Part 28 | Hate You


hate you; 'love you'
_____________________________________

Jisoo menubruk punggung Yuta dan memeluknya dari belakang. Ia menangis, tak sanggup berpisah dengannya.

“Enggak usah nangis!” tegurnya.

Ini hari terakhir dia di sini, untuk ke depannya, dia akan menetap di New York. Sepulang dari keliling kota melepas rindu sebelum pergi, Yuta menemukan flatmate kosong tersisahkan Jisoo sendirian, sedangkan pria yang berstatus sebagai boss mereka telah pulang atas bujukan Myungsoo.

“Cengeng sehari gak boleh?” Sorot matanya sendu. Dia siap menangis seharian nanti, masih belum siap melepas Yuta. Memang sih, kapanpun mereka bisa ketemu dan mengobrol. Teknologi sekarang canggih, mereka bisa skype untuk melepas rindu. Sederhana namun rumit.

Rumit karena dia tak bisa memeluk, menjahili, dan mengomeli Yuta. Di antara mereka bertiga sosok Yuta lah yang paling care. Banyak peran dimainkan entah sebagai teman, saudara, pacar jika ada stranger menganggu kedua gadisnya, ayah, musuh, pokoknya segala roll dia mainkan dan mereka menikmati kebersamaan yang telah terjalin sejak lama.

Bukan hanya mereka yang bersedih, Yuta pun begitu. Dia mengkhawatirkan kepergiannya nanti malah menyisahkan rindu untuk temannya. Di sana pun dia pasti akan sangat merindukan kebawelan mereka yang tak sanggup digantikan oleh siapapun.

Yuta berbalik kemudian membalas pelukan Jisoo.

“Udah diem gak usah nangis,” lerainya menenangkan. Kalau Jisoo masih menangis sampai Ari pulang nanti, bisa-bisa Ari ikutan nangis. Tragisnya, Ari paling suka mengurung diri di kamar selama berjam-jam untuk menangis. Yuta suka kerepotan tiap menenangkan Ari.

Yuta mencoba menangkannya. Sejujurnya dia juga ingin menangis tapi mencoba bertahan demi teman-temannya.

...

Malamnya Ari pulang membawa banyak makanan. Katanya, “Ceremoni perpisahan,” sambil mengeluarkan semua belanjaan ke atas meja.

Yuta bersyukur karena Ari tetap terlihat ceria merayakan perpisahan mereka tak seperti Jisoo yang sejak sore menangis.

“Jangan lupa patungan lho,” Ari nyengir lebar membuat Jisoo membulatkan mata menyesal telah melahap satu paha ayam, “bercanda, Sayang,” katanya.

“Khusus buat suami gratis,” sambil menyodorkan satu potong ayam ke Yuta, “ayam termakyus!!! Kamu nggak akan nemuin ayam ini di sana.”

“Gak ada ayam, paha bule pun bisa,” ujar Jisoo.

“Yuta masih doyan paha Minhyun, kok.”

Uhuk!

Yuta langsung tersedak oleh makanannya gara-gara omongan Ari.

“Kalau ketemu Bill bilangin salam rindu dari Kim Jisoo,” ujar Jisoo sambil melahap ayam keduanya.

“Mentang-mentang nanti bergaul sama bule, jangan sok bule sama kita. Eh, bolehlah kenalin teman bule yang ganteng.”

“Bisa request mirip Bill gak?” sambung Jisoo.

“Brad pitt bolehlah,” kata Ari lagi.

“Duda ih, enakan Bill.”

“Brad pitt lebih enak!”

Yuta menepuk dahi. Beginilah teman-temannya. Ah, dia pasti akan merindungkan suasana seperti ini.

“Gantengan siapa, Bill atau Brad?« tanya Jisoo menyebabkan kepala Yuta semakin cenat-cenut. Dia memijat pelan kepalanya, namun mereka tak membiarkan dia hidup tenang sehari sebelum pindah New York.

“Pasti brad. Iya, ‘kan?” desak Ari tak mau terkalahkan dari Jisoo yang terus menyebut Bill.

“Tau ah, pusing.” Yuta beranjak pergi meninggalkan keduanya di ruang tengah. Sekarang dia berada di kamarnya. Baru merebahkan tubuhnya langsung dikagetkan kedatangan mereka berdua. Datang-datang langsung menghipitnya, karena baik Ari maupun Jisoo, mereka mau bergelantungan manja di sisinya.

Sorry,” bisik mereka hampir bersamaan, “kita cuma gak mau nangis.” Tanpa sadar Ari meneteskan air mata.

Ari menangis di sisi kiri Yuta, sedang kanannya ada Jisoo membenamkan wajahnya di lengannya. Tidak ada pesta perpisahaan malam ini, pesta tergantikan oleh mereka saling menangis melepas rindu.

...

“Jaga kesehatan di sana, gak boleh banyak minum, gak boleh bergadang, gak boleh makan mie—”

“Aneh kamu, Jis,” sela Ari, “lagian ngasih mie sekoper gitu.” Ada koper kecil penuh mie dari Jisoo untuk Yuta, menurutnya di sana serba mahal jadi Yuta perlu menghemat.

“Kalian juga jaga diri. Gak boleh bawa stranger ke flatmate.”

“Kalau khilaf?”

Yuta melempar deathglare ke Ari yang sekarang nyengir sok polos. Mereka tak bisa lama-lama mengobrol begitu Yuta pamit sekali lagi. Mereka langsung saling berpelukan, tidak ada tangis untuk hari ini. Mereka sudah saling berjanji untuk tidak menangis, sepakat melepas rindu dengan senyum lebar.

We hate you, Jerk!”

I hate you more, Girls,” balas Yuta mencium bergantian pucuk kepala kedua gadisnya sebelum pergi.

Jisoo merangkul Ari sambil bergumam, “Kamu juga gak boleh pergi ke mana-mana.”

“Kayaknya kamu deh, yang bakalan ninggalin aku.”

“Siapa bilang?”

Ari mengangkat bahu tak menahu. Dia hanya menebak saja. “Ayo, pulang.”

“Bentar-bentar, ada telfon masuk,” ujarnya segera merogoh ponsel di saku jaket. Satu panggilan masuk dari Hwasa dan Jisoo langsung menerimanya. “Hah, seriusan? Fak! Oke-oke, kita ke sana.”

“Kenapa?”

“Dalangnya udah ketemu,” beritahunya, “si anak magang.”

BITCH!” Tangan Ari sudah mengepa kuat-kuat sampai buku-buku jemarinya mengeras.

“Mau ke mana?"”

Dia berbalik cepat dengan mata menyalang marah. “Labrak, lah, apalagi?”

“Perlu banget sekarang?”

“Iya!”

“Sementara aku begini?” tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri dengan tampilan bukan si Ugly Kim.

“Pakai masker, Jis,”Ari sudah tak sabar, “buruan!” Karena Jisoo bergeming, Ari terpaksa menariknya.

Let's go, Bitches!”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top