone, Andromeda."

"Andromeda?" ulang Noah.

Makhluk di hadapan Noah mengangguk. "Andromeda. Galaksi."

"Iya ... aku tahu itu apa. Um, namaku Noah."

"Namaku Yzobelle."

"Isabelle?"

Yzobelle menggelengkan kepalanya pelan seraya tertawa kecil. "Y-zo-belle."

Noah mengalihkan pandang ke kaca yang ada di hadapan kokpit, mendapati beberapa bintang yang terlihat kecil dan planet Neptunus tak jauh dari radar penglihatannya. Terkejut, Noah dengan refleks berusaha untuk berdiri, tetapi ia tidak kuasa menahan vertigonya, lalu kembali terduduk.

"Ada apa Noah, manusia dari Terra, Bima Sakti?" tanya Yzobelle.

"Kita di luar angkasa?" tanya Noah sedikit berbisik.

Yzobelle terkekeh, mendekati Noah dan kembali berbisik, "Iya."

Ini menakjubkan.

Alien itu nyata.

Alien itu ada.

Aku berbicara kepada alien yang memahami bahasa bumi!

"Noah?" Yzobelle memanggil sembari melambai-lambaikan tangannya di hadapan Noah. "Noah hilang!"

"Noah tidak hilang," ucap Noah. "Noah---aku. Aku hanya ... um, maaf, tadi kamu bilang kamu berasal dari planet Pavitone, galaksi Andromeda?"

Yzobelle mengangguk dengan senyuman tipis.

"... Hm."

Para ilmuwan dan bahkan NASA hanya memiliki hipotesis sementara mengenai planet apa yang ada di galaksi Andromeda, dan saat ini, hanya ada satu yang kemungkinan bisa dianggap planet, yaitu planet PA-99-N2.

Dengan fasilitas dan bahan-bahan terbatas di bumi, tentu saja sulit bagi mereka untuk meneliti planet lain di galaksi yang jaraknya berjuta-juta tahun cahaya. Namun, ada sebuah kemungkinan makhluk di hadapan Noah adalah penghuni planet yang mereka kenal sebagai planet PA-99-N2.

Noah membenahi cara duduknya yang diikuti oleh Yzobelle. Pria itu mengerjap, lalu menatap Yzobelle dengan saksama. "Kamu, asalmu dari Andromeda."

Yzobelle mengangguk. "Exavyera membutuhkan bantuan dari banyak ras di planet-planet lainnya. Aku, Yzobelle, bertugas untuk mencari bantuan ke planet Terra."

Oh, itu tiba-tiba. Sepertinya, dia tidak mau menghabiskan waktu terlalu lama.

"Bantuan seperti apa? Kenapa datang ke Bumi?"

"Ah, itukah panggilan kalian untuk planet tempat kalian tinggal?" Yzobelle mengerjap tiga kali, lalu mengembuskan napas pelan. "Exavyera ingin mencari elemen bernama ... um, aku tidak ingat."

"Tidak," Noah memiringkan kepalanya sedikit ke arah kanan, "kalau kamu butuh bantuan, kenapa kamu menculikku?"

"Aku tidak punya pilihan!" seru Yzobelle. "Manusia-manusia di Terr---Bumi sangat histeris dan tidak mau mendengarkanku ketika aku berbicara. Hanya dengan cara inilah aku bisa berbincang satu dengan satu.

"Tetua bilang, kami harus mencari makhluk berwenang di tiap planet dan berbicara kepada mereka mengenai kondisi ras kami. Kamu terlihat seperti orang yang punya wewenang, jadi, aku mengambilmu."

Salah besar, Yzobelle.

Noah menggaruk tengkuknya. "Tidak, um, aku bukan orang yang punya wewenang atas apa pun. Aku cuma seorang ilmuwan di suatu lembaga, bekerja di laboratorium mereka untuk meneliti banyak hal yang bisa dianggap sains."

"Seperti elemen!" seru Yzobelle.

"Kamu tahu sains?"

"Tentu saja," Yzobelle memutar bola matanya dengan penuh gurau, "kami telah mempelajarinya tiga milenium yang lalu. Sains itu tonggak kehidupan kami di Pavitone."

Oke, jadi, manusia itu bukan hanya egois tapi juga ketinggalan zaman.

Noah mengangguk pelan. "Lalu, apa yang kamu butuhkan sampai harus pergi keluar dari planetmu?"

"Oh, Tetua percaya bahwa ras Exavyera adalah ras paling terdepan dalam masa-masa evolusi di planet Pavitone. Namun, semakin lama, banyak Exavyerian di setiap belahan pulau meledak."

"Meledak?" beo Noah.

Yzobelle mengangguk. "Meledak." Exavyerian itu membuat bunyi ledakan dan memperagakannya dengan tangan.

"Kenapa bisa meledak?"

"Um, peneliti kami menemukan gejala sebelum Exavyerian meledak. Mereka akan kehabisan napas, tersedak, lalu meledak. Mungkin, di planetmu sama saja dengan kematian."

Hm, cara matinya menakutkan.

Yzobelle mengembuskan napas pelan. "Jadi, para peneliti melakukan riset beberapa bulan terakhir ini, dan mereka menemukan bahwa sebab dari meledaknya jutaan Exavyerian adalah karena semakin lama, atmosfer di Pavitone semakin tidak aman untuk dihirup.

"Karena itu, para peneliti---"

Noah memotong penjelasan Yzobelle. "Mereka ingin kamu---dan beberapa Exavyerian, mungkin---untuk mencari elemen lain yang aman dihirup."

Exavyerian di hadapan Noah mengangguk dengan senyuman lebar. "Iya, iya! Para peneliti menyakini bahwa elemen bernama ok ... okigen?"

"Oksigen," ralat Noah.

"Iya! Oksigen, akan membantu kami untuk hidup dengan aman."

Noah manggut-manggut. "Memangnya, apa yang ada di atmosfer kalian?"

"Oh, karbon monoksida."

"What???"

"Eh?"

Pandangan pria dengan kaos hitam dan rompi biru itu kini tertuju ke lantai pesawat. Lalu, dia kembali ke Yzobelle dan bertanya, "Bagaimana bisa atmosfer kalian dipenuhi dengan karbon monoksida? Kalian selalu membakar kayu dan batu bara atau pergi ke gedung terdekat dengan semacam mobil apa bagaimana?"

"Oh," Yzobelle mengerjap, "kami memang memiliki kendaraan yang menggunakan gas bernama bensin ke mana-mana."

"Apakah kalian punya tanaman?"

"Apa itu?"

Hah.

Noah memicing. "Kamu tidak tahu apa itu tanaman?"

Yzobelle, dengan polosnya, menggelengkan kepala pelan tanpa memalingkan pandangan dari Noah.

Hah.

Lucu.

???

"Um, tadi, saat kamu mendarat di Bumi dan keluar dari pesawatmu, kamu lihat ada banyak benda-benda menjulang tinggi dengan benda-bensa kecil berwarna hijau di ujungnya, 'kan?"

Yzobelle mengangguk setelah tersenyum lebar. "Oh, iya! Apa itu? Tekstur benda itu pun sangat aneh, rapuh tapi juga kokoh."

"Iya, itu pohon. Salah satu tanaman. Oksigen bisa didapatkan dari tanaman, mereka berfotosintesis dan menghirup karbon dioksida untuk selanjutnya memberikan kita oksigen. Kupikir, kalian yang mempelajari sains tiga milenium lebih awal akan nengetahui hal itu."

"Eh ...," Yzobelle menggaruk puncak kepalanya, "aku tidak mengerti masalah sains per sains. Aku hanya seorang astronom! Aku terduduk di hadapanmu saat ini karena aku mau secara sukarela membantu."

Hah.

Lucu.

???

Noah membersihkan tenggorokannya. "... Baiklah. Apa Pavitone memungkinkan tanaman untuk tumbuh?"

"Oh, tanaman butuh apa? Sejujurnya, selama aku hidup, aku tidak pernah melihat tanaman seperti yang ada di Bumi. Di buku-buku di sekolah juga tidak ada."

"... Oh, iya?"

Yzobelle mengangguk.

Dari kesaksian Yzobelle, Noah dapat menyimpulkan bahwa para Exavyerian di Pavitone hidup dengan aman sampai sekarang karena dahulu, mereka tidak memiliki kendaraan yang bergerak dengan bensin.

Maka dari itu, karbon monoksida pun tidak mungkin ada di sana. Lebih masuk akal apabila Noah menyimpulkannya seperti itu.

Selain itu juga, dia masih takjub dengan fakta bahwa makhluk lain dari galaksi lain dengan nama, istilah, dan pengetahuan asing ada di hadapannya. Noah ingin mempercayai bahwa ini hanya semacam mimpi, tetapi rasa nyeri di kepala bagian belakangnya terlalu nyata. Apalagi, Exavyerian ini terlihat cukup cantik walau wujudnya tidak manusiawi.

Hah, cantik?

Noah menampar kedua pipinya dengan keras, membuat Yzobelle terkesiap.

"Kenapa kamu menyakiti diri sendiri?" tanya Yzobelle khawatir.

"Untuk kembali sadar," jawab Noah. "Baiklah, ayo kembali dulu ke Bumi. Aku butuh beberapa persiapan kalau kamu ingin bantuan dariku."

"Oh, tentu saja!" Yzobelle menyahut seraya beranjak dari duduk dan pergi ke kokpit. Dia terduduk di kursi pilot, menekan tombol-tombol dengan aksara yang asing kelihatannya bagi Noah, lalu pesawat itu pun berbalik arah.

Noah dapat melihat penampakan Bumi dari kaca kokpit. Kedua manik matanya membelalak, takjub akan pemandangan yang ada di hadapannya.

"Hei, Yzobelle," panggil Noah.

"Hm?" respons Yzobelle singkat.

"Berapa lama untukmu tiba di Bumi dari Pavitone?"

Yzobelle terdiam sejenak. Dia menekan tombol berwarna ungu, lalu layar hologram tampil di hadapan mereka.

"Sekitar dua jam, kenapa?" tanya Yzobelle balik sambil menoleh ke arah Noah yang berdiri di sampingnya.

Hah, lucu.

???

"Oh, tidak apa-apa. Um, pesawat ini bahan bakarnya apa? Lajunya cepat, ya?"

Yzobelle mengangguk. "Ogevia, mineral yang kami temukan dua ratus tahun lalu. Mineral ini dapat membuat kendaraan mana pun melaju lebih cepat dari kecepatan cahaya!"

Oh, ya, itu cukup masuk akal.

"Omong-omong, Noah, persiapan seperti apa yang kamu butuhkan?" tanya Yzobelle.

Noah mengedikkan bahu. "Di Pavitone tidak ada oksigen, apalagi nitrogen, 'kan? Atmosfernya, seperti yang kamu bilang, dipenuhi dengan karbon monoksida. Aku tidak akan bisa bernapas dengan baik. Jadi, kita harus kembali ke Bumi agar aku bisa membawa makanan, minuman, pakaian, helm, serta tabung oksigen.

"Lagipula, aku harus melihat kondisi planetmu dulu. Tanaman tidak bisa sembarangan tumbuh. Kalau tanah Pavitone tidak subur, ya mana mungkin kalian akan mendapatkan oksigen."

Genggaman Yzobelle pada kendali pesawat mengerat, Noah menyadari hal tersebut.

"Kenapa?" tanya Noah.

"Kalau kami tidak bisa menanam tanaman, oksigennya bagaimana?"

"Yah, mungkin aku bisa mencari alasan untuk membawakan tabung oksigen besar ke planetmu, atau kita masukkan saja tanaman-tanaman dari Bumi ke pot yang ada tanahnya."

Yzobelle tertawa. "Cara bicaramu lucu."

Hah.

Lucu.

???

Sepertinya, aku terlalu banyak menghirup udara laboratorium. Sesuatu di dalam sana pasti merusak otakku. Atau mungkin rasa sakit ini, aku ingat Yzobelle sempat memukulku keras.

Iya, mungkin karena itu.

Kenapa juga jantungku berdegup kencang setiap Yzobelle tertawa atau tersenyum? Dia makhluk asing, sialan!

Mana kami baru bertemu.

"Noah, terima kasih, ya." Yzobelle menoleh sekali lagi ke arah Noah untuk memberikannya senyuman yang lebar.

Hah.

Lucu.

???

"Tidak masalah," balas Noah.

Bagaimana caranya aku mencari alasan soal tabung oksigennya, ya? Yang lain tidak bisa tahu soal Yzobelle. Salah-salah, dia akan dikarantina dan diteliti.

....

Apa, sih. Kenapa aku memikirkan yang seperti itu?

Kenapa juga aku peduli?

Noah, aneh, lo.

***

2.681 kata.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top