Part 4 | She is

Selamat berbuka puasa❣
__________________________

Yuta orang pertama yang panik setengah gila begitu mendengar kabar perkelahian Jisoo vs Taeyong dan Jennie. Dia kalut seperti bom yang siap meledak. Saking kalutnya sampai tanpa sadar marah ke teman sekantor.

Habisnya Jisoo berantem solo player sementara lawannya duo player. Kalau bukan sinting apa namanya? Emang sih, Jisoo tahan banting tetap saja dia terlalu sembrono.

“Hwasa! I need your help!” serunya memanggil sang ibu HRD yang kebetulan lewat.

Yuta ikut stress bukan tanpa sebab. Dia begini karena takut identitas temannya itu terbongkar. Jisoo mode hulk kadang suka lupa diri, makanya dia panik setengah gila.

Setelah tahu Jisoo baik-baik saja, sosoknya kelihatan berantakan; rambut acak-acakan, pakaian basah, dan lebih parah, mukanya yang bening kelihatan memar kena cakaran Jennie. Miris. Yuta langsung menyeretnya ke toilet. Hwasa ikut karena jasanya dibutuhkan untuk menyelamatkan Jisoo dari kerahasiaan identitas.

Satu jam mereka bertiga di toilet. Yuta menyabotase toilet supaya orang kantor tidak masuk dan merusak rencananya, sementara Hwasa dengan telaten mendadani Jisoo menjadi jelek lagi.

“Lain kali gak usah barbar,” omel Yuta dari tempatnya berdiri dekat pintu toilet.

Jisoo tak peduli. Yang paling penting selesai mengurusi kejelekannya ini, dia harus cepat-cepat ke rumah sakit. Bossnya dibawa ke rumah sakit karena tendangan mautnya tepat sasaran. Membuat si boss menjerit kesakitan sambil memegang area kelaminnya. Jisoo sama sekali tidak takut dipecat Madam Young karena telah melukai reproduksi anaknya.

Finish!” Hwasa berdecak lega. “Not bad—seenggaknya menutupi kecantikan seorang Kim Jisoo.”

“Aku cabut, urusan masa depan,” katanya bergegas keluar.

Yuta sebelum mengomel bibirnya sudah dicium olehnya dengan gerakan cepat. Hwasa terhenyak bertanya-tanya, “Is she your girlfriend?”

Kepalanya menoleh cepat. “No!”

♨♨♨

Semula ia khawatir Madam Young akan memecatnya setelah tahu aksi bar-bar melukai reproduksi si anak. Ternyata beliau memuji aksinya. Membuat Taeyong merenggut kesal di ranjang atas pujian sang mama untuk sekretarisnya.

“Jennie temanku Ma, apa masalahnya?”

“Teman?” Suara Madam Young naik satu oktaf. Terlihat sekali beliau kesal sewaktu putranya itu menyebut Jennie sebagai teman. “Teman keberapa, hm? Setelah urusanmu dengan perempuan dulu, sekarang kamu bermain sama Jennie?”

O-o-o, family problem.

Jisoo diam di tempat, pura-pura tidak mendengarkan sama seperti dua bodyguard Madam Young.

“Mau kamu itu apa?”

“Sudahlah! Aku mau istirahat.” Taeyong meringsut ke dalam selimut menghindari perdebatan dengan sang ibu. Lagipula dia malu berdebat dan didengarkan bawahan mereka.

“Kalau kamu nggak main-main sama Jennie ... mungkin Mama enggak akan memberhentikan dia,” kata Madam Young kecewa.

Beliau menoleh ke Jisoo yang langsung menegakkan tubuh siap mendengarkan perintah sang Madam Young. “Kamu tetap tinggal di sini temani Taeyong. Sepertinya dia akan kemari ...,” gumamnya membuat Jisoo menebak-nebak, siapa?

“Masih ingat daftar sepuluh perempuan?”

Dan mengangguk mengerti.

“Jangan sampai Taeyong mengusir perempuan itu.” Pesan beliau sebelum pergi bersama kedua bodyguardnya.

Setelah kepergian Madam Young, kini tersisa Jisoo menemani Taeyong yang masih betah mengurung diri di dalam selimut. Diam-diam dia mengintip dari samping, mencari tahu apakah si bos tengah tertidur atau pura-pura saja.

“Lima langkah ke belakang!” Suaranya kembali terdengar menyebalkan memberi perintah, membuatnya tersentak kaget, namun langsung mengambil lima langkah ke belakang.

Taeyong menurunkan selimut sampai ke dada. Matanya melotot galak diikuti gerakan tangan mengusir, menyuruhnya supaya berdiri jauh, atau tepatnya berdiri di depan pintu.

“Diam di situ! Jangan menganggu saya!” ujarnya mutlak. Jisoo mendesah pendek, mengiyakan saja, karena sedang malas berdebat. Tenaganya terkuras setelah aksi bar-barnya di restaurant.

Taeyong duduk bersandar. Sudut matanya berputar mencari kemudian disusul tangannya menggeledah lemari dekat ranjang. Jisoo yang menonton ikut mencarikan tapi dia bingung apa yang dicari.

“Pa—”

Diam!”

Oke, dia diam saja ketimbang kena semprotan. Biarin saja si bos sibuk mencari—entah apa itu yang dicari nanti juga mengemis minta dicarikan.

“Ponsel saya ke mana?” Tuhkan.

Jisoo mengacungkan ponsel yang dia bawa atas perintah Madam Young.

“Kemarikan!”

Dengan polos, ia menyodorkan ponsel dari jaraknya, membuat Taeyong melotot tajam padanya.

“Bapak minta, ‘kan? Ini sudah saya kasih,” ucapnya dengan santai.

“Kemarikan ponsel saya, Kim.”

“Kim Jisoo. Nama saya Kim Jisoo,” ujarnya mengoreksi panggilan.

Taeyong tidak peduli. “Terserah mulut saya memanggil!”

“Berarti sama! Terserah saya memberinya atau tidak. Lagian Madam bilang Pak Taeyong—”

“Saya bukan Bapak kamu!” Untuk alasan ini Taeyong paling tidak suka dipanggil Pak atau Bapak. Dia lebih menyukai jika dipanggil Boss Lee.

“Secara biologis Pak Taeyong memang bukan Bapak saya, tapi secara kedudukan Bapak itu panutan saya jadi, wajar saya panggil Pak.”

“Berisik kamu!”

“Atau Pak Taeyong mau saya panggil Daddy?” candanya terkekeh geli membayangkan dirinya memanggil Taeyong ‘daddy pasti awkward sekali.

Kali ini Taeyong tidak bisa menahan diri. Dia meremas seprai rumah sakit kuat-kuat, menahan isi kepala yang siap meledak mengeluarkan lava panas. “Kemari kamu, Kim Jisoo!” Dia menggeram kesal.

Jisoo mendongak. “Saya ... ke mana, Pak?”

“Cepat kemari!”

Jisoo kali ini menurut. Dia melangkah cepat mendekat, berdiri di tepi ranjang sambil menunggu perintah si boss. Dalam hati ia tengah berdebat dengan sisi ketidakwarasannya. Sifat liarnya mulai memuja-muja ketampanan sosok Lee Taeyong jika dilihat dari jarak sedekat ini. Bahkan dia rela menahan napas saking terpesona oleh ketampanan tak manusiawi si boss. Terlebih bibir si boss sangat mengoda, Jisoo tanpa sadar menjilat bibirnya menahan napas dan terang-terangan mengamati bibir tipis kiss-able si boss.

Daddy in your mouth!”

“Aw! Sakit, Pak!”

Hei! Sejak kapan ponsel di tangannya pindah tangan?

“Keluar kamu dari ruangan saya!” Sebelum itu terealisasikan, pintu berdecit menginstrupsi mereka dan sosok perempuan cantik muncul di balik pintu. Jisoo segera mundur cepat ke belakang, menggulum senyum menyambut kedatangannya. Saking cantiknya, Jisoo sampai oleng. Andai dia seorang lelaki, pasti akan jatuh cinta pandang pertama.

“Sekretaris Kim?” Jisoo mengangguk semangat kemudian mengulurkan tangan mengajaknya berkenalan. “Kang Seulgi.”

Nama perempuan yang menempati urutan pertama kesepuluh daftar perempuan yang diperbolehkan menemui Bos Lee.

“Dia tidur?” Jisoo menoleh dan kaget melihat si boss sedang pura-pura tertidur. Yang benar saja! Bos yang barusan teriak mengusir kini sembunyi di balik selimut sekadar bersembunyi?

“Pura-pura tidur,” bisiknya pelan.

Bibir kecil Seulgi membentuk kata oh lalu melengkung indah. Jisoo segera pamit memberi privasi untuk mereka mengobrol. Selagi menunggu di luar, dia duduk sambil melihat para suster yang berhilir mudik di koridor sambil mendorong trolly obat. Sesekali memanggil suster bertanya-tanya dan menyapa.

“Boleh duduk?” menambahi, “Taeyong gak ngusir kok.” Ketika melihat ekspresi kaget dan bingung Jisoo.

Jisoo menggeser tempat memberi ruang kosong untuk Seulgi.

Sempat hening beberapa detik, sebelum Seulgi membuka mulut mengajaknya berbicara. “Kamu sebenarnya gak perlu keras sama Taeyong, apalagi menuruti perintah Tante Fany.”

Dia tak mengerti.

“Tante minta kamu supaya menjauhkan Taeyong dari perempuan lain, ‘kan?” Tanpa berpikir, dia langsung mengiyakan. Jisoo mana bisa bohong kalau sebelahnya perempuan cantik. “Sepertinya kamu berhasil.”

Dirinya mulai tersanjung berkat pujiannya.

“Berhasil mengagalkan rencana kami,” kali ini tatapannya menjadi bingung. Terlebih Seulgi memperlihatkan senyum kecewa padanya, “aku sama Taeyong dijodohkan.”

Bagus, dong! Pikirnya.

Andai Jisoo menjadi mereka, dia tentu tidak akan menolak dijodohkan kalau pasangannya seperti Taeyong atau Seulgi. Jisoo pasti langsung bilang, Yes, I do! besoknya tinggal married.

Sepertinya tidak untuk perempuan satu ini, terlihat dari senyum getirnya. “Jennie teman kami. Dia dulu kerja sebagai sekretaris Taeyong, tapi Tante langsung mendepaknya setelah tahu Jennie ada main sama Taeyong.”

Jisoo belum mau berkomentar. Dia masih menunggu ceritanys sampai kelar.

“Aku sama Taeyong ngajak Jennie untuk mengagalkan perjodohan.”

“Kenapa?”

Seulgi memberinya sebuah senyuman penuh arti. “Aku melihat Taeyong sebagai seorang teman, Taeyong pun begitu.”

“Jadi karena itu kalian menolak dijodohkan?” Omong kosong!

Hanya perempuan bodoh yang menolak dijodohkan dengan lelaki idaman. Sangat disayangkan, membuatnya kesal saja. “Apa pentingnya cerita ke saya? Saya bekerja untuk Madam Young.”

“Percayalah, hampir semua mantan sekretaris Taeyong aku jelaskan masalah ini. Kupikir kalian perlu tahu.”

“Kenapa kalian tidak langsung mengatakan kepada orangtua kalau kalian tidak mau dijodohkan?”

“Kita sudah mencoba dan gagal. Orangtua kami tetap bersikukuh dengan keputusannya.”

People rich dengan tetek bengek perjodohan memang menyebalkan.

“Seulgi,” intrupsi datang dari sosok asing bertubuh tinggi dengan rambut blonde dan mata sipit. “Kita harus pergi sekarang sebelum suruhan orangtua kamu datang,” katanya.

Seulgi beranjak siap pergi bersama pria itu. “Kuharap kamu mau mempertimbangkan kembali perintah Madam Young,” pesannya sebelum menggandeng pria itu dengan mesra.

Jisoo melongok. Oh, jadi itu kekasihnya? Kasihan sekali kamu Lee Taeyong.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top