14. Dear Diary
01 Juni
Hari ini aku pindah sekolah. Aku tidak terlalu mengekspektasikan hal yang muluk-muluk, karena aku tidak peduli dengan sekolahnya. Aku hanya ingin bertemu dengan orang-orang yang baru.
Sudah bertahun-tahun lamanya aku pindah sekolah, tak ada banyak orang yang bisa membuatku betah. Mulai dari guru yang kasar hingga teman-teman yang gemar beradu gosip, semuanya tak ada yang menarik.
Kali ini, alasanku untuk pindah sekolah adalah ditindas. Aku tahu, aku tidak seharusnya berbohong tentang hal macam itu. Namun, aku tidak peduli. Tidak ada orang yang bisa membuatku nyaman, mengapa aku harus bertahan di sana?
Sekolahku yang baru juga tidak terlalu biasa. Gedungnya lebih mewah dari sekolah-sekolahku yang dahulu, fasilitasnya lebih memadai, seragamnya lebih nyaman dikenakan. Mungkin karena orang tuaku sadar, aku selalu minta pindah.
Kalau alasannya bukan karena guru, pasti karena teman-teman sekolah. Kalau bukan dua itu, aku cari alasan seperti sekolahnya mulai roboh atau apalah.
Aku yang anak semata wayang ini tentu saja dipercayai. Mereka mencarikanku sekolah baru, dengan orang baru yang mungkin bisa membuatku nyaman. Namun, sejauh ini mereka belum berhasil.
Katakan aku ini terlalu manja, tetapi aku tidak peduli. Untuk apa sekolah bila aku tidak bisa nyaman dengan lingkungannya? Aku butuh seseorang sesegera mungkin.
Hari ini adalah hari di mana aku melihat-lihat sekolah, jadi aku belum bertemu dengan teman-teman. Aku ditempatkan di kelas 2-B, tidak terlalu buruk. Kelasnya terlihat nyaman, tempat duduknya sendiri-sendiri, papan yang digunakan adalah papan kapur.
Kantinnya lumayan kuas, pun lapangan utama. Lapangan dalan ruangan memiliki sebuah panggung, mungkin karena dipakai juga sebagai aula.
Semua klub memiliki ruangannya masing-masing, ada dua gudang penyimpanan di setiap lantai, rooftop juga tidak terlalu buruk.
Aku menyukai sekolahku yang baru, banyak ruangannya.
***
6 Juni
Halo lagi, buku harian.
Hari ini aku mulai sekolah. Tidak seperti orang-orang yang ada di sekolahku terdahulu, mereka tidak memperhatikanku secara berlebihan. Ketika aku berjalan menyusuri lorong, mereka tidak melirik sama sekali.
Mungkin aku akan menyukai sekolah ini, itu pun bila aku juga menemukan seseorang.
Saat pelajaran pertama dimulai, gurunya menerangkan dengan sangat baik. Sayangnya, aku kedapatan di kursi paling belakang, di barisan tengah. Tidak masalah juga sih sebetulnya, aku tidak perlu memperhatikan guru. Otakku ini sudah pintar.
Tidak ada yang menarik dari sekolah, semuanya membosankan. Aku belum ikut klub mana pun, mungkin nanti harus lihat-lihat dulu.
***
19 Juni
Hari ini aku bangun kesiangan. Bus sudah berangkat, sepedaku rusak. Aku terpaksa lari dari rumah menuju sekolah. Jauh, lelah, tetapi aku tidak mau telat dan membuat orang tuaku marah.
Sebetulnya, orang tuaku sedang tidak ada di rumah. Namun, tetap saja. Kalau mereka mendengar aku datang terlambat, aku pasti kena semprot. Orang tuaku itu tipe disiplin sekali.
Untungnya, aku sampai tepat saat bel masuk berbunyi. Aman, akhirnya kekhawatiranku hilang. Dari situ sampai waktu makan siang, tidak ada yang menarik.
Hingga aku menyusuri sekolah lagi di saat yang lain memakan bekal makanan mereka. Aku sedang melamun sambil berjalan, kemudian aku berbelok di ujung lorong. Salahku bila seseorang menabrakku juga.
Aku terjungkal ke belakang, bokongku mendarat duluan. Ada sebuah suara lembut yang menanyakan keadaanku, apakah aku baik-baik saja atau aku kesakitan.
Saat aku mendongak, aku melihat wajahnya yang indah. Belum pernah kulihat wajahnya yang seindah itu. Kedua manik obsidiannya membuatku terpaku, suaranya yang lembut membelai hati.
Asumsiku, sepertinya dia kakak kelas. Aku tak sempat bertanya siapa namanya. Dia langsung membantuku berdiri kemudian meminta maaf, setelah itu pergi seraya membaca sebuah buku saat berjalan.
Dia laki-laki yang menarik. Sesuatu dalam dadaku bertalu, tak henti-henti. Seolah mengatakan aku harus mengikutinya.
***
22 Juni
Tanpa sadar, ternyata aku mendambakan pertemuan itu; aku ingin bertemu lagi dengan kakak kelas yang tempo hari tak sengaja kutabrak.
Lalu, aku tidak sengaja melihatnya berjalan dengan sebuah buku menuju klub literasi. Dia membuka pintunya, setelah masuk ke ruangan, dia cepat-cepat menutup pintu sehingga aku tak bisa melihat isinya.
Aku ingin bertemu dengannya.
Aku ingin tahu siapa namanya.
Aku mendambakannya. Apakah perasaan ini salah? Aku bahkan tak mengenalinya. Satu tatapan dari kedua manik obsidiannya yang berkilau membuatku terpana, seolah hatiku dipancing begitu saja.
Apa yang telah dia lakukan kepadaku?
***
23 Juni
Walau aku bukan orang yang rajin membaca, aku mendaftar untuk klub literasi. Apakah aku berlebihan? Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama laki-laki tempo hari walau sebagai teman satu klub.
Ternyata, dia ketua klub literasi. Cocok, karena ke mana pun dia pergi, aku selalu melihatnya dengan sebuah buku di tangan. Keren sekali, kuharap dia mau berbicara denganku.
Pulang sekolah tadi, aku kumpul di klub literasi bersama anggota yang lain. Dia yang menyuruhku untuk memperkenalkan diri. Mendengar suaranya yang lembut membuatku senang, apakah itu aneh?
"Halo, Aeri. Namaku Gio. Kuharap kamu betah di klub ini, ya."
Hanya satu kalimat itu membuatku senang bukan main. Aku tahu, dia pasti mengatakannya kepada semua anggota baru. Apakah salah jika aku menganggapnya spesial?
Sepanjang hari, kami berdiskusi tentang buku apa yang sedang dibaca dan bagaimana kesan kami terhadap buku tersebut. Aku sempat kebingungan, karena aku tidak membaca buku sama sekali.
Kak Gio yang bertanya kepadaku, buku apa yang sedang kubaca. Ketika aku menjawab bahwa aku tidak membaca buku dan mendaftar klub ini untuk meningkatkan semangat literasiku, dia tersenyum tipis.
Manis sekali, aku hampir memekik.
"Kalau begitu, mulai sekarang aku akan membantumu selaku ketua klub ini. Aku bertanggungjawab atasmu, 'kan?"
Keren sekali.
Hatiku tak sanggup. Apa yang telah dia lakukan kepadaku?
***
24 Juni
Hari ini aku memiliki kesempatan untuk berbincang dengan Kak Gio di luar kegiatan klub walau hanya mengenai perkembanganku dengan novel yang dia pinjami kemarin.
Aku hampir berjingkrak, hanya novel miliknya saja membuat hatiku berbunga-bunga. Apakah aku berlebihan? Namun, tentu saja aku tidak mengekspresikan hatiku dengan jujur di hadapannya. Apa yang akan dia pikirkan tentangku nantinya?
Setelah kami selesai memperbincangkan novelnya---yang benar-benar kubaca karena di dalamnya ternyata ada tulisan tangan Kak Gio---aku pamit undur diri.
Tak lama kemudian, perasaanku mulai tidak enak. Saat aku berbalik, seorang gadis sedang mengobrol dengan Kak Gio. Gadis itu manis sekali, rambutnya yang berkilau panjang terurai, membuatku iri.
Dia kelihatan ceria, Kak Gio bahkan menanggapinya dengan senyuman tiada henti. Siapa gadis itu? Apakah ada sesuatu antara mereka? Aku harus tahu.
***
25 Juni
Aku terlalu sibuk tenggelam dalam seribu pertanyaan mengenai gadis yang berbincang ria dengan Kak Gio kemarin di sekolah sampai lupa untuk mencarinya.
Hari ini, aku berpapasan dengan gadis itu. Dia menawarkanku sebuah kue mangkuk yang dibuatnya sendiri, katanya baru coba-coba. Setelah kuicip, ternyata rasanya enak.
"Kamu buat sebanyak itu?" Begitulah pertanyaanku ketika aku melihat tempat makannya.
Gadis itu terkekeh. "Iya, aku ingin memberikan sesuatu kepada Gio. Ah---aku terlalu banyak bicara! Tolong, rahasiakan ini, ya? Dia tidak boleh tahu sebelum aku memberikannya sendiri."
Aku tidak percaya dengan pendengaranku sendiri. Gadis itu sudah manis, ceria, dia pintar masak juga. Aku bisa melihat begitu banyak potensi bagi Kak Gio untuk jatuh hati padanya.
Sedangkan aku? Aku hanya gadis berpenampilan biasa dengan keinginan biasa. Tidak ada yamg spesial dariku. Apakah aku masih boleh merasakam perasaan ini?
Tentu saja boleh. Aku baru saja mulai menyukai Kak Gio. Mengapa aku harus berhenti?
***
27 Juni
Ada kabar simpang siur bahwa seorang siswi dari sekolahku telah menghilang selama dua hari. Namanya Anna, poster dengan wajah dirinya ditempel di dinding sekolah.
Aku mengenali wajahnya, itu gadis yang sama yang tempo hari berkata dia ingin memberikan Kak Gio kue mangkuk buatannya yang lezat. Semua orang di sekolah kelihatannya membicarakan Anna, menyayangkan kehilangannya.
Sepertinya semua orang mengenali Anna. Aku tidak terkejut, dia gadis yang cantik dan dermawan perilakunya. Sayang sekali, dia menghilang.
Hari ini, aku berbincang dengan Kak Gio. Namun, topiknya sekarang adalah Anna. Dia bilang, dia khawatir akan keadaan Anna. Dia bilang, Anna bukan tipe orang yang akan kabur dari rumahnya. Dia bilang, dia takut Anna kenapa-kenapa.
Kak Gio kelihatan benar-benar peduli kepadanya. Apa Anna sepenting itu? Melihatnya cemas begini membuatku sakit, apakah dia menyukai Anna? Apa hubungannya dengan gadis itu?
Seharusnya, Anna tidak pernah menghilang. Maka aku tidak perlu tahu kenyataan bahwa Kak Gio benar-benar peduli kepadanya.
***
30 Juni
Dua hari ke belakang, aku hanya berani untuk memperhatikan Kak Gio dari jauh. Dia masih terlihat sedih, mungkin karena Anna tidak ditemukan di mana pun. Teman-temannya juga tidak melihatnya pada hari di mana dia menghilang.
Sebetulnya hari ini aku berniat untuk menghiburnya, sayang ada gadis lain yang sudah mendekatinya. Aku tidak tahu siapa dia, tetapi jelas sekali dia menggunakan hilangnya Anna yang misterius menjadi tiket ke gerbang hati Kak Gio.
Kentara sekali dia kelihatan menyukainya. Kak Gio juga, dia tersenyum ketika gadis itu berbincang dengannya. Padahal dua hari lalu saat kami mengobrol, dia tidak tersenyum sama sekali.
Kenapa? Kenapa dia memperlakulanku dengan sangat berbeda? Apa aku kurang? Apa ada yang salah denganku?
Padahal, aku menginginkannya. Mungkin dia lebih menyukai gadis baru itu dibandingkan denganku.
***
3 Juli
Berita yang menggemparkan tiba-tiba membuat seisi sekolah ketakutan. Para petugas berwenang telah menemukan mayat Anna di saluran pembuangan dengan sebelas luka tusuk di perut dan dada.
Semua orang kembali membicarakannya, mengutuk siapa pun yang membunuhnya karena mereka menganggap Anna tak pantas untuk mati seperti itu.
Aku tidak merasakan apa pun atas kepergian Anna, tetapi sepertinya sekolah peduli. Mereka membuat semacam acara di aula dengan berbagai bunga dan foto Anna, kemudian kami disuruh untuk berdoa.
Aku tidak mengenali Anna, walau kuakui dia gadis yang baik. Hal pertama yang kulakukan setelah berdoa di aula itu adalah pergi mencari Kak Gio.
Kak Gio kelihatan sangat terpuruk, manik obsidian yang biasanya memancarkan cahaya kini redup. Dia kelihatan sangat terpukul dengan kenyataan bahwa Anna mati dibunuh. Apakah Anna sepenting itu baginya?
Akhirnya aku memberanikan diri untuk mendekat, lalu dia memelukku dengan erat. Dia terisak walau samar, aku bisa merasakan air mata yang menetes ke seragamku.
Dia berbisik dengan suara parau, dia menyalahkan dirinya. Dia berpikir bahwa dia adalah sebuah kutukan. Karena sudah dua gadis yang berbicara kepadanya menghilang.
Tentu saja aku bertanya dua gadis yang mana, yang kutahu hanya Anna. Dia berkata, temannya dari kelas 3-C menghilang setelah mereka berbincang hari sebelumnya. Dia menghilang pada tanggal 30 Juni.
Asumsiku adalah, itu gadis yang berusaha untuk menghiburnya tiga hari lalu. Mendengar tangisannya yang pilu menyayat hatiku, aku tidak mau dia menangis seperti itu. Dia bahkan berpikir dirinya ini membawa kutukan bagi orang-orang dan berkata agar aku menjauh.
"Aku tidak ingin kamu menghilang juga, Aeri."
Bisikannya itu membuat bulu kudukku meremang. Bisakah kamu bayangkan betapa senangnya aku ketika dia mengatakan itu? Dia peduli kepadaku.
Dia peduli kepadaku.
Dia peduli kepadaku.
Dia peduli kepadaku.
Aku bahagia. Begini saja sudah cukup. Rasanya, aku ingin memilikinya hanya untukku seorang. Apa aku harus membuatnya menjadi milikku?
***
4 Juli
Hari ini dia membuang kotak jus ke tong sampah, sayangnya meleset. Aku tahu ini terdengar gila, tetapi aku memungutnya. Sedotan bekas bibirnya masih ada, aku ingin menyimpannya.
***
5 Juli
Kancing seragamnya lepas. Setelah dia menghilang dari lorong, cepat-cepat kuambil kancing itu sebelum orang lain melihatnya. Walau hanya sebua kancing, tetap saja ini bagian dari dirinya. Aku ingin menyimpannya.
***
6 Juli
Hari ini dia menjatuhkan sebuah catatan dari sakunya. Itu seperti buku catatan kecil, ingin sekali aku membacanya tetapi Kak Gio berbalik karena dia merasakan ada sesuatu yang menghilang.
Saat dia melihatku, manik obsidiannya yang begitu indah memancarkan binar yang cerah. Dia cepat-cepat mendekatiku, membuat hatiku bertalu-talu. Apa yang telah dilakukannya kepadaku?
"Kamu masih di sini!" Itulah yang dikatakannya ketika dia melihatku. Mungkin, dia masih terbayang akan Anna dan gadis dari kelas 3-C yang menghilang tempo hari. Untuk kasus kedua itu, polisi masih mencari jejaknya.
Aku hanya mengangguk untuk kalimat Kak Gio. Dia tersenyum sangat lebar, sepertinya senang karena aku masih di sini. Lihat 'kan? Dia senang aku masih di sini. Sepertinya dia tidak mau aku menghilang juga. Dia peduli kepadaku.
Tentu saja, catatan kecilnya yang kupungut tidak jadi kubawa. Dia berterima kasih ketika aku memberikannya, kemudian berlenggang pergi dengan pamitan yang manis.
Dia melambaikan tangannya kepadaku. Kak Gio sungguh manis.
***
9 Juli
Hari ini, ada berita bahwa polisi menemukan mayat gadis dari kelas 3-C itu di pembuangan dalam kantong sampah yang berbeda-beda. Setiap bagian tubuhnya terpisah; dia dimutilasi. Tentu saja berita itu membuat seluruh sekolah gempar.
Setelah acara doa-doa di aula itu, aku kembali mencari Kak Gio untuk memastikan keadaannya baik-baik saja. Ternyata kelihatannya dia benar-benar ketakutan, dia menangis. Sepertinya, hati Kak Gio sangat lembut. Aku belum pernah melihat laki-laki menangis sebelumnya.
Saat aku hendak menghiburnya, dia mendorongku untuk menjauh. Dia berseru bahwa ini salahnya, dia berpikir, dialah yang membuat mereka menghilang.
Kak Gio berpikir bahwa dia adalah kutukan. Karena dua gadis itu menghilang sehari setelah mereka berbincang dengannya.
Omong kosong, tentu saja itu tidak benar! Kak Gio terlalu sempurna untuk menjadi kutukan, buktinya, aku masih ada di sampingnya walau sudah berbincang berhari-hari.
Akan tetapi, aku tidak mengatakannya. Dia pergi begitu saja dengan air mata yang masih mengalir. Melihatnya seperti itu membuatku sakit hati.
Apakah aku ... harus melakukannya besok? Astaga, memikirkannya saja membuatku berdebar-debar.
***
10 Juli
Aku ditolak. Kak Gio menolakku bahkan sebelum aku selesai menyampaikan perasaanku terhadapnya.
Aku ditolak.
Aku ditolak.
Aku ditolak.
Aku ditolak.
AkU DITOLAK.
AKU DITOLAK.
AKU DITOLAK.
Tidak apa-apa. Cepat atau lambat, dia akan menjadi milikku. Kak Gio hanya perlu waktu, dan aku harus bekerja lebih keras lagi untuk menarik atensinya.
***
11 Juli
Ada tiga poster orang menghilang di dinding sekolah. Salah satunya poster Kak Gio. Sayang sekali, padahal aku ingin mengungkapkan perasaan ini di bawah pohon di belakang sekolah.
Akan tetapi, nampaknya tidak bisa. Dia terlanjur menghilang, desas-desus mulai terdengar bahwa Kak Gio sebetulnya memasang topeng sebagai laki-laki sempurna yang dermawan untuk menutupi kedok pembunuh.
Mereka berpikir Kak Gio yang membunuh dua gadis itu. Tidak masuk akal, apa alasannya untuk membunuh? Lagipula, dia menangis ketika tahu mereka berdua mati terbunuh dan menyalahkan diri.
Mereka tidak tahu apa-apa tentang Kak Gio. Hanya aku yang mengenalnya.
***
12 Juli
Polisi tidak bisa menemukan Kak Gio di mana pun. Mereka berasumsi bahwa ini adalah kasus pembunuhan lain dan mencarinya di saluran pembuangan, jaga-jaga bila mereka menemukan mayatnya di sana.
Akan tetapi, mereka tak menemukan apa pun. Sayang sekali.
***
14 Juli
Aneh! Kenapa setiap orang yang membuatku nyaman tidak bertahan lama?
Pertama, Andrew. Dia berasal dari sekolah pertamaku. Dia punya mata yang indah juga, sama seperti Kak Gio. Sayangnya dia harus pergi setelah aku memilikinya.
Yang kedua, Henry dari sekolah keempatku. Dia punya mata biru yang begitu menawan. Sayangnya, dia harus pergi setelah aku memilikinya. Setelah itu, aku tidak lagi menemukan orang yang bisa membuatku nyaman.
Sampai aku pindah ke sekolah ini, dan bertemu dengan Kak Gio.
Alasan polisi tak dapat menemukannya adalah, karena dia ada bersamaku. Dia ada di ruang bawah tanahku, aman denganku.
Ah, aku menyukai matanya. Sangat teramat menyukai matanya. Aku tidak bisa berpaling darinya, mata obsidian itu sangat indah. Aku ingin membawanya ke mana pun.
Tanggal 12 kemarin, aku mengambilnya dari Kak Gio. Tidak masalah, 'kan? Dia milikku! Artinya, bila aku mengambil salah satu dari miliknya, tidak masalah!
Sulit untuk mengambil matanya tanpa membius Kak Gio, karena dia tidak henti-hentinya berteriak saat aku bekerja. Suaranya yang lembut itu dipakai untuk berteriak, membuatku mabuk kepayang. Aku menginginkannya!
Kalau orang tuaku ada di rumah, sepertinya mereka akan marah karena aku tidak memakai pembius. Namun, aku tidak bisa disalahkan. Aku sungguh tidak sabar.
Akan tetapi, kini yang kumiliki hanya kedua manik obsidiannya. Saat pulang sekolah tadi, aku pergi ke ruang bawah tanah untuk mengunjungi Kak Gio. Pandangan mengerikan menyambutku.
Dia mati.
Dia tergeletak dengan rongga mata kosong, mengeluarkan darah segar. Sekujur tubuhnya pucat, sepertinya dia kehabisan terlalu banyak darah. Padahal, dia sangat tampan.
Wajahnya benar-benar tampan, begitu indah. Aku tidak ingin menyimpan hanya dua matanya yang telah kuambil, melainkan seluruh tubuhnya.
Walau pada akhirnya dia meninggalkanku juga setelah aku susah payah menyingkirkan Anna dan gadis 3-C agar dia bisa melihatku, aku tidak keberatan.
Yang penting sekarang, dia milikku seutuhnya.
Yang penting sekarang, matanya benar-benar menjadi milikku.
Dia milikku.
Dan hanya milikku seorang.
***
2633 kata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top