Part 9 | Deal
Selamat berbuka puasa❣
_________________________
Sambil mengomel, Ari menutul wajah Jisoo dengan alas bedak, sementara Yuta bersandar mengamati sambil berkomentar, “Masih cantik.” Kerjaan dia dari tadi cuma mengomentari hasil kerja keras Ari.
“Ini udah paling tebel!” Ari mendengus jengkel. Memakeup Jisoo bukan jadi masalah besarnya. Dia bisa saja membuat Jisoo menjadi perempuan jelek—sangat jelek tanpa orang dapat mengenalinya. Masalahnya, Jisoo menolak jelek.
“Kasih tompel aja biar kelihatan idiot.”
Ide barusan tercetus oleh Yuta. Langsung membuat si gadis Kim melotot tajam padanya.
“Ide bagus!” Ari bukannya pro malah kontra.
“Semoga melaknat teman gak dosa, amin,” doanya. “Enggak usah ketawa kamu, Ar! Aku jambak itu rambut langsung rontak.”
Yuta mentertawakan ancaman Jisoo untuk Ari. Kalau sampai mereka berdua seriusan adu jambak, hm, lumayan Yuta bisa merekam dan menikmati aksi berantem mereka. Seingatnya terakhir kali mereka adu jambak, baik Jisoo maupun Ari, tidak ada yang menang, dua-duanya seri dengan ending pertikaian penuh drama.
“Aku curiga, jangan-jangan dia pernah masuk perguruan tinggi kecantikan lagi?”
“Siapa?” tanya Jisoo.
“Itu lho, Myung-myung yang kamu ceritain kemarin.”
“Oh, Myungsoo,” balasnya lantas menoleh ke Yuta. “Emang iya, Yut?”
“Ngaco kalian!” Mana ada sejarahnya seorang Lee Myungsoo alumni perguruan tinggi kecantikan. Laki-laki bentukan seperti dia ambil jurusan kecantikan? Huh!.
“Ganteng gak?” Jisoo dengan sadar mengacungkan jempolnya ke Ari. “Gantengan mana sama Yuta?”
Sebuah pilihan ....
Dia melihat Yuta lama lalu mencicit pelan. “Berhubung aku sayang Yuta ...,”
“Berarti kalau gak sayang, mau bilang aku jelek, gitu?”
“Yuta sendiri yang ngaku bukan aku,” serunya.
“Yuta suka gak sadar diri,” Ari berkata, “udah diapit dua cewek cantik masih suka ngelak.”
“Terserah kalian.”
"Tuhkan, PMS, kebanyakan gaul sama Ari, sih!”
“Ngaca, Setan!” ujar Ari sambil menggeser kepala Jisoo ke arah cermin.
“Bukan setan, aku melihat bidadari.”
Ari dan Yuta kompak memutar bola mata ke atas. Memang benar sih, bukan setan yang terlihat tapi seorang gadis cantik. Begitulah pertemanan mereka, luar biasa tidak ada tandingannya.
“Udah setengah tujuh, buruan dandannya.”
“Sabar, Yut, sabar.”
“Katanya mau nganterin Madam Young ke bandara?”
“KENAPA BARU DIINGETIN SEKARANG?!” Jisoo mulai kalang kabut begitu mengingat janjinya dengan Madam Young.
Jadwalnya pagi ini, dia harus mengantarkan Madam Young ke bendara, beliau mau ke Spanyol menyusul suami, dan untuk satu minggu ke depan posisi Madam digantikan oleh putra sulungnya, Pak Myungsoo. Lee Myungsoo merupakan anak tertua Madam Young. Dia sering berpergian keluar negeri sama seperti ayahnya. Jika dideskripsikan seperti ini, Taeyong versi lain Madam Young, sedangkan Myungsoo versi lain Tuan Lee.
People rich with their kids.
...
Dia tiba di kantor kurang lebih sekitar jam sepuluhan, setelah acara panjang mengantarkan Madam Young ke bandara sekaligus mendengarkan petuah Madam Young perihal tugasnya untuk menyabotase putra bungsunya supaya tidak bertemu perempuan manapun, kecuali perempuan di daftar itu.
“Pagi, Pak.” Dia menyapa Myungsoo yang baru ditemuinya, ketika pria itu hendak ke ruangan saudaranya.
“Habis nganterin Madam?” Jisoo mengangguk cepat, tak lupa menyunggingkan senyum profesionalnya. Diam-diam menahan jiwa ular mengingat peringai pria itu baik dan ramah, maka besar kemungkinan banyak perempuan yang akan salah paham akan kebaikannya. Alias baper dini, ujung-ujungnya cap semua lelaki tukang php.
“Jisoo, can I ask you something?” tanya Myungsoo.
“Silahkan, Pak.”
Myungsoo menatapnya detail, Jisoo balas menatapnya bingung. “Saya terlihat aneh ya, Pak?” Dia selalu kelihatan aneh tiap ke kantor dengan dandanan begini. Untung tak ada tompel menempel di pipi, pasti kelihatan makin aneh kalau ide Yuta terealisasikan. Pakai behel saja dia masih merasa aneh, apalagi saat makan Jisoo selalu merasa ada yang menganggu kunyahannya dan paling menyebalkan, ada saja makanan menyempil di gigi.
“Kamu selalu sengaja terlihat jelek, ya?” tanyanya.
“HAH?” Reaksinya kaget, khawatir pula, rasanya Jisoo mau teriak memanggil Yuta dan berkeluh kesah padanya. Akan tetapi, hal itu sirna setelah melihat ekspresi geli yang tersirat pada wajah rupawan Myungsoo. Ekspresinya mengatakan hal lain. Tatapannya terkesan tidak mengintimidasi, meski mata sipitnya tampak segaris, dan tajam. Garis-garis wajahnya tegas melihatkan betapa seriusnya dia saat berbicara dengan lawan bicaranya, sangat berbeda dengan saudaranya.
“Mulai hari ini kamu jangan bosen bertemu saya di kantor.” Jisoo hampir oleng melihat senyum menawan Lee Myungsoo. Di saat seperti ini dia merasa bangga atas prestasi dirinya sendiri karena telah mempertahankan status single-nya, dengan begitu kesempatannya mendapatkan pasangan berpeluang tinggi.
“Kim, you’re fucking halu.”
Baru saja berangan-angan, seseorang telah melemparkan granat padanya. Lebih tepatnya Boss Lee, muncul, dan menganggu.
“Aku baru mau ke ruanganmu,” kata Myungsoo padanya.
Taeyong melirik sekilas Myungsoo, sebelum pandangannya menghina sang sekretaris yang kedapatan melihat saudaranya dengan ekspresi halu.
“Perlu apa?”
“Aku atau kamu bertanya sama sekretarismu?”
“Kakak ada urusan denganku?” tanyanya lebih jelas.
“Cuma mau mampir saja.”
“Bagus. Aku ada urusan lain,” ucapnya lantas melirik Jisoo. “Kim, kamu ikut saya!”
“Ke mana, Bos?” Baru bertanya tatapan galak Taeyong sudah mendiamkannya. Jisoo tidak takut, dia sedang menjaga image karena masih ada Myungsoo di sini. Tunggu sampai mereka jalan berdua, baru Jisoo akan menebas kepalanya.
Kini meereka pergi meninggalkan kantor setelah pamit ke Myungsoo. Tidak perlu pergi jauh-jauh, Taeyong mengajaknya ke restaurant kemarin. Jisoo sempat mencurigai, apakah akan ada siraman air jilid kedua dan tendangan telur versi lebih barbar?
“Fitnah itu kejam, Kim,” lirih Taeyong seolah dapat menebak isi kepala sekretarisnya. “Satu lagi. Nggak usah berharap sama Myungsoo.”
“Berharap itu free access asal Boss tahu,” timpalnya tersenyum mengejek.
“Fake hope,” sindirnya, tidak hanya itu yang membuat Jisoo kesal pada bosnya. “Pertama kamu barbar, kedua halu, ketiga si pencari harapan palsu. Mau kamu tambahi apalagi?”
Jisoo terpancing langsung mengoreksi dengan tegas. “Pertama, kedua, ketiga bukan urusan, Bos. Lagian sejak kapan Bos peduli saya?””
“Really?” Dia tertawa singkat. “Saya tidak peduli kamu Kim, I’m your Boss, jadi terserah saya berpendapat.”
“I’m Kim Jisoo. Jadi, terserah saya mau ngapain, saya mau jungkir balik bukan urusan, Bos.” Skakmat!
Melihat ekspresi kekalahan si Bos Lee, Jisoo menggulum senyum penuh kemenangan. Terhitung dari seluruh pertikaian mereka, ini kemenangan Jisoo yang ketiga, Taeyong baru menang pertama setelah berhasil mengakali Jisoo dengan menyelinap pergi saat jam kantor.
“Bos Lee gak capek ngajakin saya berantem terus?”
“You first, Kim.”
“Kata siapa? Bos duluan,” tukasnya tak terima dituduh mengibarkan bendera perang pertama kali.
Tiba-tiba langkahnya berhenti, dia memutar badan menghadap Jisoo. “Kamu yang pertama membobol pintu kantor saya.”
“Bos duluan ngusir saya, mana muka jutek lagi, padahal saya belum ngapa-ngapain. Soal bobol pintu itu juga terpaksa, saya hanya menuruti perintah Madam Young.”
“Kedua, kamu menendang bagian terpenting hidup saya.” Hal itu paling menyakitkan yang pernah Taeyong rasakan.
“Bos pernah ngejebak saya. Jangan pura-pura lupa soal itu!” ucapnya mempertegas peristiwa lalu. Bagian itu memang benar dia terlibat, karena mengiyakan permintaan Jennie untuk balas dendam ke Jisoo atas insiden di kantor.
“Yasudah, kita impas.”
“Gak bisa. Saya keberatan!” Jisoo dengan sikap keras kepala menolak sikap menyerah Taeyong yang begitu enteng tanpa beban. “Nggak ada kata impas kalau Bos masih tetap nyuruh saya jalan lima langkah menjauh.”
“Kim!”
“Jangan panggil saya, saya belum selesai berbicara!” tegasnya menyela. “Kalau Bos mau memperbaiki hubungan sama saya, saya mau Bos bersikap baik ke saya. Gak ada perintah saya harus lima langkah menjauh dari Bos!”
“Kenapa? Kamu keberatan?”
Masalahnya dia tidak bisa melihat wajah rupawan Taeyong dari jarak dekat, cukup disayangkan bukan? Jabatan sekretaris tapi dekat sama bos dipersulit.
“Deal atau gak?” ujarnya, menantang Taeyong untuk berdamai. Orang lain mungkin salah paham, Jisoo berstatus sekretaris tapi bertindak tegas sama boss sendiri seakan-akan Taeyong itu bawahan dan dia atasannya.
“Ya!” balasnya terdengar tidak ikhlas. Bukan Jisoo namanya asal mengiyakan begitu saja. Dia gerak cepat menarik telapak tangan kanan Taeyong, mengajaknya berjabat tangan kemudian mengutarakan. “Oke, kita damai.”
...
maaf ya kemarin gak update dan soal ff myungsoo-jisoo itu aku cari udah gak ada :(((( terakhir aku baca itu 2015 di wattpad mungkin authornya udah tutup akun 😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top