[20.03 · 02] - babak kedua
[ 20.03 — BABAK KEDUA ]
[ dera fakta ]
***
Andai saja Novan tidak pulang lebih cepat di hari itu, mungkin ia juga tidak tahu kalau Nada memang cukup sering ke rumahnya untuk sekadar mengobrol dengan Putri atau menonton drama bersama. Adiknya itu memang sering bercerita kalau ia dan Nada masih sering saling bertukar kabar setelah pindah rumah sewaktu mereka masih kelas delapan—atau saat itu Novan menginjak kelas sembilan. Bahkan Putri girang sekali saat memberitahu bahwa Nada juga berada di kampus yang sama dengan mereka.
Sejak saat itu, di sela-sela kesempatannya saat mengunjungi Fakultas Ilmu Sosial atau Fakultas Ekonomi, sesekali ia melihat Putri yang berjalan bersama Nada atau sekadar makan di kantin. Itu sebabnya saban hari ia mengenali wajah Nada meskipun mereka tidak pernah bertatap muka secara langsung sejak kepindahan tujuh tahun lalu. Namun, Putri sama sekali tidak pernah bercerita kalau teman kecil mereka itu sering berkunjung.
"Tumben cepet pulang. Biasanya malem baru sampai rumah."
Putri membuat Novan tersentak sedikit saat memperhatikan kamar adiknya yang terbuka sedikit, menampilkan sosok gadis berambut sebahu yang sedang menonton drama dari laptop milik Putri. Adiknya itu memeluk dua kaleng soda dan sebuah kemasan keripik yang ia ingat sekali membeli itu tepat saat kejadian kantong plastiknya tertukar dengan milik Nada.
Novan menetralkan kebingungannya dengan mengambil sedikit dari keripik milik Putri. Adiknya hanya menatap pergerakan sang kakak. Lelaki itu berdeham pendek sebelum menyahut kalimat Putri sebelumnya. "Kebetulan nggak ada rapat. Baguslah, jadi bisa meriksa laporan di rumah."
Sang adik mengangguk beberapa kali. "Putri baru masak nasi goreng tadi sama Nada. Punya kakak ada di lemari biasa."
Putri baru saja hendak beranjak dari tempatnya ketika Novan kembali membuka suara. "Oh, by the way, what is she doing here?"
Sejenak, si mahasiswi Antropologi mengerutkan dahi. Ia menggedikkan bahu singkat. "Watching drama? As you can see."
"How long?" Novan bergerak menuju dapur. Tas di punggung di jatuhkan tepat di salah satu kursi yang ada di sana, sedangkan ia mengeluarkan salah satu botol berisi air dingin.
Putri mengikuti ke mana kakaknya pergi. Ia menurunkan dua kaleng soda yang sedari tadi dipegang, lalu beralih memakan sisa keripik yang ada di pelukan. "About ... two hours?"
Yang paling muda dipandangi dengan wajah serius. Novan menenggak isi botol di tangan hingga tersisa setengah. "You know that's not what I mean."
Terdengar helaan napas pendek sebelum akhirnya Putri mendecak. Ia merotasikan bola mata setelahnya. "She almost always catch me up here, karena Kakak nggak pernah bolehin Putri kemana-mana."
"Did you told me about that?"
"Why should I?" Putri bertanya balik dengan dahi berkerut. Tampaknya ia memang tidak mengerti sejak awal kemana arah pembicaraan yang dimulai oleh kakaknya.
"Because it's our home," kata Novan dengan air muka dan suara tenang.
"She's our friend, isn't it?" tanya Putri yang terdengar cukup lelah.
"Yours, mine was," sahut lelaki yang lebih tua.
"Oh my God!" Suara Putri terdengar frustrasi. Ia mengusap asal kepalanya. "At least, now you know. The end."
Perbincangan sepasang kakak adik itu terhenti di sana karena setelahnya Putri beranjak dengan langkah kesal sembari membawa dua kaleng soda yang sampat diletakkan di atas meja. Dari tempatnya berdiri, Novan mendengar bahwa sebuah pintu ditutup terlampau kasar. Ia tahu kalau adiknya kesal karena perbincangan yang tidak menyimpulkan apa-apa, kecuali fakta bahwa Novan yang kesal karena tidak pernah diberitahu kalau Nada sering mengunjungi rumah mereka.
Yang paling aneh adalah bahwa Novan juga tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba merasa kesal. Hak adiknya juga membawa orang lain ke rumahnya. Yang terpenting mereka tidak melakukan hal yang buruk dan tentu saja temannya itu bukan lelaki.
Novan mengembuskan napas kuat-kuat sembari mengacak rambutnya. Barangkali mandi adalah pilihan yang baik untuk membereskan kepalanya yang berantakan. Setelah itu ia akan kembali bergumul dengan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa dan tugas sebagai asisten laboratorium.
Sebenarnya Novan tidak tahu pukul berapa saat dia terlalu larut saat mengerjakan seluruh tugasnya di kamar dengan pintu terbuka. Piring kotor sisa makan nasi goreng buatan dua orang gadis yang sibuk menonton drama bahkan belum sempat ia sentuh lagi untuk diantarkan ke dapur.
Behkan, begitu ia mendengar bahwa pintu kamarnya diketuk, Novan masih tidak bergerak. Ia masih sibuk mengerjakan tugasnya di sebuah buku sebelum akhirnya menyahut agak ketus tanpa menoleh kemana-mana karena ia berpikir bahwa yang ada di depan pintunya adalah sang adik.
"What?"
"Ini Nada, Kak. Aku boleh masuk?"
Setelah seseorang yang berada di pintu kamarnya itu bersuara, ia akhirnya tersadar kalau Putri tidak pernah mengetuk kamarnya. Sang adik lebih suka mengagetkan dari belakang karena meja belajar Novan yang membelakangi pintu.
Novan segera berbalik dan menatap seorang gadis yang berdiri agak gugup di depan pintu. "Oh, come in. I thought you're my sister."
Nada mengangguk sekali, bergerak mendekati Novan yang duduk di kursi secara terbalik. Di matanya, gadis itu tampak sedang menyembunyikan sesuatu di balik punggung. "No, she's still in her room, watching."
Lelaki itu tidak mengetahui apa alasan sahabat adiknya tersebut datang ke kamarnya. Namun, lelaki itu tetap mempersilakan Nada untuk duduk di ranjang yang bersebelahan dengan meja belajar karena ia hanya punya satu kursi di kamar itu.
"Enggak usah, Kak. Aku cuma mau ngembaliin ini."
Novan pikir, akan butuh waktu cukup lama untuk mengetahui apa yang tengah gadis itu sembunyikan di belakang punggungnya. Namun, ternyata Nada lebih dulu menunjukkannya tidak sampai tiga menit sejak ketukan di pintu kamar Novan terdengar.
Di tangan yang terulur itu adalah sekotak kecil susu kemasan yang siap minum. Novan ingat, ia pernah memasukkan merek sejenis ke dalam belanjaannya saban hari. Ia memandangi Nada dengan kerutan di dahi, masih tidak mengerti maksud dari mengembalikan.
"Waktu belanjaan kita ketuker, aku ngambil ini di belanjaan Kakak karena haus banget." Air muka Nada tampak meringis saat menatap susu kemasan di tangannya. "Maaf, ya, Kak baru ngembaliin sekarang."
Novan mengulum bibirnya. Ia menatap susu kemasan dan wajah Nada bergantian. Bahkan kalau boleh jujur, ia tidak tahu kalau ada satu barang yang hilang dari belanjaannya kalau Nada tidak mengembalikan hal tersebut kepadanya.
"Don't mind it. Ambil aja buat kamu," kata lelaki itu kemudian lalu menggariskan senyum tipis di wajahnya.
"Beneran nggak pa-pa, Kak?" Nada bertanya dengan mata yang sedikit membulat.
Kadang-kadang, kalau mengingat Nada, Novan suka meringis sendiri mengenai perlakuannya di masa kecil. Laki-laki itu suka sekali melemparinya dengan buah jambu kalau gadis itu sedang bermain dengan Putri. Novan sampai sekarang masih bingung alasan mengapa ia melakukannya.
"Thank you!" Nada balas tersenyum. Tangannya yang terulur berada di samping tubuh. "Kalau gitu aku pamit pulang, ya, Kak?"
Novan akhirnya bangkit, menatap yang lebih muda dengan mata agak membulat. "Loh, pulang? Nggak nginep aja?"
"Enggak, Kak, besok ada kelas pagi."
"Mau dianterin, nggak?" Mungkin tawaran dari Novan terdengar hanya sebagai alasan yang dibuat-buat. Namun, ia sungguhan ingin mengantar gadis itu pulang karena saban hari membiarkan gadis itu berjalan sendirian di malam hari.
"Nggak usah, Kak, aku pulang sendiri aja." Gadis itu mengibaskan tangannya di udara memperkuat penolakannya. "Lagian nggak terlalu jauh, kok."
"Beneran?"
Si mahasiswi Bisnis Digital itu mengangguk beberapa kali sembari tersenyum. "Once again, Thanks, Kak Novan."
Meskipun agak tidak enak, Novan menghargai keputusan sahabat dari adiknya tersebut. Ia ikut mengangguk dan tersenyu,. "Be careful."
Nada menggambarkan senyum sedikit lebih lebar dibanding beberapa detik yang lalu. Gadis itu beranjak keluar dari kamarnya seiring dengan panggilan dari sang adik yang mengomel entah apa. Kedua gadis itu terdengar mengobrol singkat sebelum akhirnya Novan mendengar suara pintu depan yang tertutup.
Mahasiswa tahun ketiga itu melirik jam digital di atas meja belajar. Dahinya menunjukkan kerut yang banyak sekali ketika matanya menangkap kalau jam tengah menunjukkan pukul delapan lebih tiga.
***
[ BABAK KEDUA — selesai ]
[ next » BABAK KETIGA ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top