18. Permintaan & Kain Putih
.
.
Sinar matahari pagi yang perlahan mulai menghangatkan bumi itu tak dapat melunturkan kecantikan dan keanggunan dari Putri Karina, bahkan hanya dengan pakaian berupa kaus berwarna putih dan jeans biru yang ia gunakan saat ini untuk bertani. Tak lupa pula sarung tangan dan sebuah gunting digenggaman, siap untuk merapikan berbagai tanaman yang berada di halaman belakang Istana East.
Tidak, sang putri tentu saja tak melakukannya seorang diri. Ia memiliki 28 pegawai yang siap membuat taman itu menjadi rapi, terawat, dan memanjakan mata para insan yang menyaksikan. Hanya saja, hari ini ia ingin mengubah sebagian kecil dari taman tersebut, termasuk membersihkan dedaunan yang terjatuh akibat hembusan angin atau burung-burung, pun menambahkan pupuk di beberapa tanaman yang dirasa membutuhkan perawatan ekstra.
Awalnya, langkah calon ratu itu diikuti oleh pegawai khusus bernama Vale, seorang wanita yang menggantikan posisi Ann. Namun, Vale dianjurkan untuk menjauh beberapa langkah di belakang. Sebab, Putri Karina diketahui menerima seorang pegawai yang telah menyelesaikan sebuah misi darinya. Tak dinyana, misi itu diselesaikan dalam waktu kurang dari satu hari. Untuk sesaat, The Duchess of Nethervile dapat bernapas lega, namun tak menghilangkan rasa ketakjuban terhadap pegawai tersebut.
Calvin, si pegawai tak terduga yang juga bagian dari Tim Khusus arahan Pangeran Jace itu mengunjungi Putri Karina seraya membawa sebuah kain berwarna putih, yang tentu saja membuat sang putri menyunggingkan senyum lebar. Keduanya kemudian melanjutkan untuk berjalan di area sekitar taman istana yang seluas dua hektar tersebut.
Selama mereka berdua bercengkrama, Calvin memberi tahu Putri Karina semua informasi yang ia peroleh.
Putri Karina yang sedang memandang bunga-bunga tulip berwarna ungu yang terbentang di depannya dengan tatapan sendu. Tanpa menoleh sedikit pun pada Calvin, Putri Karin bertanya, "Apakah kau yakin?"
"Saya sudah memeriksa secara keseluruhan, Yang Mulia. Dan saya yakin dengan ini," ungkap Calvin dengan kedua tangan yang dilipat ke belakang.
Putri Karina mendengkus, lalu menggeleng dengan kepala yang ditundukkan.
"Lalu, apa yang akan Yang Mulia lakukan?"
"Tidak ada, Vin. Kau tahu, bukan? Posisiku di istana hanya sebatas mendampingi Yang Mulia Pangeran Jace. Pendapatku tidak berarti apa-apa di istana!"
Calvin menundukkan pandangan. "Itu tidak benar, Yang Mulia. Selama ini, keputusan-keputusan yang Anda buat memberikan dampak positif dalam kerajaan."
Perkataan Calvin jelas saja tidak terbantahkan. Putri Karina diketahui mendirikan yayasan-yayasan untuk membantu para warga yang membutuhkan dan ini mendapat sambutan positif. Selain itu, banyak acara kerajaan yang menggunakan ide-idenya, tampak meriah dan menyenangkan, namun tidak meninggalkan tradisi yang sudah ada secara turun temurun. Para tamu, baik yang berasal dari kalangan bangsawan Atharia ataupun kerajaan negeri seberang memuji acara tersebut setelah mendapat sentuhan dari sang putri.
Alhasil, Putri Karina selalu mendapat sorotan di mata publik dan menjadi kebanggaan keluarga kerajaan. Tak jarang, Baginda Ratu akan mengajak Putri Karina dalam berbagai kunjungan resminya. Selama kunjungan, Putri Karina lebih banyak mendengarkan penjelasan, seperti yang ia tiru dari Queen of Atharia.
"Namun, jika Anda merasa tidak nyaman--"
"Tidak, Calvin," tegas Putri Karina seraya menatap tajam netra Calvin, "aku nyaman dengan keberadaannya."
"Itu berarti seluruh anggota kerajaan dan pegawai tidak perlu takut dan bimbang. Bukan begitu, Yang Mulia?"
Sang putri mendengkus ringan. "Sejak kapan ... aku membuat kalian seperti itu? Apa kau secara pribadi pernah merasa demikian, Calvin?"
Sang empunya nama menunduk lebih dalam. "Tidak, Yang Mulia."
Putri Karina kemudian menghentikan aktivitas berkebun, meletakkan gunting di tanah, lalu bangkit dan meremas kedua tangan. Puan itu membuang tatapan ke arah depan, seraya sesekali membasahi bibir bawah.
Tak lama kemudian, ia pun menoleh pada Calvin sambil tersenyum tipis. "Berikan padaku kain itu!"
Calvin menatap kain berwarna putih yang berada di tangannya itu selama beberapa detik, lalu memberikannya pada Putri Karina. "Jika Anda membutuhkan sesuatu, saya siap menerima perintah, Yang Mulia."
Sekali lagi, sang hawa menatap lekat mata Calvin. "Terima kasih, Calvin."
"Kalau begitu, izinkan saya mengundurkan diri, Yang Mulia."
"Silakan...."
Sesaat setelah tubuh Calvin menghilang dari pandangan, Vale kemudian mendekat pada Putri Karina dan menjelaskan bahwa sang putri memiliki kunjungan di salah satu yayasan pagi ini. Mendengar itu, Putri Karina pun melepas sarung tangan dengan sedikit kasar, membuangnya ke tanah, lalu berjalan cepat ke dalam istana diikuti oleh Vale, sang asisten pribadi.
.
.
Waktu telah menunjukkan pukul 22.16, Putri Karina pun mempersiapkan berbagai keperluan suaminya, seperti perlengkapan mandi, air hangat, dan pakaian tidur. Tak lupa pula menyalakan lilin aromaterapi yang terletak di nakas di samping tempat tidur.
Pangeran Jace diketahui sangat menyukai lilin aromaterapi, sebab itu membuatnya rileks dan lebih cepat terlelap. Di tengah padatnya jadwal kunjungan keluarga kerajaan, terkadang ia menyempatkan diri untuk membeli lilin aromaterapi tanpa harus menyuruh pegawainya. Dia lebih senang untuk memilih aroma secara langsung.
Sebenarnya, Putri Karina tidak terbiasa untuk menggunakan lilin aromaterapi. Ia hanya menyalakannya ketika Pangeran Jace mendatanginya. Ya, Pangeran Jace dan Putri Karina memiliki kamar yang terpisah sesuai dengan tradisi kerajaan. Dalam seminggu, sang pangeran mengunjungi kamar putri hanya tiga hingga empat kali. Tidak boleh lebih dari itu. Namun, jika pangeran membutuhkan istrinya, maka putri yang akan mendatangi kamar sang suami.
Kamar mereka juga berada di lantai yang berbeda yaitu kamar Putri Karina berada di lantai 3 dan Pangeran Jace di lantai 2. Lantai ini juga disesuaikan dengan ruang kerja dan ruang pegawai masing-masing anggota kerajaan tersebut, sehingga semuanya dapat terorganisir dengan baik dan memiliki ruang pribadi.
Mungkin terdengar aneh, namun itulah tradisi yang dijalankan hingga kini. Dan hari ini adalah jadwal pangeran untuk berkunjung ke kamar istrinya.
Tok... Tok... Tok...
Pangeran Jace pun masuk ke dalam kamar, tak lupa pula Putri Karina yang saat itu mengenakan piyama pun melepaskan jas yang melekat di tubuh sang adam dan meletakkannya di keranjang pakaian kotor.
"Kau sudah makan malam?" tanya Putri Karina sambil mendongak pada Pangeran Jace, melepaskan dasi berwarna navy yang menjadi dasi kesukaan sang pangeran.
"Sudah. Aku tadi makan malam dengan beberapa keluarga bangsawan dan para kepala yayasan. Tapi, rasanya aneh jika aku pergi tanpa dirimu, Sayang. Mungkin karena setiap ada acara, kau selalu ada di sampingku."
"Oh ya?" Putri Karina tersenyum kecil, "maafkan aku, Yang Mulia. Lagi pula kerjaanku juga baru selesai malam. Aku rasa aku juga akan terlambat jika memaksa untuk datang."
"Ya, aku sudah diberitahu itu oleh Vale."
"Ah mengenai Vale, apa tidak sebaiknya Ann dikembalikan padaku dan Vale yang melayani Lady Giselle?" tawar Putri Karina dengan ekspresi penuh harap.
Pangeran Jace mengernyit, lalu tersenyum tipis seraya membelai pipi Putri Karina dengan tangan kanannya. "Putri? Ada apa? Tidak biasanya kau seperti ini, Sayang."
"Ehm, itu...."
"Ketika dulu aku menyuruh Kepala Pelayan Ford melayani Baginda Ratu atau Pegawai Carol melayani Pangeran Hayden dan beberapa pegawai lainnya, kau tidak pernah berkata seperti ini. Ada yang membuatmu tak nyaman dengan Vale? Jika seperti itu, aku akan mencarikanmu pegawai yang lain, Sayang."
Putri Karina terdiam beberapa saat, lalu menggeleng pelan sebagai respons atas pernyataan Pangeran Jace. "Bukan, bukan seperti itu, Yang Mulia. Aku ... nyaman dengan Vale. Hanya saja, aku juga sudah terbiasa dengan Ann. Dia yang lebih mengerti apa yang aku inginkan."
Sekali lagi, Pangeran Jace mengangkat sudut bibirnya. "Aku tidak dapat mewujudkan keinginanmu itu, Putri. Karena, aku sudah menyerahkan kontrak kerja Ann pada Pangeran Hayden. Aku tidak mungkin menariknya lagi. Kau paham?"
Wanita itu menundukkan pandangan, kedua bahunya jatuh begitu saja mendengar penjelasan Pangeran Jace.
Sebenarnya, Putri Karina tidak terlalu membutuhkan Ann karena kinerja Vale juga sama hebatnya dengan perempuan itu. Hanya saja, Putri Karina merasa lebih memiliki teman berbagi cerita jika bersama Ann, walaupun Ann sendiri terkadang segan untuk berbagi cerita pada sang putri mengingat status mereka yang berbeda. Setidaknya, Ann mau mendengarkannya dan tidak sedingin Vale.
Putri Karina tampak berpikir sebentar seraya membukakan satu demi satu kancing kemeja suaminya. Namun, ketika tangannya tengah berada di kancing terakhir, Putri Karina dengan tatapan masih menghadap ke arah bawah pun berkata, "Bisakah aku menyelenggarakan Jamuan Teh Kerajaan, Yang Mulia?"
"Tentu saja. Kapan kau ingin melangsungkan acaranya?"
"Aku akan mencari jadwal yang sesuai. Aku ingin mengundang seluruh keluarga kerajaan Atharia dan keluarga kerajaan di negeri tetangga. Apa itu tidak masalah? Mengingat yang biasa mengadakannya adalah Baginda Ratu."
Pangeran Jace terdiam untuk beberapa saat, lalu berucap, "Ah ya, kau benar. Tapi, nanti aku coba tanyakan pada Baginda Ratu. Biasanya, beliau tak menolak jika kau membuat acara serupa."
Putri Karina pun menegakkan kembali tubuh menghadap sang pangeran. "Benar, Yang Mulia?"
"Tentu saja."
"Ehm, bolehkah aku meminta satu hal lagi?"
Pangeran Jace menatap jail Putri Karina, sedikit selidik dengan ujung mata yang memincing ke arah sang putri. Untuk pertama kalinya, ia mendengar begitu banyak permintaan dari puan tersebut dalam satu tahun pernikahannya.
"Apa itu?" tanya Pangeran Jace.
"Ehm ... aku ingin," Putri Karina memainkan kuku-kuku, "mengundang Lady Giselle."
Pangeran Jace tampaknya tak senang dengan permintaan itu. Sebab, Putri Karina sudah melihat sorot tajam dan rahang mengeras dari sang suami hanya dengan satu kedipan mata. Untuk beberapa saat, napas Putri Karina terasa tercekat. Ia takut jika ternyata ia salah berbicara, namun itu memang adalah keinginan terkuatnya. Sang putri ingin mengenal Lady Giselle lebih dekat. Bukankah itu seharusnya tidak akan menjadi masalah?
"Menurutku kau sudah berlebihan, Putri. Aku tidak akan mengizinkanmu untuk mengundangnya ke acara resmi kerajaan sampai kita benar-benar mengetahui latar belakang Lady Giselle!"
Putri Karina menekuk kedua sudut bibir ke bawah. "Tapi, Yang Mulia--"
"Jangan menghancurkan suasana hatiku, Sayang. Saat ini aku sedang tidak ingin dibantah!"
Pangeran Jace kemudian menoleh pada meja rias sang putri, lalu mengangkat jari telunjuknya. "Mengapa kain putihmu berada di sana? Bukannya kau melipatnya di lemari dengan rapi? Kau tahu aku tak suka melihatnya seperti itu, Putri?" acap Pangeran Jace dengan nada suara sedikit lebih tinggi dari biasanya, yang membuat perempuan itu sempat tertegun.
Ah, ada rasa sesal di hati sang putri ketika seharusnya ia paham jika Pangeran Jace memiliki sikap disiplin tinggi dan sangat tak menyukai ketidakberaturan. Namun, ia benar-benar melupakan perihal kain putih pemberian Calvin pagi tadi. Seingat Putri Karina, ia sudah menyimpannya di dalam laci kecil meja rias, bukannya tergeletak begitu saja seperti kain lap sekali pakai.
Wajah sang adam benar-benar tegas, bahkan sekarang mulai memerah. Sepasang netra Putri Karina menangkapnya dengan jelas yang akhirnya membuat The Duchess of Nethervile itu menunduk dalam dan mengangguk pelan. "Maafkan kesalahanku, Yang Mulia."
"Aku tidak suka kau lalai seperti ini!" ucap Pangeran Jace sekali lagi.
Tatapan sang putri kembali jatuh dan hanya memainkan jemari tanpa mengucapkan satu kata pun. Bagi Putri Karina, lebih baik ia terdiam ketika mendapati Pangeran Jace sedang dalam keadaan emosi, atau semuanya tidak akan berakhir baik-baik saja. Sementara itu, Pangeran Jace juga bungkam ketika ia tak mendengar suara istrinya. Nampaknya, pangeran sadar jika ia sudah membentak Putri Karina beberapa menit yang lalu.
Tanpa disangka, Pangeran Jace meraih Putri Karina dalam pelukannya. Sang putri dapat merasakan dada bidang, aroma tubuh, dan kulit hangat mendekapnya erat. Ah, mungkin Pangeran Jace juga dapat mendengarkan jantung sang puan yang berdetak begitu cepat dari biasanya. Tentu saja demikian, sebab ini adalah pertama kalinya Pangeran Jace berbicara dengan nada tinggi pada putri dan mungkin saja ia merasa bersalah karena itu.
"Tolong jangan marah padaku, Yang Mulia." Akhirnya Putri Karina bersuara, seraya mendongak dengan netra yang berkilauan.
Pangeran Jace menatap Putri Karina sebentar, lalu mengecup kening dan bibir istrinya. Ia kemudian berujar, "Maafkan aku, Sayang. Aku hanya terlalu letih."
Putri Karina manggut-manggut, lalu bertanya, "Apakah ... kau ingin mandi bersama? Atau kau ingin sesuatu, mung-kin?"
Pangeran Jace tersenyum tipis mendengar pertanyaan itu. "Malam ini, aku hanya ingin dirimu."
Sang putri seketika tersenyum lebar sambil menatap pada mata Pangeran Jace yang sudah menyipit. Putri Karina membuang napas lega, setidaknya ia tidak ditolak malam ini oleh The Duke of Nethervile itu. "Sesuai permintaanmu, Yang Mulia."
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top