[20.03 · 06] - babak keenam

[ 20.03BABAK KEENAM ]
diorama bermula canda ]

***

Harusnya, sebuah kalimat candaan tetap sebagai kalimat yang pada akhirnya akan terlupakan, atau diingat kembali nantinya untuk ditertawakan. Sayangnya, hal itu tampak tidak berlalu untuk candaan yang dilontarkan oleh Novan.

Nada tahu sekali bahwa waktu itu kakak dari sahabatnya hanya berusaha mencairkan suasana dengan memberi candaan. Semua orang di meja kantin waktu itu barangkali juga sama. Namun, Putri malah menganggapnya terlalu serius. Padahal, waktu itu Nada sempat menganggap kalau sahutan dari sahabatnya hanya bagian dari candaan Novan.

"Kalian udah nonton ke bioskop, kan? Mau liat fotonya, dong."

Begitu kira-kira kata Putri saat mereka tengah makan siang di kantin Fakultas Ekonomi. Saat itu, Nada tidak tahu bagaimana cara menanggapinya. Jangankan untuk menunjukkan foto mereka saat berada di biokop, ia saja masih beranggapan kalau pembicaraan terakhir itu hanya bualan.

"Kok malah nganggepnya bercanda, sih? Aku, nyahut deal, kan, karena kalian emang harus nonton." Putri menyahut sembari menyeruput jus mangganya. "Ya, itung-itung supaya kalian baikan, lah."

Mahasiswi Bisnis Digital itu masih tidak mengerti. Ia merenungi kalimat sahabatnya dalam diam dengan dahi berkerut-kerut. Ia tidak pernah merasa kalau sedang bertengkar dengan Novan sehingga harus berbaikan. Namun, sepertinya maksud dari Putri adalah merujuk pada bahwa dulu—saat masih kecil—mereka memiliki hubungan yang buruk karena sering adu mulut.

"Ya, pokoknya nanti kalau kalian udah nonton bareng, jangan lupa selfie, ya. Aku mau liat juga." Putri menutup pembahasan mengenai nonton bioskop hari itu. Seolah, permintaan yang terdengar seperti perintah tersebut adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Pada awalnya, Nada berpikir bahwa mungkin hanya dirinya yang didesak agak candaan itu dianggap serius saja. Namun, ternyata Novan juga sama posisinya. Lelaki itu bahkan bercerita bahwa Putri mendesak sembari merengek padanya dalam tiga hari terakhir setelah mengetahui bahwa kalimat dari Novan hanya dianggap candaan.

Sehingga, di sanalah kedua muda-mudi itu sekarang, berdiri di depan dinding yang memasang poster-poster film yang akan tayang selama sekitar seminggu ke depan. Novan dan Nada sudah sampai di bioskop yang terletak di dalam salah satu bangunan terkenal di pusat kota.

"Menurut kamu, kita bagusnya nonton apa?" Novan yang lebih dulu bertanya setelah cukup lama di sana sembari melipat tangan di depan dada.

Nada mengerutkan bibirnya sebentar sebelum menyahut tanpa melirik lawan bicara. "Yang penting jangan horor."

"Same here." Lelaki itu mengembuskan napas pendek. "How about action?" Ia menunjuk salah satu poster di sana yang menampilkan dua pria dan satu wanita—masing-masing memegang senjata api di tangan.

Si Mahasiswi Bisnis Digital menimbang-nimbang sebentar sembari menatap poster film itu. kemudian, ia menoleh pada lelaki di sebelahnya sambil mengangguk dan tersenyum. "Okay, lets take it!"

Keduanya serempak berderap ke bagian pembelian tiket. Setelahnya, sama-sama menyetujui untuk membeli dua porsi besar popcorn dan dua gelas minuman bersoda. Mereka tidak perlu menunggu terlalu lama karena ternyata film yang akan ditonton akan segera diputar.

"Intronya kok agak horor, ya?"

Nada berkata seperti karena pembukaan dari filmnya tidak seperti film aksi yang pernah ia tonton sebelumnya. Terlalu gelap, dan efek suara yang digunakan juga hampir serupa dengan film horor.

"Jangan-jangan kita salah masuk ruangan." Novan menyahut tak lama kemudian. meskipun air mukanya tampak tenang, Nada tahu bahwa alasan laki-laki itu tidak mau menonton film horor adalah karena takut, sama sepertinya.

"Oh, ternyata enggak." Si Mahasiswa Kimia itu melanjutkan kalimatnya setelah adegan demi adegan berganti dan tokoh-tokoh yang mereka lihat di poster tadi mulai bermunculan. Ia melirik Nada sembari tersenyum, tetapi singkat saja.

"Kamu udah makan belum?"

Nada tidak tahu sudah sampai bagian mana filmnya terputar—entah sudah dipertengahan, atau masih di awal, atau justru sudah mendekati resolusi. Namun, Novan mendadak menanyakan hal tersebut saat kedua tokoh utama sedang makan malam di restoran mewah.

Gadis itu menoleh dengan kerutan di dahi, tetapi tidak menampik kalua pertanyaan Novan sedikit lucu. "Kalau mau makan, emangnya bisa?"

Novan tidak langsung menjawab, tetapi menunggu lebih dulu sampai ada orang yang menyerang sepasang aktor dan aktris di film itu dengan hujan peluru. "Makan popcorn?" Sahutnya seolah tak yakin, lalu memilih melahap makanan yang tadi sempat mereka beli sebelum masuk ke ruangan tersebut.

Nada menanggapinya dengan tawa kecil, takut mengganggu penonton lain. Sepertinya bukan hanya aktor dan aktrisnya saja yang sedang kelaparan, tetapi tampaknya Novan juga sedang lapar karena menanyakan hal tersebut.

Film yang mereka pilih ternyata tidak hanya memiliki genre action, tetapi misteri dan tentu saja romansa. Salah satu pemeran pria yang sebelumnya Nada lihat di poster ternyata menyukai wanita pemeran utamanya. Si pria hendak mengorbankan hidupnya demi wanita yang bahkan tidak ia ketahui bagaimana latar belakang kehidupannya. Suasana di dalam ruang bioskop itu mendadak berubah dari menegangkan karena acara tembak-menembak menjadi haru karena adegan romansa kedua pemeran utama.

"Gimana kalau ending-nya mereka nggak bersama?" Kali ini, Nada yang memulai tanya lebih dulu. Entah mengapa, ia merasa sedikit kecewa kalau pemeran utama pria dan wanita tidak berakhir bersama.

"I'm sure they will. They wil be a great couple," sahut Novan pelan, lirih, serupa embusan angin.

Film usai dalam waktu dua jam lebih sedikit. Akhir filmnya yang cukup disimpulkan, karena tampaknya masih akan berlanjut. Namun, setidaknya Nada senang karena pemeran utama pria dan wanita tersebut berakhir bersama-sama dan berjuang berdampingan untuk melakukan misi selanjutnya. Rasanya, Nada juga ingin memiliki kisah cinta serupa. Mungkin nanti, atau besok, ia tidak tahu.

Sebagian besar orang-orang yang ada di ruangan memilih untuk keluar lebih cepat ketika credit scene muncul di layar besar di depan sana. Namun, kedua muda-mudi itu barangkali adalah salah satu di antara beberapa orang yang masih duduk dengan nyaman di tempatnya.

"I guess, I need to find a girlfriend."

Nada menoleh sembari mengerutkan kening pada Novan yang bahkan masih terpaku pada layar di depan mereka. Seolah, lelaki itu masih sangat terpengaruh dengan apa yang baru saja mereka tonton.

"Who's gonna be?"

"I don't know, " Novan menjeda kalimatnya sebentar entah untuk apa, "maybe the girl next to me?"

Si Mahasiswi Bisnis Digital itu tertawa, barangkali untuk menutupi rona yang mendadak merambati wajahnya. Ia tahu bahwa seseorang yang duduk di samping Novan adalah lelaki yang barangkali masih seusia sekolah menengah atas.

"Try me."

"You know, kayaknya kapan-kapan kita harus nonton lagi. Mungkin nggak di bioskop, mungkin di suatu tempat lain yang bisa sambil makan putu bambu."

Novan mengucapkannya sembari terus memandangi layar hitam dengan tulisan-tulisan bergerak di depan sana. Credit scene hampir habis, tetapi keduanya tetap tidak juga beranjak. Namun, sepertinya memang Nada justru setuju dengan Novan. Kalau punya kesempatan, ia ingin menonton film lagi, tetapi ditemani putu bambu. Ngomong-ngomong, Nada juga sudah merindukan rasa makanan itu.

Sebelum keluar dari ruangan remang-remang itu, Novan lebih dulu mengajak Nada ber-selfie dengan ponselnya dan milik gadis itu juga. Esok, ia akan langsung menunjukkan pada Putri atau kalau Novan bisa saja langsung menunjukkannya sehabis ini.

***

[ BABAK KEENAMselesai ]
[ next » BABAK KETUJUH ]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top