╰──> ˗ˏˋ Hukuman Mati ˎˊ˗

Gojou Satoru tahu bahwa kematian hendak mengakhiri detak kehidupannya ketika sebuah peluru antah berantah menembus tubuhnya kala ia sedang duduk di ruang kerja untuk mengerjakan dokumen. Gojou Satoru juga tahu bahwa ia terkena tembakan seperti ini bukan tanpa alasan alias ia sudah menduga bahwa hari ini akan datang, peluru yang bermakna penggertakkan akibat ulahnya yang sudah terlampau jauh.

Maka dari itu, ketika tubuhnya yang berlumuran darah itu akan ambruk ke lantai, ia langsung terlempar ke masa lalu. Ia kembali ke masa semuanya bermula. Ke masa ketika ia pertama kali bertemu dengan Fushiguro Toji yang menyelamatkan dirinya dari gebukan preman jalanan. Masa ketika ia diusir dari rumah karena masa pemberontakan remaja, Toji menyelamatkannya dari kehidupan jalanan. Setelah beberapa lama kejadian itu, Toji juga berhasil menyelamatkannya dari tangan pebisnis kotor saingan keluarganya lantaran status yang ia miliki sebagai pewaris tahta. Toji telah menyelamatkan hidupnya sebanyak dua kali.

Satoru muda kala itu sangat mengenal sosok Fushiguro Toji yang dalam silsilah keluarga besarnya itu adalah sepupunya. Buangan keluarga Zenin yang mengganti marganya karena telah menjadi berandalan berbahaya. Cerita tentang Toji ini sudah tersebar luas di kalangan keluarga besar.

Jangan jadi seperti dia!

Begitulah peringatan mereka setelah mengakhiri sesi dongeng tentang Toji. Namun, setelah ia bertemu dan berinteraksi langsung, Toji tidak seganas yang diceritakan anggota keluarga besarnya. Pria itu sudah tobat. Buktinya ia telah menyelamatkan nyawa Satoru dua kali. Juga setelah ia amati lama, Toji hanyalah seorang pria bodoh (atau mungkin pura-pura bodoh) yang hanya ingin bertahan hidup. Maka dari itu, timbul keinginan Satoru untuk selalu membantu Toji sebagai balas budi karena telah menyelamatkan hidupnya sebanyak dua kali dan bersedia menampungnya. Ya, walau kadang ia bertindak kurang ajar pada pria yang 10 tahun lebih tua itu.

Kemudian, ketika ia tahu bahwa Toji bekerja sebagai pengawal pribadi seorang wanita konglomerat bermarga Sato, Ciara namanya, dan melihat dinamika interaksi mereka yang lebih dari sekedar majikan pengawal, Satoru pun menjadi orang pertama yang membantu kelancaran hubungan asmara mereka sebagai langkah awal balas budinya. Ketika pernikahan keduanya hanya dilakukan di gereja sepi tanpa tamu lantaran tak mendapat restu dari kedua pihak keluarga, Satoru berdiri sebagai bestman sekaligus tamu untuk pernikahan keduanya. Menjadi satu-satunya orang yang bertepuk tangan setelah sumpah janji sehidup semati dikumandangkan, menjadi satu-satunya orang yang memberikan siulan menggoda ketika Toji dan Ciara berciuman. Satoru senang karena ia menjadi satu-satunya pihak keluarga dari Toji sebagai saksi atas hari bahagianya.

Namun, kebahagiaan dengan Toji itu hanya sementara. Setelah kelahiran Megumi, Ciara meninggal dunia. Meninggalkan Toji dan Megumi. Membuat Toji menjadi sosok orang tua tunggal untuk Megumi. Satoru tahu bahwa menjadi orang tua tunggal sangatlah sulit apalagi ini adalah seorang Fushiguro Toji. Untuk itulah dengan segenap hati Satoru bersiap membantu Toji dalam mencukupi kehidupannya dengan Megumi.

"Terima kasih, Satoru. Aku akan selalu berutang nyawa untukmu."

Tidak, justru bagi Satoru apa yang dilakukannya ini tidak seberapa dengan apa yang dilakukan Toji dahulu padanya. Ia akan terus membantu Toji sampai pria itu dapat hidup dengan tentram bersama Megumi.

Oleh karena itu, ketika Toji dituding sebagai tersangka atas insiden di Osaka, Satoru berusaha keras untuk membelanya. Ia sangat tahu betul tabiat Toji dan sangat sangat sangat mustahil jika Toji adalah dalangnya. Walau pada akhirnya Toji dipenjara, Satoru masih terus menyelidiki kasus ini agar tertangkap pelaku yang sebenarnya.

Lagipula ia tak tahan dengan sorot kesedihan Megumi setiap malam. Anak itu dipaksa tumbuh tanpa kehadiran sang ayah. Juga sedikit kesal pada keputusan Toji yang menyuruh anaknya untuk mengunjunginya hanya setahun sekali. Seharusnya ia boleh mengunjunginya setiap saat.

"Aku tak ingin dia hanya terpaku padaku terus. Aku ingin dia terbiasa menjalani hidup normal walau tanpaku."

Satoru tak bisa berbuat apa-apa dengan perkataan Toji tersebut. Maka yang bisa ia lakukan hanyalah menyelidiki kasus Osaka ini, mencari kebenaran yang sebenarnya demi membebaskan Toji agar bisa bersatu kembali dengan anaknya.

Butuh waktu bertahun-tahun untuk Satoru menyelidiki ini lantaran ia bukanlah siapa-siapa yang memiliki koneksi dengan orang-orang hukum. Ditambah tebalnya dinding yang menutupi informasi-informasi detail kasus ini. Bisa saja ia memanfaatkan marganya 'Gojou' karena menjadi keluarga yang paling berpengaruh untuk menggali informasi. Namun, saat itu marga Gojou dalam namanya hanyalah marga kosong karena keluarganya belum mau menerima baik kehadirannya. Oleh karena itu, susah payah Satoru menurunkan ego dan harga dirinya agar bisa diterima kembali. Menjadi penjilat yang dipandang anak baik supaya tahta bisa turun padanya dan voila, Satoru pun mendapatkan kursi tertinggi keluarga Gojou.

Segera saja ia manfaatkan berbagai koneksi yang dimiliki keluarga Gojou untuk mengumpulkan bukti-bukti, penyelidikan, dan lainnya. Setelah melakukan penyelidikan dan mengumpulkan semua bukti, Satoru merasa miris akan ironi fakta yang ada. Semua penderitaan Toji disebabkan oleh keluarga Sato, keluarganya Ciara.

Ciara ternyata telah lama menuliskan wasiat bahwa harta kepemilikannya, yakni 60% saham dari semua perusahaan milik Sato akan diberikan pada Toji dan anaknya, Megumi. Hal itu ternyata membuat ayahnya, Sato Gija, tidak terima karena merasa Toji tidak pantas mendapatkannya. Namun, ia tak bisa melakukan apa-apa karena surat wasiat tersebut dipegang oleh adiknya alias Paman Ciara yang ternyata atasan Toji selama ini.

Peristiwa puncaknya ialah kejadian di Osaka. Tujuan asli perundingan di Osaka itu ialah memberitahukan semuanya pada Toji, tentang wasiat Ciara, siapa atasannya selama ini, dan solusi ke depannya. Namun naas, perundingan itu berujung aksi penyerangan yang didalangi Gija. Pria itu mengkhianati adiknya demi membatalkan pewarisan saham pada Toji. Gija menyewa grup tembak dan menyuruh mereka berbohong di pengadilan bahwa Toji adalah pemimpin mereka. Balasannya? Tentu saja uang yang melimpah. Mereka memang ikut dipenjara namun mendapatkan sel tahanan VIP dan hanya beberapa bulan saja ditahan. Semua fakta itu ditutupi oleh uang di pengadilan.

Kemudian, sekitar setahun yang lalu Gija sepertinya mengetahui bahwa Satoru telah menyelidiki lebih jauh kasus penembakan di Osaka. Berbagai gertakan dan teror ia terima. Namun, Satoru hanya bisa tertawa karena Gija sangat-sangatlah terlambat untuk mencegahnya. Satoru simpulkan bahwa Gija adalah pria yang sombong karena mengira semua tindakan kotornya tidak akan diketahui siapapun. Ia lupa bahwa ada keluarga Gojou yang lebih berkuasa.

Maka dari itu setelah ia siuman dan mendengar detail kejadian penembakan yang terjadi padanya juga kabar terbaru bahwa Toji mendapat tuntutan vonis mati lantaran tambahan bukti-bukti palsu yang memberatkannya atas kejadian 11 tahun lalu dari bawahannya, Ijichi, Satoru hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Menertawakan tindakan Gija yang terlalu konyol untuk menutupi semuanya. Bahkan bagi Satoru memenjarakan Toji seumur hidup atas kejadian Osaka saja sudah sangat konyol. Mengapa Toji tidak dibunuh sekalian 11 tahun yang lalu daripada gelagapan seperti ini?

"Makanya aku muak dengan marga Sato. Tak masalah margaku telah berganti menjadi Fushiguro walau tanpa restu. Fuck Sato!"

Satoru kembali tertawa ketika mengingat kembali ucapan Ciara yang entah kapan itu. Skor dirinya, Toji, dan Megumi dengan Sato Gija adalah 1:1. Gija telah memberikan penderitaan pada menantu dan cucunya selama bertahun-tahun. Kini ia akan mendapatkan penderitaan yang setimpal untuk itu semua.

'Suguru, aku percayakan semuanya padamu!'

.
.
.
.
.

"ASTAGA SEJAK KAPAN JEPANG JADI MACET BEGINI?!" teriak Suguru frustasi sambil memukul stir kemudinya. Mereka sedang dalam keadaan genting. Sebentar lagi persidangan vonis mati Fushiguro Toji akan dimulai. Mereka harus tiba sesegera mungkin untuk memberikan berkas-berkas bukti pada Nanami Kento, pengacara yant disewa Gojou untuk membela Toji.

Megumi yang duduk di kursi penumpang sebelahnya diam-diam mengetukkan jarinya gelisah sambil menatap kemacetan yang terjadi dibalik kaca mobil. Pemuda itu telah mengetahui semua kebenarannya beberapa jam yang lalu. Kini rongga dadanya menggebu-gebu dengan berbagai perasaan yang tak bisa didefinisikan.

"Halo Nanami? Apa?! Lima menit lagi dimulai?! Aku dengan Megumi terjebak kemacetan! Astaga ..."

Megumi melirik Suguru yang menjawab telepon dengan wajah pasrah. Menguping pembicaraan teman pamannya itu, Megumi simpulkan bahwa sidangnya akan dimulai sebentar lagi. Sebuah ide pun tiba-tiba muncul di dalam kepalanya.

"Getou-san, seharusnya kita bisa sampai berapa menit lagi jika tidak macet begini?"

"Hah? Oh, sebentar lagi seharusnya sudah sampai. Lurus terus ketemu perempatan, lalu belok kanan dan berjalan sedikit, sampailah di kantor pengadilan. Padahal hanya tinggal begitu, tetapi malah macet begini, sial!"

"Tolong berikan tas dokumennya, Getou-san. Aku akan turun, lalu lari ke sana."

Suguru langsung membelalak kaget sambil menoleh ke arah Megumi,"HAH?! LARI?!"

Megumi menoleh sambil tersenyum tenang, "Tenang saja, aku atlet baseball, jadi lari merupakan keahlianku."

"Aku tahu itu, tapi—" Suguru memutuskan perkataannya. Ia kembali menatap jalanan depan yang dipenuhi kendaraan, lalu kembali ke arah Megumi. Begitu berkali-kali sampai akhirnya dia hanya bisa mengusak rambutnya frustasi.

"Baiklah, pergilah Megumi! Aku percayakan padamu!"

Tas berisi dokumen diberikan pada Megumi. Segera saja Megumi mengenakannya, lalu spontan melesat keluar sesaat setelah kunci pintu mobil dibuka. Megumi berlari kencang menerobos keramaian. Tak peduli sesekali menabrak orang, pemuda itu terus berlari. Rute yang dikatakan Getou masih diingatnya dengan baik.

Tak lama kemudian ia pun sampai di gedung pengadilan walau dengan napas yang terengah. Megumi sangat kewalahan ketika ia mencari ruang sidang ayahnya lantaran gedung yang sangat luas. Ia sudah bertanya pada resepsionis juga pada beberapa pegawai yang lewat. Napasnya memburu, pikirannya kalut, Megumi benar-benar kelelahan saat ini. Ia benar-benar ingin berhenti sejenak untuk menarik napas. Namun, bayangan ayahnya di ruang sidang serta ketukan palu hakim selalu memecutnya untuk terus berlari.

Dalam sisa tenaga terakhir, akhirnya Megumi menemukan ruang sidang. Megumi segera mendobrak pintu ruangan. Tepat sesaat setelah ia masuk, palu akan diketuk oleh hakim.

"TUAN HAKIM!"



.
.
.
.
.
.






♥ 24 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top