21. Tujuan Putri Karina
.
.
Hari ini, Istana East diketahui menggelar Afternoon Tea untuk para bangsawan atas undangan Putri Karina. Ya, Pangeran Jace telah mendapatkan izin dari ratu untuk menggelar acara tersebut dengan inisiatif sang putri.
Beberapa jam sebelum acara digelar, Pangeran Jace menyempatkan diri untuk melihat penampilan sang istri dengan busana yang ditangani oleh desainer ternama kerajaan, Exel. Meskipun hari ini sang pangeran juga memiliki kunjungan yang harus dilakukan, namun prioritas utamanya tetaplah Putri Karina yang sudah meminta untuk dipilihkan busana dari semalam.
"Bagaimana, Yang Mulia?" tanya Putri Karina seraya memutar-mutar gaun di depan cermin berukuran satu tubuh.
Pangeran Jace memperhatikan dengan sorot tajam dari atas ke bawah tanpa menggerakkan kepala. Tangan kanan mengelus dagu dan tangan lainnya sebagai tumpuan. Putri Karina yang melihat ekspresi sang suami mulai sulit menelan ludah, seolah tenggorokannya terganjal oleh sesuatu. Ia berharap jika sang pangeran menyukai busana-busana tersebut. Sebab, ia tak memiliki waktu lagi jika harus mengenakan pakaian lain.
Sang adam kemudian berjalan menuju belakang Putri Karina dan meletakkan kedua tangan di bahu. Putri tersebut seakan paham dengan gerakan Pangeran Jace, sehingga ia memberikan kode, yaitu menaikkan satu tangan kiri sejajar telinga yang membuat Exel dan empat pegawainya, serta tujuh pegawai Istana East keluar dari ruangan.
Melihat kepergian seluruh pegawai, tubuh Pangeran Jace semakin dekat dengan sang istri, hingga Putri Karina bahkan dapat merasakan hembusan hangat napas Pangeran Jace di kulitnya. Secara perlahan, bibir sang pangeran mengecup ringan leher Putri Karina yang membuat perempuan itu seketika memejam.
Gerakan Pangeran Jace pun turun ke bahu, lalu ke punggung sang hawa hingga ia melepaskan resleting busana tersebut. Tangannya kemudian menjelajah dada sang istri yang membuat gaun tersebut jatuh bebas, memperlihatkan pakaian dalam puan tersebut.
"Aku selalu suka dengan penampilan ini," bisik Pangeran Jace tepat di telinga Putri Karina, terdengar sensual.
Putri Karina tergelak kecil. "Aku tahu, Yang Mulia."
Secara mendadak, Pangeran Jace memutar tubuh sang istri dan merebahkannya di sofa panjang yang tak jauh dari posisi mereka berdiri. Kedua netra mereka saling menatap satu sama lain. Dengan napas yang memburu, Pangeran Jace bertanya, "Apa yang sedang kau rencanakan, Putri?"
Putri Karina dengan wajah memerah dan napas terengah-engah pun menggeleng pelan. "Tidak ada, Yang Mulia."
"Kau tidak dapat membohongiku, Putri. Sekarang katakan, apa kau sedang mencari tahu sesuatu?" tegas Pangeran Jace dengan tangan yang sudah bergerak menuju bagian bawah tubuh Putri Karina.
Sang putri mengerjap beberapa kali, mencoba untuk tetap tidak terbawa suasana dengan sentuhan-sentuhan Pangeran Jace yang memabukkan itu. Sayangnya, Putri Karina gagal untuk mempertahankannya.
"Iya, Yang Mulia. Aku ... memang mencari tahu sesuatu. Namun aku memastikan bahwa itu berjalan dengan benar. Setelah itu, aku akan memberitahu semuanya padamu."
Putri Karina refleks meremas kuat lengan Pangeran Jace, kepala sang putri bahkan mendongak hingga memperlihatkan leher jenjang itu di hadapan suaminya.
"Aku akan menunggu, Putri. Omong-omong, aku menyukai pakaian hijau di ujung sana. Pakailah busana itu!"
"Ba-baik, Yang Mulia."
Siang itu pun ditutup dengan penyatuan dua insan pemimpin Istana East di dalam ruangan kedap suara yang penuh cinta.
.
.
Afternoon Tea atau Jamuan Teh adalah acara resmi kerajaan yang dilakukan pada sore hari sebelum makan malam.
Satu per satu tamu undangan yang merupakan para wanita berpengaruh pun menghadiri acara. Nampak sederet nama-nama besar, seperti Viscountess Christensen yang merupakan pemilik perusahaan perhiasan di Nethervile, Baroness Grissham sebagai pemilik tanah terbesar di wilayah Creaule, Viscountess Agatha yang memiliki perusahaan otomotif, Marquess Isabella sang legenda mode di Atharia, dan lain sebagainya. Mereka tampak menggunakan busana terbaik yang mereka miliki.
Tentu saja demikian. Sebab, acara Jamuan Teh yang diadakan di Istana Aglait secara tidak langsung menjadi ajang peragaan busana bagi para bangsawan. Selama acara berlangsung, berbagai majalah dan surat kabar akan memajang gambar para bangsawan ini ketika turun dari mobil dan akan memasuki gapura istana. Sejak itu, kritikan atau pujian dari para ahli ataupun masyarakat mengalir deras tentang busana yang mereka pakai.
Acara tersebut dihadiri oleh Queen of Atharia, Gabriella bersama The Duchess of Floer, Tyana. Bertempat di taman utama Istana East, Putri Karina terlihat anggun dengan gaun berwarna hijau polos yang mengekspos bahu dan menyelimuti tubuh rampingnya. Tak lupa pula sepasang anting dengan kristal berwarna senada menjadi pelengkap.
Saat Ratu Gabriella dan Tyana telah tiba di Istana East, Putri Karina menunduk dengan tangan berada di perut sebagai penghormatan pada pemimpin Atharia tersebut.
Taman luas itu disulap bak garden party yang indah nan megah. Di beberapa titik, petugas taman menyiapkan vas-vas bunga yang cantik dengan beragam bentuk dan warna.
Terlihat pula banyak meja bulat dengan empat kursi yang melingkarinya. Di atas telah disuguhkan teh dalam cangkir dan tatakan beserta pendamping, seperti gula. Tak hanya itu, tier cake stand yang diletakkan di bagian tengah meja juga dilengkapi dengan kudapan yang menggugah selera, yaitu scone yang berada di paling bawah, serta eclair, tart mini, sausage rolls, dan madeline yang berada di tingkat-tingkat setelahnya.
Rasanya tak akan lengkap jika menikmati teh dan kudapan tanpa piring kecil, sendok, garpu, dan pisau yang diletakkan rapi di samping cangkir.
Putri Karina yang saat ini sedang bercengkrama dengan Lady Becca, sedikit menoleh ketika mendapati seorang pegawainya sedang menunduk sembari membisikkan jika Lady Abigail datang untuk menyapa. Mendengar hal itu, Putri Karina meminta izin untuk bangkit dan menjauh sedikit dari meja tersebut.
Lady Abigail menunduk sambil meletakkan tangan di perut. "Saya datang untuk menyapa, Yang Mulia."
"Terima kasih telah menghadiri undangan, Lady," ucap Putri Karina penuh senyum.
"Tentu saja saya akan menghadiri undangan, Yang Mulia. Sebelumnya, saya berterima kasih telah menggunakan jasa kami bersama Tuan Calvin."
"Ah, Anda terlalu berlebihan. Mengingat saya hanya seorang putri tanpa kuasa penuh, saya tentu saja membutuhkan bantuan divisi Anda dalam menangani beberapa hal. Anda pasti tahu bahwa seluruh pengawas dan penyidik istana berada di bawah naungan Duke of Nethervile," jelas Putri Karina lagi, "dan saya tidak mau untuk kasus kemarin diketahui oleh Pangeran Jace."
Lady Abigail tersenyum. "Saya akan memastikan jika penyelidikan Anda tidak akan diketahui oleh siapapun, Yang Mulia."
Putri Karina meraih tangan Lady Abigail. "Saya tahu saya bisa mengandalkan Anda. Dan jika berkenan, saya ingin tahu berapa orang yang melakukan penyelidikan?"
"Hanya saya, Tuan Calvin, dan adik saya bernama Dex, Yang Mulia. Tugas kami hampir rampung, namun kami memiliki sedikit kendala."
Sang putri seketika mengerutkan kening. "Ada apa, Lady?"
"Pangeran Hayden melakukan hal yang sama dengan kami. Beberapa kali kami bertemu dengan petugas keamanan Istana West," Lady Abigail mengerutkan kening sambil sesekali menundukkan tatapan, "dan beberapa kali kami juga menemukan bahwa wilayah tersebut sudah bersih, disisir oleh mereka."
Putri Karina sempat membelalak ketika mendengar nama Pangeran Hayden disebut. Namun dengan cepat ia mengembalikan ekspresi tersebut, mengingat banyak orang yang memperhatikannya.
Jujur saja, Ia tak pernah menyangka jika pangeran itu memulai langkah yang sama dengan dirinya. Dengan keahlian petugas keamanan Istana West yang mumpuni, mungkin saja Putri Karina kedepannya tidak akan mendapatkan banyak informasi. Dan itu cukup membuat sang putri gusar.
"Namun, Anda tak perlu khawatir tertinggal, Yang Mulia. Sebab, hari ini Anda akan mengetahui faktanya secara langsung dari mulut seseorang yang juga Anda undang."
Putri Karina mengangguk lemah. "Ah, ya. Mengapa saya melupakannya? Oh, tentu saya akan menanyakannya hari ini." Perempuan itu kemudian mengulurkan tangan kanan dan disambut oleh Lady Abigail, lalu berujar, "Terima kasih sudah memberitahu."
"Terima kasih kembali, Yang Mulia."
"Kalau begitu, saya akan menemuinya terlebih dahulu."
"Baik. Silakan, Yang Mulia."
Putri Karina berjalan lambat seraya menyapa satu per satu tamu undangan. Iya, bukan mereka yang menyapa sang putri, namun sebaliknya. Sebenarnya ini adalah inisiatif sang putri, sebab ia sedang mencari sesosok perempuan di antara banyaknya tamu undangan. Dengan dirinya yang lebih dulu menyapa, dia akan menemukan sosok itu dengan cepat.
Dan tentu saja itu benar terjadi!
Sang putri kemudian mendatangi sebuah meja dengan seorang Lady yang duduk sendirian sedang menyantap tart mini. Putri menduga jika Lady tersebut memang ingin menikmati hidangan tanpa terusik oleh gosip dan perbincangan yang tak penting di luar dari kerajaan.
Lady tersebut bernama Marinna yang berasal dari keluarga ksatria Atharia, Stein, dengan gelar Marchioness of Longbert. Suaminya yaitu Hendrick Stein yang bergelar Marquess of Longbert telah menguasai seluruh perbatasan Atharia dan menjadi keluarga ksatria terkuat pertama di negara tersebut. Marinna dan Hendrick diketahui memiliki tiga putra dan seorang putri. Di luar dari kerajaan, posisi keluarga Stein menempati urutan pertama bangsawan dari seratus lebih keluarga yang terdaftar. Hal ini membuat banyak keturunan bangsawan lain ingin menjadi bagian dari keluarga ini, karena kedekatan mereka yang dapat dikatakan satu tingkat di bawah Pangeran dan Putri Nethervile.
Lady berusia sekitar 50 tahun itu tampak anggun dengan gaun merah sepanjang kaki dan di bagian bawahnya dihiasi oleh payet-payet mutiara. Lady tersebut memiliki wajah dan sorot mata yang tegas. Namun, ketika ia berbicara, suara yang lembut itu dapat memanjakan telinga bagi siapa saja yang mendengarnya. Itulah yang Putri Karina rasakan setelah bercengkrama cukup lama dengan Lady tersebut.
"Anda selalu tampak luar biasa, Putri Karina," puji Lady Marinna dengan senyum tipis.
Perempuan tersebut membalas dengan sedikit tundukan kepala. "Terima kasih atas pujian Anda, Lady Marinna. Saya merasa tersanjung menerima pujian dari keluarga terhormat di Atharia."
"Tidak, tidak. Anda memang pantas mendapatkannya, Putri."
"Terima kasih, Lady."
Putri Karina kemudian menanyakan tentang wilayah perbatasan dan sebagainya yang terkait dengan hal tersebut. Dijawabnya sederetan pertanyaan oleh Lady Marinna dengan mengatakan bahwa seluruh pangkalan terjaga. Para pasukan militer juga dibekali dan hidup dengan baik yang tentu saja membuat Putri Karina sangat senang.
Hingga pada suatu titik, Putri Karina mulai berbicara tentang sesuatu yang sedikit sensitif bagi Lady tersebut. "Mungkin ini sudah lama, Lady. Namun saya secara pribadi mengucapkan turut berbela sungkawa atas peristiwa lampau," acap Putri Karina lembut.
"Terima kasih, Putri Karina. Saya sebagai ibu rasanya masih sulit untuk melupakan, meskipun memang seperti kata Putri bahwa itu sudah lama terjadi," ujar Lady Marinna.
Bayangan dua puluh tahun di mana wilayah perbatasan sedang memanas akibat pergolakan politik, pasti menyimpan trauma. Luka atas peristiwa yang menimpa keluarga Lady Marinna tentu masih membekas.
Putri Karina juga ingat bagaimana ia diceritakan tentang peristiwa yang luar biasa itu oleh ayahnya. Ah, sungguh mengerikan!
"Saya sebenarnya ingin memperlihatkan sesuatu, Lady. Akan tetapi, saya takut ini mungkin akan membangkitkan trauma Lady Marinna."
Lady Marinna pun menggeleng. "Bolehkah saya mengetahuinya, Putri?"
"Baiklah." Putri Karina kemudian menoleh ke belakang dan menengadahkan tangan kanan. Seorang pegawai dengan sigap memberikan sesuatu pada sang putri.
Setelah itu, Putri Karina dengan pelan memperlihatkannya pada Lady Marinna. Bagai memutar peristiwa naas, kedua mata Lady tersebut terbelalak sempurna. Tampaknya tak ada yang lebih mendebarkan dari pada melihat sesuatu yang Putri Karina tunjukkan itu. Namun, di sisi lain, Putri Karina juga meyakini bahwa Lady Marinna sudah pasti sangat merindukan sosok yang hilang itu. Hingga sang putri dapat melihat sebuah tetesan air telah lolos dari netra Lady Marinna.
Lady tersebut merabanya pelan, tampak membawanya ke masa-masa silam. Sedetik kemudian, ia membalikkan itu lalu melihat logo S berwarna emas. Setelah itu, ia menangis tersedu-sedu dengan suara tertahan.
"Da-dari mana Putri Karina mendapatkannya?" tanya Lady Marinna dengan bibir yan bergetar.
"Mungkin Anda tak perlu tahu dari mana saya mendapatkannya. Dan juga, saya tidak akan memberikannya pada Anda untuk saat ini." Putri Karina menatap sendu Lady Marinna, lalu kembali berkata, "Yang ingin saya tanyakan, apakah ini benar miliknya?"
Lady Marinna tanpa ragu pun mengangguk cepat. "Benar, Putri Karina. Tidak ada keraguan padanya."
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top