[20.03 · 05] - babak kelima
[ 20.03 — BABAK KELIMA ]
[ diagonal ruang masa ]
***
Kalau bukan karena sudah diseret-seret oleh mamanya, Nada mana mau dengan suka rela datang ke acara kumpul keluarga di rumah salah satu kerabat mereka, apalagi kerabat yang dimaksud mamanya itu adalah Rian. Baru memikirkan namanya saja sudah membuat Nada kesel. Belum lagi kalau ia harus mendengar celotehan pada bibi-bibi yang membandingkan Nada dengan anak-anak mereka. Gadis itu mendadak mendapat serangan sakit kepala akut.
"Tapi Nada ada janji mau pergi hari ini sama temen, Ma."
Itu adalah alasan terakhir yang Nada ucapkan dengan memelas setelah memiliki banyak tugas, esok hari masuk pagi, dan lelah karena sudah berada di kampus seharian. Namun, seolah mamanya memilih menulikan telinga, ia tetap saja bisa mengelak dari seluruh alasan yang dilontarkan anaknya.
"Sama temen kamu itu juga masih bisa ketemu besok di kampus. Ini acara keluarga yang kegiatannya juga cuma sekali setahun. Besok aja belum tentu ketemu lagi," sahut Mama sembari memainkan ponselnya, tanpa melirik sang putri semata wayang yang duduk di jok belakang mobil.
Nada menghela dan mengembuskan napas panjang berkali-kali sembari bersandar lemas. Ia memandangi jalanan di malam hari dengan perasaan jengkel. Justru karena hanya bisa bertemu setahun sekali, mereka menyimpan satu hari itu untuk membuat orang lain kesal. Kalau memang bisa, Nada akan sangat senang kalau ditinggal orang tuanya saja di rumah sendirian dibanding harus menemui kerabatnya yang menjengkelkan.
Rasa-rasanya gadis itu ingin selamanya saja tinggal di dalam mobil atau berharap perjalanan mereka terasa sangat panjang. Namun, satu keluarga kecil itu terlalu cepat sampai dan Nada sudah telanjur diseret mamanya untuk menyalami tiap kerabat yang ada di sana.
"Oh, here we go, the princess coming!"
Ini dia satu lagi kerabat yang paling tidak Nada sukai. Bersyukurlah rumah mereka tidak lagi tetanggaan dan mereka berada di jurusan yang serupa meskipun masih dalam lingkup kampus yang sama. Namun, setidaknya ia masih tidak terlalu sering bertemu dengan lelaki yang melihat wajahnya saja sudah sangat menjengkelkan.
Nada memilih mengabaikan sapaan yang membuat telinganya gatal itu. Ia beralih meminum jus jeruk dan duduk di halaman belakang rumah Rian—memisahkan diri dari kerumunan yang sedang tertawa terbahak-bahak—dan bersikap seolah tidak mendengar suara apa pun.
"What's wrong princess?" Rian bersuara lagi setelah tahu bahwa kalimat pertamanya tidak mendapat respons apa pun. Laki-laki itu duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari Nada. "The prince doesn't want to kidnap you from this terrible event? Or he's just not that into you?" Rian mengakhiri kalimatnya dengan tawa renyah.
Nada memandanginya dari sudut mata, lalu memilih mengurut pangkal hidung karena kepalanya justru mendadak nyeri lagi. Acara keluarga seperti ini memang tidak pernah absen membuatnya jengkel. Setelah bibi-bibinya tadi, sekarang Rian malah menggantikan tempat mereka.
"You know," Nada mengembuskan napas sebelum melanjutkan, "cara bicara kamu itu udah mirip bangat sama om-om cabul di luar sana. I'm praying that all your friends will be okay. Especially my best friend."
Memang tampaknya tidak ada kalimat yang berpengaruh untuk laki-laki yang seumuran dengannya itu. Rian malah menyahut dengan tawa renyah lagi lebih dulu. "Wow, calm down. She's safe with me."
Selain berpikir untuk menang atas adu mulut dengan Rian, hal lain yang salah adalah bahwa Nada berpikir kalau diam justru membuat Rian juga ikut diam. Namun, orang lain lupa bahwa Rian tidak punya rem di mulutnya.
"But I really worrying about you," kata Rian dengan tenang, bersandar nyaman di kursinya. "Beneran nggak bisa move on ternyata dari first love jambu itu."
Wajah Nada memerah. Kalau emang tujuan Rian mengajak sepupunya itu untuk bicara adalah untuk membuat kesal, maka ia sudah mendapatkannya. Karena meskipun lelaki itu tidak mencoba sama sekali, memikirkan nama dan melihat wajahnya sama sudah membuat Nada jengkel.
Nada tentu tahu siapa 'first love jambu' yang laki-laki itu maksud. Orangnya hanya satu, Novan, tetangganya dulu sekaligus kakak dari sahabat baiknya. Lelaki itu memang suka mengusilinya sembari melempari buah jambu dari halaman rumahnya.
Nada sesungguhnya tidak tahu mengapa Rian bisa tahu soal Novan yang suka melempari dengan jambu dan dari mana panggilan 'first love jambu' itu berasal. Namun, intinya adalah bahwa dulu Novan sama menjengkelkannya dengan Rian. Tidak ada yang namanya cinta pertama jambu monyet.
Sangat disayangkan bahwa kelihatannya Rian tahu bahwa sepupunya itu tampak tahu segalanya—bahkan kalau sekarang Nada menjalin hubungan lagi dengan seseorang ia sebut sebagai 'first love jambu'. Namun, bahkan Nada tidak tahu kapan laki-laki itu dekat kembali dengan Putri, bahkan pernah menjalin hubungan romantis di masa lalu.
"That's not even your bussiness," balas Nada dengan suara tajam. "Liat siapa yang sebenarnya nggak bisa move on? Temenan sama mantan emang bisa? Mana ada. Yang bener mau balikan." Kemudian, gadis itu mengalihkan pandangan ke arah lain, asalkan bukan pada Rian yang justru masih tertawa-tawa tidak jelas.
"She's your friend tho."
"I'm talking about you!" Nada menyahut agak memekik, lalu beranjak dari tempatnya, meninggalkan Rian yang malah terbahak-bahak.
Bahkan ketika Nada melewati ruang keluarga yang dijadikan tempat berkumpul para kerabat, ia masih mendengar tawa Rian. Kalau mereka tidak sedang asik sendiri dengan bernostalgia, Nada yakin pasti Rian sudah dianggap gila.
Nada memilih halaman depan untuk menyendiri. Berdoa saja Rian tidak mengikuti gadis itu untuk membuatnya kesal lagi. Sesaat baru saja duduk di beranda rumah itu, Nada berjengit kaget saat melihat seorang gadis yang bersandar di pagar samping. Rambutnya terurai dan pakaiannya berwarna putih.
"Kak, aku bukan kuntilanak," katanya saat Nada menatapnya dengan pandangan waspada.
Gadis yang lebih tua menghampiri dengan langkah pelan. Dari bawah pagar, ia dapat melihat kaki yang menapak berbalut sendal bergambar minion. Nada beralih tersenyum lega pada gadis itu. "Oh I'm sorry. I thought you are."
Gadis itu tertawa. "Gara-gara baju putih, ya?" Nada ikut tertawa. "Oh, iya, di rumahnya Kak Rian ada acara keluarga, ya, makanya rame banget?"
Nada mengangguk, setelah mengikuti arah pandang gadis yang sepertinya adalah tetangga Rian. "As you can see."
"Terus kakak kenapa di luar?" tanyanya lagi.
"Kesel aja sama Rian."
"Kak Rian?" Meskipun remang, Nada tahu kalau gadis itu sedang mengerutkan dahinya. "Aku pikir dia cuma ngeselin bagi aku aja, ternyata ngeselin bagi orang lain."
Oh, Nada juga berpikiran yang sama dengannya. Ternyata gadis ini adalah target kesenangan Rian lainnya. "Cuma satu orang kayaknya yang nganggep dia nggak ngeselin." Ia mengakhiri kalimatnya dengan senyum miris.
Nada tahu hanya satu orang yang tidak pernah menjadi target kegaduhan Rian, dan itu adalah sahabatnya sendiri, Putri. Barangkali kalau Rian mendekatinya karena alasan ingin menjalin hubungan romantis lagi adalah benar.
Kala Nada sibuk dengan pikiran singkatnya, gadis yang berbincang dengannya tadi pamit untuk masuk rumah. IA mendengar suara seorang wanita yang memintanya untuk kembali. Nada tersenyum saja saat teman bicaranya itu tenggelam di balik pintu.
Nada baru saja kembali ke tempatnya semula ketika merasakan getakan dari gawai di saku celana. Gadis itu menggeleng pelan sembari tersenyum. Ia mendapat panggilan video dari Novan.
"I'm sorry, I thought you were slept." Novan menyapanya dari seberang sana dengan senyum jahil. Latar belakang dari laki-laki itu adalah meja belajar yang di atasnya hampir penuh dengan tumpukan buku.
"Not yet." Si gadis menggeleng pelan. "Ada acara keluarga sebenarnya."
"Ganggu dong?" Senyum sedikit hilang dari wajah Novan, berganti dengan matanya yang agak membulat.
"Actually, I need a friend to talk. But everyone out there annoy me." Nada mengerutkan bibirnya sedikit.
"Itu nggak lama, kok. Besok kamu mungkin nggak ketemu mereka lagi." Kalau saban hari Nada mengatakan Novan berucap seperti orang tuanya, maka sepertinya memang benar. Novan mengatakan hal yang persis sama seperti seperti yang mamanya katakan.
"Kakak emangnya nggak sibuk?"
"Just finished all of my task. I'm coming for a lonely girl tonight." Novan mengakhiri kalimatnya dengan senyum semringah.
Nada tersenyum geli. Malam yang Nada kira akan dihabiskan dengan kejengkelan ternyata tidak seburuk itu juga. Ada Novan yang menemaninya hingga Mama mengajaknya untuk pulang. Setidaknya, Nada punya satu alasan kalau di hari itu bukan salah satu dari hari buruknya.
***
[ BABAK KELIMA — selesai ]
[ next » BABAK KEENAM ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top