Epilog

[ Author POV ]

Pasukan istana yang dipimpin oleh Heildet telah berjaga di depan gerbang istana, dengan atas perintah dari Lisaisme.

"Pemberontak datang.!" seru Heildet melihat banyak bayangan di depan mereka.

Drap.. Drap!

Diperkirakan ada 200 pasukan pemberontak yang mendapat tugas merebut istana dan isinya. Tentu ada ketuanya juga.

"Jumlah mereka terlalu banyak, master Heildet. Pasukan kita tidak mungkin menahan mereka, kemungkinan mereka berhasil menerobos masuk gerbang.." kata Brost mengutarakan opininya.

"Terimakasih, Brost, tapi kita memiliki pilihan lain. Ada hal yang sangat berharga di dalam istana dan jika pemberontak mendapatkannya maka Astrea akan kalah!"

"Tidak ada pilihan ya?"

"Dengarkan semuanya, kita akan
melawan para pemberontak dan jangan beri mereka kesempatan untuk menerobos masuk. Kita adalah pertahanan terakhir, kita adalah harapan penduduk.!"

""Ya""

Lisaisme hanya bisa diam menatap lautan hitam di luar pemberontak. "Aku akan memanggil semua monster unik yang ada di papan daftar andai terpaksa. Ayahanda, ibunda, siapapun cepat datang kemari.."

"??!"

Bzzt!

Lisaisme melihat ledakan halilintar di atas langit akademi, dilanjutkan keanehan pada mana alam yang seakan terhisap ke satu titik. Semuanya itu merujuk ke kehilangan. Saat ledakan tercipta semua perhatian tertuju ke sana dan saat keanehan mana alam semuanya diam keheranan.

Dan sekarang, pihak Astrea maupun pemberontak terdiam mendengar suara 'gaduh' yang berasal dari akademi, sementara di akademi terjadi pertempuran yang hampir sama di istana. Di bagian luarnya.

"Pelindung ini memiliki banyak lapisan. Sihir tingkat menengah tidak mungkin menghancurkannya.." kata Gyrina memperhatikan sekitar akademi yang dilapisi pelindung tak kasat mata.

Gyrina terbang di atas langit, ia juga sempat melihat pertarungan Aleo maupun Lan Sen tapi hanya bisa berdoa.

"Bagaimana ini, kepala akademi?" tanya Gyrina lewat 'Heart Speak'.

"Hancurkan saja. Aku tahu para pemberontak bakal masuk ke akademi juga tapi sudah tugas kita untuk melindungi mereka.."

"Dimengerti.." terima Gyrina menghentikan sihirnya dan kembali menatap dari atas. "Pelindung ini dibuat oleh salah satu murid Coroka, pasti Losfeather. Apa dia mencoba melindungi semuanya dari serangan pemberontak.? Sayangnya perpindahan dimensi tadi membuat usahanya terlihat sia-sia,"

Saat Gyrina menciptakan sihir tingkat atas, pelindung itu lenyap tiba-tiba.

"Apa maksudnya ini?"

"Shooter, aku serahkan disini padamu.." cetus Gyrina lewat 'Heart Speak'. Gyrina langsung terbang masuk ke dalam akademi dan mendapati Maya berdarah di perutnya.

"Losfeather.!" panggil Gyrina seraya menyembuhkan Maya. "Apa yang terjadi padamu?!"

"O-Or..phan."

"Sepupumu? Apa yang terjadi padanya? Losfeather.!"

"M-master, O-rphan..pem..berontak."

"Apa yang?" Gyrina masih tidak mengerti.

Jusg!

Sebuah bola dimensi tertembak ke belakang Gyrina yang lengah. Seseorang menyeringai licik.

Ctik.!

Bola dimensi itu tiba-tiba berhenti tepat dibelakang Gyrina yang membuatnya kembali sadar. Bola dimensi perlahan mengecil dan menghilang. "Kau terlalu ceroboh, Gyrina.." ucap Coroka yang datang.

"......."

"Keluarlah! Bersikap kasar dan pengecut seperti itu, kau memang bangsawan busuk, Orphan.!" kata Coroka marah besar.

"Percuma ya.? Kuhaha. Sihir ruang master Coroka memang merepotkan.." Orphan keluar dari persembunyian bersama anggota kelompok Doom, kecuali Gordon.

"Apa maksudnya ini, Orphan? Kenapa kau menyerangku??" tanya Gyrina.

"Melenyapkan saksi mata?"

"?! A-apa yang katakan.?"

"Dia yang menyerang Losfeather! Lebih tepatnya ingin membunuh.."

Orphan menyeringai. "Ini bakal merepotkan.." bisiknya sambil tersenyum.

"Orphan... Jangan bilang kau bekerja sama dengan pemberontak."

"Hahahaha! Aku terkejut kalian baru sadar setelah semua yang kukerjakan.."

"Aku pikir semua kelakuan kasarmu pada semuanya hanyalah sebuah sikap buruk. Di Astrea kekuatan adalah harga segalanya jadi membiarkanmu bertindak sesuka hati karena kekuatanmu memiliki banyak potensi bahkan bangsawan tinggi tidak memiliki hak disini. Tapi siapa sangka kau.."

"Aku kembali ceroboh. Aku tidak tahu jika Maya membuat pelindung di Astrea, hasilnya para master datang dan memergokiku.."

"Apa sebenarnya tujuanmu, Orphan?! Jawab atau kuhajar kau!" ancam Coroka sengaja meningkatkan aura kekuatannya.

"Aku tidak mau menjawabnya~"

"Kurgh!!"

"Pemberontakan akan berakhir, aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan.."

"Orphan!" teriak Coroka mengaktifkan sihir ruangnya, semuanya mengecil dengan cepat membuat jarak keduanya menipis.

"Ralsa.."

Baik, tuan!

Seorang gadis berambut hitam yang membawa payung tiba-tiba berdiri disamping Coroka. Ia menutup payungnya dan diarahkannya ke Coroka.

Doom Art : Ballfroom

Ruang hitam yang dikumpulkan membentuk sebuah bola hitam sebesar perut tertembak ke wajah Coroka.

Crash!

Darah bercucuran di kepala Coroka. Walaupun sempat memperkecil dampak hancurnya tetap saja Coroka menerima luka fatal di bagian kanan wajahnya.

Ralsa refleks menghindari tangkapan tangan Coroka, tangan kirinya tercengkeram, sihir Coroka akhir lalu meremukkan tangan kiri Ralsa dan menghancurkannya tanpa sisa. Ralsa berhasil kabur dan berhenti disamping Orphan.

"Maaf, tuan, aku gagal.." ucap Ralsa sedih.

"Sayang sekali. Apa tanganmu tidak apa?"

"Ya.." Ralsa memperhatikan tangan kirinya yang terus mengeluarkan banyak darah namun ekspresi tenang darinya seakan itu bukan masalah. "Pertama sembuhkan dulu." titahnya.

"Baik.." Ralsa menyegel tangan kirinya dengan sihir ruang membuat darah tertutup oleh benda hitam pekat.

"Gadis ini.."

Bovh dan Massa seketika berkumpul di dekat Orphan.

"Urusan kita sampai disini. Pemberontakan akan dihentikan.!"

Massa meninju tanah dan membuat retakan tanah yang sama seperti Aleo lakukan, Bovh menambahkan ledakan api untuk menutupi rencana kabur mereka.

"Urgh. Mereka kabur.."

.A.S.T.R.E.A.

"Lukanya sudah menutup.."

"T-terimakasih banyak, Yuliana.."

"Kau mungkin saja mati sekarang andai Yuliana atau senior Maya tidak ada, dasar bodoh.." kata Iksan dingin.

"H-hahaha.." tawa masam In.

"Iksan~~"

"Huuah?! A-ada apa tiba-tiba??" panik Iksan saat Scar memeluknya. "Kau tidak boleh berkata seperti itu apalagi terhadap perempuan." tegur Scar mencolek pipinya Iksan.

"T-terserah. K-kak Scar, menjauh sana kau berat.!"

"Eh~~padahal aku ingin terus begini.."

"Kakak Scar.!"

"Scar, sudah hentikan itu."

""?!"" semuanya terkejut mendengar suara Ardian.

"Ardian~~" Scar berlari ke Ardian lalu memeluknya.

"K-kenapa dia juga ada disini.? Ayah saja sudah membuatku terkejut, ditambah orang sialan ini.." batin Iksan kesal.

"Komandan.!" Yuliana langsung menunduk hormat.

"Senang melihatmu baik-baik saja, Yuliana.."

"Ya, berkat nona Scar yang menolong saya.."

"Ehehe~~"

"Dan Iksan..bisa kau berhenti menatapku seperti kau menatap musuhmu?"

"Kau memang musuhku!" balas Iksan dingin, Ardian jadi kecut. "Apa yang kau lakukan disini, kakak sialan?!"

"Ayah memintaku.."

"Benar juga. Kenapa ayah bisa jadi pengawal anggota kerajaan?"

"Aku tidak bisa menjawabnya.." senyum Ardian.

"Itulah kenapa aku membencimu.." tatap datar Iksan.

Iksan mendesah dan menggaruk-garuk kepalanya. Lalu Iksan melihat tubuh Lan Sen yang tak bernyawa lagi.

"Hei kakak sialan.."

"Ada apa?"

"Disini tidak ada orang lain yang mengenal Maxwell 'sebagai' pemberontak'kan?"

"Hm.?" Ardian melihat ke tempat Lan Sen. "Dia tidak terlalu terkenal, kurasa tidak,"

"......." Iksan mendengar jawaban Ardian. "Aku ada permintaan."

"??" Ardian memperlihatkan keterkejutannya.

"Bisakah kau 'membebaskan' dia?"

"A-aku tidak mengerti. Membebaskannya? Dia sudah mati."

"Aku tahu. Aku sudah berjanji akan bicara dengan Lan Sen dan kami tidak memiliki kesempatan untuk melakukannya.."

"...?"

Iksan mendekat ke tubuh Lan Sen yang ditutupi oleh blazer akademi milik Iksan. "Aku ingin menggunakan sihir ibu pada tubuh Lan Sen!"

""??!"" Ardian, Scar serta Yuliana membulatkan mata mereka.

"Iksan, kau... Apa? Kau sudah mengingatnya?!" tanya Ardian seakan tak percaya.

"Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengingat apapun.."

"Lalu apa yang kau??"

"Entahlah. Aku merasa dapat melakukannya... Mimpiku memperlihatkannya."

"......."

"Ardian.." Ardian dan Scar tiba-tiba jadi diam.

"Mungkinkah Iksan.."

Iksan menyelimuti mana negatif dikedua tangannya, cahaya ungu gelap perlahan menyelimuti tubuh Lan Sen. Setelah itu... Semuanya jadi putih.

.A.S.T.R.E.A.

[ Iksan POV ]

Aku berdiri di depan memperhatikan ibu yang tengah melakukan sihir khususnya. Berapa kali pun aku melihatnya aku seakan menjadi orang lain.

Diriku yang lain?

Sihir ini hanya bisa dilakukan oleh ibu dan kau memiliki kemampuan untuk mewarisinya.

Aku bisa.?

Itu saat aku masih kecil. Mimpi ini memperlihatkan tempat yang tidak kuketahui, sebuah taman yang indah dan rumah mansion yang besar.

Ya. Iksan'kan anakku sudah wajar kau memiliki darahkku.

Aku tidak mengerti, bu.

Tempat ini. Mimpi ini.

Cahaya ungu yang sangat gelap dan mencengkam menutupi semuanya. Setelah hari itu pemberontakan berakhir, Astrea menerima kerusakan yang tidak bisa dibilang biasa sebut saja parah. Korban juga banyak, beberapa bangunan penting hancur dan akademi-ku... Hancur, setengah.

Bagian depan dan tengah saja yang benar-benar hancur, bagian kelas dan ruang guru mengalami 'sedikit kerusakan' dan akan direnovasi.

Kak Rose memberitahuku jika Aleo sudah mati dan Ambush mengurung diri di kamarnya, entah apa sebabnya. Senior Maya di rawat instensif karena memiliki luka yang sangat parah akibat serangan Orphan.

Orphan, pemberontak yang pura-pura menjadi pihak Astrea. Kemungkinan dialah yang membocorkan semua rahaisa untuk pemberontak selama ia di Astrea. Turnamen dihentikan langsung oleh pihak akademi, maksudnya tidak ada turnamen tahun ini. Apalagi hadiahnya juga sudah dicuri oleh Orphan.

Istana kerajaan diserang disaat aku pergi(merasa bersalah), untung puteri pertama tidak apa-apa karena raja dan ratu Astrea kembali diwaktu yang bersamaan. Para master memberitahukan jika tahun ini bakal dilakukan pemberhentian belajar akibat serangan, kata umumnya adalah 'Kami libur sekolah'.

Sampai akademi di perbaiki, aku dan murid lainnya diminta untuk tidak sekolah dan kembali ke kampung halaman. Aku masih belum mendapat jawaban dari kehadiran ayah dan hubungannya dengan ratu, kakak sialan itu juga tidak menjawab pertanyaanku.

Iksan, apa kau sudah mengingatnya?!

Mengingat apa maksudnya coba?

"........."

Tapi..

Kalau dipikirkan lagi ada banyak lubang di kehidupanku.

Kenapa ayah yang hanya seorang pengrajin senjata di tempat kecil memiliki hubungan dengan anggota kerajaan?

Ibuku penjual kue bisa sihir necromamcer?

Dan kakakku menjadi komandan ibu kota Garuda padahal dia cuma seorang mantan petualang?

Kak Scar koki dapur jadi master Akademi Astrea?

Lalu...

Aku mengingat kembali kejadian saat melihat salah satu siswa mengeluarkan petir merah. "Dia siapa?!"

"Dan kenapa... Yuliana bisa menggunakan kekuatan Pengendali Alam? Petir ungu??"

Semakin banyak aku memikirkannya kepalaku jadi sakit, dan aku mendapatkan mimpi diriku yang lain tinggal di suatu tempat.

Apa yang... Terjadi pada diriku di masa lalu?

Aku lupa mengatakannya jika aku tidak memiliki ingatan masa lalu ya.?

.A.S.T.R.E.A.

[ Author POV ]

Pintu tabung putih itu terbuka, asap berhembus keluar dari dalam, seorang gadis bersurai pirang dengan manik hijau keluar dari sana hanya mengenakan bodysuit putih.

"Ah sial~aku mengacaukannya~" cetusnya menyesal tapi tetap tersenyum.

"Kau sudah bangun, Jeane?" tanya pria berambut putih jabrik.

"Kakak.."

"Kalau kau keluar dari tabung itu berarti 'dirimu' yang lain mati.?"

"Kakak tahu sendiri.." Jeane berjalan ke beranda jendela.

Ruangan itu sangat luas dan ada beberapa alat misterius yang tak dikenal berjajar disana.

"Rencanaku jadi kacau gara-gara Maxwell membunuhku. Sial~~"

"Tapi dengan begini semuanya bakal mudah. Tinggal apakah Iksan dapat mengingatnya atau tidak."

"Dibutuhkan pengorbanan untuk itu.."

"Hm? Siapa?"

Jeane tersenyum misterius. "Kita harus mengorbankan Yuliana.!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top