Part 5 | Bencana

Selamat buka puasa
_______________________

Setelah merelakan jam makan siang kini dia bolak-balik fotocopy dokumen untuk rapat jam satu siang. Jisoo melesat ke ruang rapat setelah selesai memfotocopy lembaran dokumen dan meletakkan tiap bandel ke meja para dewan, sekaligus mengatur tata letak kursi, minuman, dan proyektor untuk presentasi nanti.

Menjadi sekretaris memang tak segampang itu. Dia rela melewatkan jam makan siang dengan mondar-mandir mengurusi tetek bengek lain demi kenyaman para dewan rapat. Begitulah kesibukan seorang sekretaris. Beruntungnya, rapat wajib yang diadakan tiap rabu ini selalu terlaksanakan tanpa sekretaris. Ada gosip beredar di kalangan karyawan bahwa kebijakan baru perusahaan melarang keras sekretaris ikut rapat apabila sekretaris itu perempuan.

Jisoo tahu siapa pembuat kebijakan itu. Of course, Madam Young!

Selesai mengurusi tempat rapat, dia segera kembali ke ruangan menyelesaikan beberapa file yang perlu diorganizir, jangan sampai kewalahan, bisa-bisa kena amukan pihak berkedudukan tinggi di perusahaan karena lalai bekerja.

“Ribet amat dah,” keluhnya. Di sela melakukan file organizir, perutnya tiba-tiba berbunyi kruk kruk pertanda lapar.

______________
bungkusin makanan :(
_______________

Ujung-ujungnya mengadu sama Yuta. Mengabaikan sebentar kerusuhan anak-anaknya (cacing di perut) Jisoo berdiri profesional begitu melihat Boss Lee keluar dari ruangan. Tidak ada senyuman, tidak ada sapaan, pria itu berjalan tanpa melirik padanya.

Sabar ... sabar... sabar.

Emosi percuma. Toh, tenaganya telah terkuras dan dia butuh amunisi sekarang.

“Permisi,” Ah, sial! Baru mau melesat ke kantin malah ada saja penganggu. Jisoo malas, namun tetap mempertahankan sikap profesionalnya, dia berbalik dan senyum. “Iya, ada yang bisa saya bantu?”

“Lee Taeyong ada di ruangannya?” Menyadari bahwa yang bertanya seorang perempuan, Jisoo segera mendongak, melihat apakah perempuan itu masuk ke dalam daftar sepuluh perempuan yang boleh menemui si bos atau tidak.

“Senior Kim?”

“Hah?”

“Anda Senior Kim, ‘kan?” ujar perempuan itu terdengar antusias bahkan sampai memekik histeris, tak menyangka bertemu sosok Senior Kim.

Bentar, kok Senior Kim jadi ...,

“Ha, ha, ha.” Tawanya untuk menutupi kegugupannya sembari melihat dengan jelas siapa gerangan perempuan itu. Astaga, matanya hampir lompat keluar. “M-maaf saya ada urusan penting, permisi.” Jisoo segera melesat kabur menyelamatkan dirinya dari perempuan itu.

“Gawat, sumpah gawat! Yuta perlu tahu ini.”

Sedang perempuan itu menautkan alis, memandang bingung punggung kepergiannya penuh tanya.

♨♨♨

Entah sejak kapan Hwasa ikut terlibat komplotan mereka, sejak Yuta memintanya mendadani Jisoo, dia jadi tertarik mengetahui perkembangan kebohongan Jisoo menjadi sosok Ugly Kim.

“Tia siapa?” tanyanya penasaran. Habisan mereka membicarakan satu nama yang tidak dia kenali.

“Anak magang mantan kantor Jisoo dulu.”

“Lalu masalahnya?”

“Dia ngenalin Jisoo,” jawab Yuta sebagai juru bicara karena Jisoo sedang makan mengisi amunisi.

“Dandananmu kurang jelek kali,” komentar Hwasa sama sekali tidak membantu. Kurang jelek bagaimana? Ini sudah paling terjelek. Malahan tadi pagi ada pekerja yang mengejeknya secara terang-terangan dan Jisoo hampir meledak, siap menabok kepalanya pagi itu juga. Beruntung ada Yuta menahan emosinya.

Jisoo merenggut bete. “Aku udah jelek, paling jelek malah.”

“Kapan sih, dia bisa jadi jelek dalam arti sesungguhnya?” tanya Hwasa mengabaikan Jisoo.

Yuta yang ditanya langsung meliriknya. “Dia selalu cantik entah pakai make up atau gak. Bangun tidur ada iler bekas di pipi aja tetap kelihatan cantik.” Jisoo langsung mesem-mesem genit ke Yuta.

“Jujur banget kamu!” Hwasa gelengin kepala heran. “Kenapa kalian gak pacaran aja?”

“Akhirnya ada yang minta,” Jisoo terlihat senang sekali mendengarnya, dianya gak mau, padahal tiap hari udah aku sayang-sayang.

Payah! Cewek secantik Jisoo kamu tolak?!”

“Makasih, Sayang,” ujarnya sambil melakukan gerakan kiss bye teruntuk Hwasa.

“Makan yang bener gak usah bawel!” kali ini Yuta protes. Tapi tetap memperhatikan Jisoo dengan memunggut sisa makanan yang  menempel di tepi bibirnya.

“Tuhkan, sok jual mahal, aslinya mah, perhatian—SAKIT, YUT!” pekiknya tiba-tiba usai Yuta menabok pipinya.

Dan Hwasa merasa terhibur dengan melihat kedekatan Jisoo bersama Yuta.

♨♨♨

Setelah rapat selesai, Taeyong langsung balik ruangan. Anehnya, dia tidak menemukan sekretarisnya stand by di tempat. Sekarang dia sedang berpikir, bagaimana caranya menghukum Sekretaris Kim karena telah meninggalkan ruangan saat jam kerja? Taeyong menyeringai licik. Isi kepalanya tengah merancang hukuman untuk Kim Jisoo.

“BAAA!” Tia mengagetkan tapi berakhir gagal karena ekspresi Taeyong tidak terlihat kaget sama sekali. “Dih, gak seru!” sinisnya lantas menyusuri ruangan kantor Taeyong dan berakhir duduk santai di sofa.

“Sendirian?” Dia melepas jas mahalnya, disampirkan ke gantungan, kemudian menduduki singgasananya.

Tia menatap langit-langit kantor Taeyong sambil bergumam, “Yang gak ada di sini gak usah ditanyain orangnya ke mana. Sambut kek, baru balik nih, gak kangen?”

Pria itu terkekeh singkat tidak menanggapi ocehan Tia.

“Kamu kok gak bilang, sekretaris sekarang bukan si Jennie.”

“Gak penting.”

“Ih, penting!” rengeknya menegakkan tubuh menghadap Taeyong. “Dia seniorku dulu.”

Ucapannya barusan segera terespon oleh tolehan kepala Taeyong disusul satu alis terangkat. “Kamu kenal Kim Jisoo?”

Tia mengangguk cepat, terlihat begitu antusias dan siap melolongkan cerita panjangnya. Taeyong sangat hapal betul tabiat perempuan satu ini. “Dia panutanku tempat magang dulu.”

“Oh, ya?” Entah mengapa Taeyong tertarik mendengar cerita tentang sekretarisnya itu. Seorang Tia menjadikan sekretarisnya sebagai panutan? Bagaimana bisa?

“Pas pertama magang dia yang handle aku. Selain cantik, dia pinter, baik, pengertian—” Tunggu, tunggu, sepertinya ada kekeliruan di sini atau telinganya yang salah dengar? Barusan dia tidak salah mendengar Tia menyebutkan kata cantik mendeskripskan sekretarisnya? Omong kosong macam apa itu?

“Cantik?”

“Senior cantik banget. Idaman semua karyawan.”

Idaman dia bilang?

“... gak nyangka sekarang senior kerja di sini. Dia gak ngecewain, ‘kan? Senior emang gak ada tandingannya.”

Taeyong tersedak oleh bayangannya tentang Jisoo. Sial! Membayangkan saja sudah membuat emosinya meledak. Taeyong menduga Tia habis terkena guna-guna sekretarisnya. Astaga, cantik dari mananya Kim Jisoo itu? Cantik itu relatif—ya, betul sekali. Sebagai seorang laki-laki dia bisa membedakan mana perempuan cantik dan mana perempuan jelek. Radarnya mengatakan Kim Jisoo itu jelek.

Di matanya sekretarisnya jelek, nyebelin, sombong, bar-bar lagi. Saking jelek imagenya, dia sampai enggan menatapnya. Lalu Tia mengatakan Jisoo idaman semua karyawan? Haha, kantor macam apa tempat mereka bekerja itu. Di sana saking tidak ada perempuan cantik atau bagaimana, hm? Penghuninya kenapa melucu sekali. Taeyong jadi khawatir dengan kriteria laki-laki tempat magang Tia dulu.

“Kamu kenapa sih, Yong?”

“Apa?” sahutnya membalas tatapan Tia.

“Ekspresi wajahmu seperti orang sedang menaruh dendam.”

“Memang.”

Tia berdecak heran. Dari dulu sampai sekarang Lee Taeyong tidak pernah berubah, sangat berbeda dengan saudaranya.

“Sudahlah, aku mau pulang.”

“Secepat itu?”

“Kalau aku pergi lama, dia bisa marah.” Mengerti akan maksudnya, Taeyong mempersilahkan Tia pulang. “Terlebih Ibumu sangat bawel,” kekehnya, jujur dan Taeyong setuju dengan pendapatnya.

Setelah keluar, Tia mencari keberadaan seniornya itu. Dia hendak menyapa sekaligus bertanya sejak kapan seniornya keluar dari kantor lama dan menjadi sekretaris Lee Taeyong. Perlu ditanyakan juga, mengapa senior berpenampilan aneh? Sayangnya, dia tidak melihat tanda-tanda keberadaan senior. Perempuan itu menghilang, Tia kecewa.

Andai dia sadar, bahwa sebenarnya Jisoo sembunyi di bawah meja setelah tahu Tia keluar dari ruangan Taeyong. Demi identitasnya, dia sengaja menghindari anak magang didikannya dulu.

“Kim, datang ke ruangan saya sekarang!” perintah si boss via interkom yang tersambung langsung ke mejanya. Semenjak dari rumah sakit si boss keseringan menyingkat panggilannya menjadi Kim. Dia tidak mempermasalahkan hal itu, yang menjadi masalahnya adalah ekspresi jutek si boss masih sama dan belum berubah.

Memastikan Tia sudah jauh dari radarnya, dia segera keluar dari persembunyian dan bergegas masuk ke ruangan si boss. Menyunggingkan senyum profesionalnya, Taeyong sempat meliriknya sebelum menunduk, enggan melihatnya.

“Bos, butuh bantuan saya?” Jaraknya berdiri lima langkah jauh dari tempat Taeyong. Bos selalu mewanti-wanti supaya dia tidak berdiri terlalu dekat dengannya, dan Jisoo mengiyakan saja meski dia kecewa karena tidak bisa melihat wajah bos dari dekat.

Hening.

Taeyong belum mengatakan apapun. Membuatnya frustasi berdiri tanpa perintah. Jisoo semakin nervous ketika mata Taeyong tiba-tiba menatapnya begitu intens. Tatapannya seolah melucuti Jisoo secara terang-terangan. Sempat mata mereka bertemu, membuat Jisoo makin nervous karena ekspresi bos flat sekali padanya.

“Silahkan kamu keluar.”

“HAH?”

“Sebelum kamu keluar tolong putar badan satu kali.”

“HAH?”

“Saya memberimu perintah bukan memintamu bertanya!” Jisoo bergeming bingung. Untuk apa si bos memintanya putar badan? Belum lagi ekspresinya patut dicurigai. “Kim!” tegurnya membuyarkan lamunannya.

“Untuk apa, Bos?”

“Cepat lakukan sebelum saya menendangmu keluar.”

“Ck, galak!”

Dia terpaksa berputar sekali, setelahnya keluar atas perintah si boss. Masih berdiri di depan pintu, Jisoo bermonolog, Muka-muka mesum kelihatan, sih.

Padahal Taeyong sedang mencocokkan omongan Tia.

Versi Taeyong.

Dari bawah, oke.

Dari samping, oke.

Dari belakang, oke.

Dari depan, blacklist.

Taeyong tertawa miris merasa terbodohi cerita penuh hiperbola Tia, sepupunya.

yeu dia belum tau aja aslinya kim, jgn harap pak boss tau 😙

tiati oleng ke yuta-jisoo 😙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top