Chapter 6 : Pendekar Pengguna Enam Pedang

[ Author POV ]

Satoshiro mencabut dua buah pedang katana-nya yang ada dibagian atas kedua pinggangnya, Iksan juga tidak mau kalah, ia mengeluarkan pisau hitam miliknya.

"Hehehe. Tidak ada ruginya aku membawa pisau ayah ke sekolah.." batinnya terkekeh.

"Pertama, biar aku katakan ini kepadamu, bocah. Kau tidak akan bisa menang.."

"Apa karena kakak menggunakan enam pedang? Atau kakak adalah kelas 3..?" senyum Iksan.

"Keduanya benar, bocah aneh.."

Iksan mendengus saat sebutannya bertambah jadi 'aneh'. Satoshiro membuat kuda-kuda terbuka, kedua tangannya menyimpang bukan ke depan tapi ke samping, badan ia sedikit membungkukkan badannya. Dan langsung tancap gas, Satoshiro menerjang dan menebas ke depan disaat bersamaan, Iksan menahan tebasan itu dengan pisau sepanjang telapak tangan itu, pedang satunya menyusup ke bawah berniat menusuk ke dada Iksan langsung. Iksan yang menyadari itu menciptakan gelombang petir biru yang mementalkan tusukan ke samping.

"Dia membelokkan seranganku..!?"

Iksan menggesek paksa pisaunya lalu memutar badannya mengarahkan tinju telapak kiri ke wajah Satoshiro. Satoshiro refleks melepas kedua pedangnya, menahan tinju telapak dengan tangan kiri dan mencabut pedang yang ada dipunggung dengan tangan kanannya.

Trang...

Pedang dan pisau saling berhantaman di atas kepala Iksan.

"Kena kau..!" seringai Iksan. Tinju yang ditangkap oleh Satoshiro tadi tiba-tiba menembakkan sambaran petir biru yang mengejutkannya, Iksan berbalik badan dengan sangat cepat, menggores pipi senior kelasnya itu dan memberinya tendangan ke perut.

Satoshiro terseret ke belakang, pedang ia pegang terlepas dari tangannya, tersisa hanya ada tiga pedang di wilayah Satoshiro.

"Hehe.."

"Urgh. Sepertinya aku terlalu meremehkan adik kelas ini.." pikir Satoshiro.

"Ada apa, kakak kelas? Kau tidak akan kalah seperti ini'kan..?" provokasi Iksan.

"Baiklah, biar aku beri kau sedikit pendidik, junior.."

Satoshiro mengambil pedang terakhir yang ada dibelakang punggungnya, memegangnya dengan dua tangan, kedua kakinya sejajar rapi

Teknik Satu Pedang

Setelah Satoshiro berbisik, aura hitam mengelilingi mata katana itu. Iksan merendahkan kuda-kudanya, siap menerima.

Angin Hitam

Slash..!

"!!?"

Iksan hanya bisa diam saat tebasan hitam menyerempet bagian samping kanannya, darah keluar dari pundak kanannya.

"Apa itu tadi? Terlalu cepat sampai tidak dapat aku lihat..!"

Slash..!

Satoshiro kembali ke Iksan dan menebas. Iksan kembali terkejut, ia terkejut dapat melihat garis serangan tapi tidak menghindar. Akibatnya lengan kanannya kembali di tebas.

"Sebenarnya ada apa ini??" bingung Iksan.

Satoshiro berlari ke tempat tiga pedangnya yang tergeletak di lantai dan memungut mereka.

Teknik Empat Pedang

Satoshiro memegang keempat pedang itu dikedua tangan yang sama, hanya membalik posisi mereka saja, membuat terlihat seperti pedang mata dua. Tangan kanan ia angkat ke depan, tangan kiri sedikit ke samping dan lutut kanan memimpin serangan.

Putaran Tornado Kegelapan

Swaassh...!

Satoshiro melesat ke depan, badannya terlihat berputar sangat cepat. Iksan menyelimuti pisaunya dengan petir dan menangkis tebasan acak yang dilakukan oleh Satoshiro. Saking cepatnya Iksan tersentak mundur dan menerima beberapa luka.

"Ini menyebalkan.."

Iksan menggeram bersamaan dengan petir biru yang menyelimuti dirinya. Iksan meledak dari tempatnya, menusuk acak saat Satoshiro ikutan menyerang. Pisau Iksan beruntung mengenai paha kanan Satoshiro membuat putaran menurun. Kesempatan itu diambil Iksan untuk menendang wajah Satoshiro.

"Maaf senior.." teriak Iksan sambil tersenyum.

Bzzzzzt...!

Petir biru yang mengelilingi kaki Iksan melontarkan Satoshiro ke sudut lapangan dan melucuti senjatanya.

"Terimakasih atas ajarannya, senior. Aku paham jika diriku kurang cepat saat ini. Tetapi senior, aku juga punya sedikit saran. Setidaknya gunakan serangan yang langsung critical.."

"H - Hahaha... Lucu sekali, junior!" Satoshiro bangkit dari terlemparnya, mengambil empat pedang yang tergeletak di tanah.

Satoshiro mencabut dua pedang tersisa dan menaruhnya ditempat semestinya.

Teknik Enam Pedang :
Pendekar Gila

Satu dimulut, dua di tangan kiri dengan salah satunya menghadap ke belakang, satu ditangan kanan, satu di atas lutut kanan dan satu di dekat leher.

Knive Thrust Hacim

Iksan mengangkat pisaunya disamping kiri, mengarahkan bagian tajamnya ke depan dan tangan kirinya tergempal dibelakangnya, petir biru melesat keluar dari pisau tersebut dan menyelimutinya.

Neraka Pedang

Blue Claws

Bruusaash..!

Satoshiro menerjang ke depan, keenam pedangnya tiba-tiba jadi besar dan memerangkap Iksan dari segala arah di depannya. Sementara itu Iksan terus maju bersama petir birunya, Iksan bergerak di dalam kumpulan katana itu, menangkis dan menghancurkannya.

Blue Thunder : Blue Slash

Slash..!

Tebasan gelombang biru menusuk menembus Satoshiro, diwaktu bersamaan jeritan petir biru tua mematahkan keenam pedang katana miliknya.

"Maaf ya senior tapi akulah yang menang.."

"T - Tidak mungkin.."

Bruk..!!

.A.S.T.R.E.A.

[ Ambush POV ]

Iksan menang...? Melawan Senior Satoshiro..?!

Aku benar-benar tidak percaya dia menang hanya menggunakan pisau kecil itu, ditambah dia juga mematahkan keenam katana yang digunakan Senior Satoshiro.

Dhuuuaar...!

Suara ledakan tiba-tiba terdengar dibelakangku. Seperti suara petir. Tidak berlangsung lama sosok bayangan jatuh tidak jauh didepanku.

Dia....?!

.A.S.T.R.E.A.

[ Iksan POV ]

Hah..! Ini sangat melelahkan. Aku tidak menyangka jika dia secepat itu.

Tapi aku puas. Pilihan masuk ke akademi ini tidaklah salah. Aku dapat belajar banyak hal dalam bertarung dan juga memanfaatkan keadaaan. Kurasa aku bertambah kuat..?

Dhuaarr..!!

Suara ledakan yang terdengar seperti petir terjadi dibelakangku, dengan cepat aku berbalik badan. Sosok bayangan terlempar dari arah jendela setelah dihantam oleh cahaya merah.

Bruak...!?

"........."

"........."









"A - Apa ini? S - Siapa yang melakukannya..??"

Bayangan yang jatuh di depanku adalah master yang menyerang Senior Ambush. Keadaannya pingsan dengan bau gosong. Dia tidak mati'kan?

Dia diserang oleh api? Atau petir??

Saat aku kembali menghadap ke jendela aku terkejut melihat Yuliana berdiri disana. Apa dia yang baru saja mengalahkan master ini? Mungkinkah itu??

Yuliana tiba-tiba berlari entah kenapa dan pergi dari TKP, meninggalkanku bersama Senior Ambush.

"Bagus... Sekarang aku harus apa??"

.A.S.T.R.E.A.

[ Author POV ]

"Akh..?!"

Punggung Yuliana menghantam keras dinding koridor, seorang pemuda berambut merah mencengkeram mulutnya kasar.

"T - Tuan Quema.."

"Oho~? Kau juga bisa berekspresi begitu? Aku kira kau hanyalah sebuah boneka, Yuliana.." bisiknya.

Satu tangan pemuda itu masuk ke seragam Yuliana dan mencengkeram kuat perut Yuliana, sampai hampir membuat Yuliana berteriak andai pemuda itu tidak menyumbat mulutnya.

"Kau mengerti'kan?"

Yuliana mengangguk, memejamkan kedua matanya dan menahan sakit.

"Bagus~aku suka kau yang ini.." seringainya sadis.

".........."

".........."







"Bisa anda berhenti sampai disana, Tuan Quema?" pinta perempuan itu.

Seorang perempuan bersurai pirang panjang dengan manik hijau berdiri di samping mereka berdua. Ia tersenyum.

"Jeane? Kau juga ada ya..?"

"Bodoh sekali anda berkata seperti itu, Tuan Quema.."

Urat nadi muncul ditangan yang menyumbat mulut Yuliana. Yuliana dilepaskan secara tiba-tiba membuatnya terduduk dengan kasar. Quema melesat dan mencekik kerah perempuan bersurai pirang itu.

"Kata-kata yang menarik. Apa kedua benda ini semenarik kata - katamu, Jeane..?" Quema menatap ke arah dada.

"Jika anda menyentuhnya, saya akan membunuh anda, Tuan Quema.." ancamnya.

Quema menyeringai dan tiba-tiba melepas kerah, dan berjalan pergi sambil terkekeh.

"Aku menantikan kedatanganmu, Yuliana.."

Jeane masih menatap tajam Quema walaupun dia sudah pergi jauh. Memperbaiki kerah seragam akademi yang mana kancingnya hilang satu. Jeane perlahan berjalan ke tempat Yuliana yang depresi.

"Kenapa kau tidak melawan? Bukankah kau berada dibawah perlindungan Kak Ardian??" tanya Jeane, tapi Yuliana hanya diam menunduk.

Jeane menghela nafasnya pasrah. "Kuatkan dirimu, Yuliana. Kau... Bukanlah seorang budak lagi!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top