17. Ann & Russell
.
.
"Dua kopi hangat untuk Nyonya Andrew," ujar seorang pegawai kedai kopi seraya meletakkan nampan dengan dua buah gelas berwarna putih, penutup, dan sedotan di atas meja Ann.
"Terima kasih, Nona Claire," jawab Ann dengan senyum manis.
Anna Alcira atau yang kerap disapa Ann memang diketahui selalu membeli makanan di kedai Claires, kedai yang sesuai dengan nama pemiliknya. Kedai ini menjadi kesukaan Putri Karina hingga kini, sehingga ia sudah terbiasa untuk menikmati seluruh makanan dan minuman. Bangunan yang tak terlalu besar tersebut menyediakan berbagai makana klasik ala Atharia. Nuansa yang diusung pun bergaya antik, sehingga sang putri betah untuk berlama-lama di tempat tersebut. Mengingatkannya pada suasana istana itu sendiri, kata Putri Karina.
Sebagai seorang Kepala Keamanan Putri Tingkat I yang bertugas untuk menjaga Putri Karina, Ann mengikuti setiap langkah dan aktivitas calon ratu Atharia itu. Ann akan pergi ketika Putri Karina yang menyuruhnya atau waktu kerjanya telah selesai, sehingga ia dapat pulang ke rumah yang memang terletak di luar istana. Dan di saat dirinya sedang tidak bertugas, Ann memiliki banyak pegawai yang menggantikan untuk sementara waktu hingga perempuan itu kembali. Putri Karina beberapa kali menawarkannya untuk tinggal di istana. Namun, ia menolak.
Posisi Ann merupakan salah satu posisi paling diinginkan oleh banyak lulusan Akademi Militer Kerajaan, di mana Pangeran Jace yang memilihnya secara langsung. Bukan tanpa alasan sang pangeran memilih Ann. Perempuan itu dapat menggunakan senjata dan kemampuan dalam bela diri yang mumpuni. Sang puan juga selalu memperoleh nilai yang tinggi, membuatnya nampak menonjol di antara banyak siswa lainnya.
Hingga pada akhirnya, ia bersama Jake, Russell, dan Calvin terpilih menjadi bagian pasukan Royals atau Tim Khusus yang dibentuk oleh Pangeran Jace dalam menyelidiki para pembelot di Atharia.
Saat ini, Ann ditugaskan untuk menjaga Giselle sesuai perintah Pangeran Jace dan Pangeran Hayden, meskipun Putri Karina sedikit berat menyetujuinya.
"Sama-sama. Semoga harimu menyenangkan."
Ann pun mengangguk, lalu berlalu meninggalkan kedai kecil di pinggiran kota Nethervile pagi itu. Langkahnya terlihat mantap menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari kedai. Sesaat setelah masuk ke dalam mobil, ia meletakkan minuman ice americano dan caramel macchiato di jok depan, di antara tempat duduk miliknya dan sang suami, Russell Andrew.
Sejujurnya, Ann tidak dapat menduga jika Russell memiliki perasaan padanya selama mereka kerja bersama. Hingga tahun lalu, laki-laki itu mengungkapkan apa yang ia rasakan dan melamar Ann. Tanpa diduga, Ann menerimanya.
Jika mereka berdua sedang tidak bertugas, maka profesionalitas pun ditanggalkan. Namun ketika sedang menjalankan pekerjaan, jangankan untuk bermesraan, saling memegang tangan pun tidak dapat dilakukan.
"Yang mana orangnya?" tanya Ann seraya menengadahkan tangan pada Russell.
Laki-laki itu meraba kantung jas hitam seraya berfokus pada jalan. Setelah merogoh cukup dalam, ia mengeluarkan dua lembar foto dan menyerahkannya pada Ann yang duduk tepat di samping. Ann menerima, lalu mengamati dua figur yang asing di matanya tersebut.
"Yang rambut hitam adalah Mark. Sedangkan satunya lagi adalah Julian. Mereka berdua yang turun lapangan untuk membuat kekacauan," acap Russell.
Ann mencebik dan menggeleng pelan, tetap menatap foto tersebut. "Seharusnya ini menjadi gampang jika saja mereka tidak sembunyi di bawah tanah."
"Itu yang jadi masalah. Sebab, tidak banyak yang tahu area bawah tanah mana saja yang mereka gunakan. Terlebih, polisi juga tak dapat diharapkan!" sela Russell.
Ann menoleh pada laki-laki di sampingnya. "Sayang, kau mengunjungi pembelot itu di penjara, bukan? Dari informasinya, berapa orang yang tergabung sebagai pembelot?"
"Tidak banyak, hanya sekitar 50 orang." Russell terlihat menyesap minumannya.
"Baiklah, aku pikir Satuan Royals dan Unit VII Hunter dapat mengatasi ini."
"Yang kita butuhkan hanyalah melenyapkan Julian."
Ann mengernyit. "Kau yakin hanya dia seorang?"
Russell kemudian menjelaskan bahwa Julian adalah petinggi dari kelompok tersebut. Meskipun begitu, ia juga aktif membuat kepanikan di tengah masyarakat. Selama ini, statusnya memang tidak diketahui banyak orang. Namun, akhir-akhir ini aktivitasnya bersama Mark terlalu aktif, sehingga petugas kepolisian dan pihak kerajaan mulai mencari-cari tentang Julian yang sebenarnya.
Lagipula, sekarang Julian seorang diri mengingat kejadian penembakan di rumah di sebuah desa disebutkan telah menewaskan seseorang. Meskipun begitu, masih ada perasaan tak percaya dari dalam diri Ann. Sebab, tubuh orang yang dimaksud tidak pernah ditemukan ketika para petugas kerajaan menyusuri seluruh area. Aneh....
Mobil Ann dan Russell akhirnya berhenti di depan gerbang istana Aglait, bersiap untuk identifikasi data diri seperti biasa. Namun, ujung mata Ann menemukan sebuah mobil yang berhenti tepat di ujung bangunan istana. Mobil berwarna hitam itu menepi di pinggir jalan dengan dua orang --diasumsikan-- yang masih berada di dalam mobil seraya menatap pada dinding bangunan megah tersebut.
Saat salah seorang dari mereka menurunkan topi, mata Ann terbelalak. Ia dengan cepat menepuk tangan Russell dan menunjuk ke arah mobil yang dimaksud. "Kita harus cepat ke sana!" ucap Ann dengan heboh.
"Memangnya ada apa dengan mobil itu?" tanya Russell dengan mengerutkan kening.
"Itu ... mobil Julian!"
"Apa?"
Mendengar itu, Russell dengan cepat memundurkan mobil dan menginjak pedal gas. Nampaknya, mobil di depan sana telah menyadari sesuatu karena mereka juga melajukan mobil dengan cepat, meninggalkan istana.
Aksi kejar-kejaran antara mobil Russell dan mobil yang diduga milik Julian pun tak terhindarkan hingga membelah keramaian kota Nethervile di pagi itu.
.
.
Mobil Russell tetap mengikuti laju mobil di depannya seperti orang yang sedang kesetanan!
Ann tak pernah menduga jika Russell dapat melakukan seperti itu. Seingatnya, Russell adalah pria yang tidak suka dengan kecepatan tinggi. Namun kali ini tampaknya sungguh berbeda. Untuk beberapa saat, Ann menikmati adegan ini.
"Aku tidak bisa berdiam diri saja!" ucap Ann, lalu membalikkan tubuh ke arah jok belakang. Ia mencari-cari sesuatu yang dapat digunakan untuk melumpuhkan mobil di depan sana.
Setelah mendapatkan sebuah pistol, Ann mengeluarkan setengah tubuhnya dari jendela mobil dengan tangan kanan Russell yang menggenggam pada pakaian sang puan, manahannya sekuat mungkin.
DOR... DOR...
Tembakan demi tembakan Ann lancarkan di tengah padatnya mobil yang lalu-lalang, seolah ia sedang gelap mata. Ah, katakanlah demikian.
Ann masuk kembali ke dalam mobil, lalu menambahkan peluru dalam pistolnya dengan tergesa-gesa. Melihat itu, Russell menggelengkan kepala.
"Kau tidak ingin menekan pedal gas lebih cepat lagi?" ujar Ann.
"Ini sudah paling cepat, Sayang!"
"Tidak, ini belum terlalu cepat. Kau bisa berada di samping mobil itu, bukan?"
Russell mendengkus. "Aku akan coba. Lagi pula, kau tidak perlu terburu-buru begitu. Tetap tenang dulu!"
"Jika kita tidak terburu-buru, kita akan kehilangan mereka, Sayang!" tegas Ann.
Perempuan itu kembali mengeluarkan setengah tubuhnya seperti sebelumnya ketika melalui jalan lurus yang tak terlalu padat. "Ann, berhati-hatilah!" acap Russell, sedikit gemas dengan tingkah laku Ann.
Sang puan kembali menembakkan amunisi tanpa henti. Nampaknya, Ann sedikit berhasil karena kaca di bagian belakang mobil musuh telah hancur lebur. Kembali, ia memfokuskan bidikan di bagian bawah mobil. Ann sempat tersentak begitu mobil di depan sana berbelok kanan mendadak, sehingga tubuhnya kembali masuk ke dalam mobil dan mereka melewati terowongan gelap.
Ann memejam seraya menghirup udara sebanyak mungkin. Setelah keluar dari terowongan, ia mulai menembak untuk kesekian kali. Terkadang, tubuh Ann sedikit terhuyung sehingga ia mungkin saja dapat terlempar dari mobil. Namun, genggaman Russell pada kaki dan baju sang hawa memang tak dapat disepelekan.
Saat kedua mobil itu tiba di tepi sungai, orang-orang yang berada pada mobil di depan sana mendadak membuka pintu, lalu terjun ke dalam sungai. Sedangkan mobil mereka sudah hilang kendali dan menabrak kedai serta gerobak buah yang ada di depan bangunan. Sontak saja, perhatian masyarakat setempat tertuju pada kejadian itu. Semoga tak ada korban jiwa.
BRAK...
BYUR...
Russell seketika menginjak pedal rem sekuat mungkin. Pasangan itu membelalak dan saling pandang selama beberapa detik, sebelum akhirnya Ann keluar dari mobil, lalu mengejar dua musuh yang lompat tadi. Dari atas jembatan, Ann melepaskan timah panas berulang kali ke dalam air, berharap salah satunya melumpuhkan para pembelot tersebut.
Sayang, hingga amunisi itu tak bersisa lagi, orang-orang itu tidak juga menampakkan batang hidung, membuat Ann mulai menjatuhkan kedua bahu. Dadanya naik turun dan peluh membasahi tubuh.
Percuma saja karena ternyata kedua orang itu telah berhasil kabur!
"Aaarrggg sial!" Ann menjambak rambut dengan kedua tangan. "Sial sial sial!"
Russell yang berlari ke arah Ann dan berdiri di samping perempuan itu pun hanya mendengkus. Ia menepuk punggung Ann berulang kali, berharap puan itu dapat kembali tenang.
Ann menghadapkan tubuhnya pada Russell. "See? Kita kehilangan mereka!" geram Ann dengan kedua tangan yang menengadah.
"Ann...."
"No ... No no no." Ann melempar pistol miliknya ke dalam air yang mengalir lumayan deras itu.
Russell meraih perempuan berambut pirang tersebut dalam dekapannya. Sedangkan Ann sudah mengembuskan napas berulang kali. Ia membalas pelukan hangat sang suami dengan mengeratkan tangan yang melingkar di pinggang Russell.
"Harusnya kita bisa menangkap mereka!" sesal sang puan dengan suara pelan.
Laki-laki itu tidak mengatakan apapun dan hanya mengelus punggung Ann dengan lembut. Russell memang seperti ini. Ketika sang istri sudah meledak-ledak, ia lebih memilih diam hingga Ann benar-benar tenang dan mulai berpikir jernih. Terkadang, ia hanya mendengarkan celotehan Ann yang sukar untuk dihentikan, pun dibantah.
Russell adalah sosok yang tak suka berdebat dan tenang. Namun, ketika ia terpaksa untuk melakukannya, maka ia dapat menghentikan argumentasi dari lawan hanya dengan sebuah kalimat. Dengan kepribadian yang tenang, pemikiran yang luar biasa, ide cemerlang, dan kreatifitas yang dimiliki, tak heran jika Pangeran Jace memilihnya sebagai staf khusus yang sangat dipercaya.
Laki-laki itu melepas pelukannya dan meletakkan kedua tangan di bahu Ann. "Sekarang, apa yang kau dapatkan, Ann?"
Mendengar itu, Ann mengembuskan napas kasar seraya memejam. Ia menggeleng pelan dengan kedua sudut bibir yang ditekuk ke bawah. "Tolong, jangan menceramahiku!" Ann memelas.
"Tidak, aku tidak ingin menceramahimu. Aku hanya bertanya, Sayang." Tutur kata Russell yang begitu lembut membuat Ann menatapnya lekat.
"Aku jadi tahu bahwa ... Mark masih hidup dan dia kabur entah ke mana. Yang berarti, kita butuh strategi matang untuk menangkap mereka hidup-hidup!" jawab Ann.
Russell tersenyum tipis. Sambil merapikan helai demi helai rambut Ann yang menutupi wajah karena diterpa angin, ia berujar, "Pangeran Jace mengatakan bahwa instruksinya berubah."
"Oh ya? Jadi bagaimana?"
"Aku, Pangeran Hayden, dan Pangeran Jace sedang bercengkrama di ruangan kerja sehari sebelum kita berangkat ke Arkala. Dan Pangeran Jace menyebut bahwa kita harus lakukan apapun untuk menangkap para pembelot itu sebelum mereka membuat kekacauan lagi. Aku sangat setuju dengan hal tersebut!"
Russell kemudian menyeringai dengan menaikkan satu sudut bibir dan melekatkan tatapan pada netra Ann. "Dan paling penting dari itu semua adalah Pangeran Jace membuat instruksi baru, di mana kita sebagai kesatuan khusus dapat melakukannya, jika kita mau dan mumpuni."
Ann mengerutkan dahi mendengar penjelasan Russell yang terkesan bertele-tele itu. "Maksudnya?"
"Pangeran Jace meminta ... kepala Mark Bowles!"
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top