Chapter 26 : Pemberontak Masih Di Hutan, dan Rapat Selesai
[ Author POV ]
Ts.. Tss..
Suara lesatan anak panah terdengar melewati beberapa anak panah, dan itu bolak balik. Sementara itu In tengah bersembunyi pada semak-semak sambil berekspresi takut.
"Ugh.."
Aku akan melindungimu. Jadi... Maju saja!
"Itu yang dia katakan tapi.."
Ts!
"Mana bisa aku maju jika situasinya seperti ini!" jerit batin In.
Di sampingnya ada Lio yang ikutan, sebenarnya Lio tidak bisa jauh dari In(?).
"?"
"In, kita harus maju agar dapat menangkap pemanah ini. Kita tidak bisa terus diam disini. Memang benar Max itu mencurigakan tapi hanya ini cara agar kita dapat menang..." kata Lio lewat batin. Ia menggunakan 'Heart Speak', salah satu sihir alternatif.
"Umm~~tapi Lio~"
"In... Kita harus melakukannya!"
Ts..
Gelombang angin yang kuat baru saja lewat ditempat mereka, sontak membuat In meringkuk di tanah.
"Aku benci ini.!"
Dikejauhan dimana Max beradu tembakan, ia melihat In dan Lio bergerak.
"Akhirnya bergerak juga.."
Disebuah pohon lainnya juga memantau seorang laki-laki berambut kuning dengan poni ditengah ia mengenakan pakaian dan celana serba hijau khas Robin, serta ditanganya ada busur.
"Ada yang mendekat.?" pergerakan dia lihat disekitar semak-semak. "?"
"Semak itu... Ditiup angin??"
Hush!
Angin terseret tiba-tiba di depannya, anak panah biru nampak tengah menuju ke tempat si laki-laki.
"Apa kau tidak memiliki teknik lain.?"
Anak panah itu berjarak 8 meter lagi. Laki-laki rambut kuning mengangkat busurnya.
Arc Skills :
Rain Explodes
Anak panahnya menghancurkan lesatan punya Max, lima sampai enam laser tercipta saat kedua serangan bertabrakan, laser memutari tempat ledakan lalu mengarah ke tempat Max.
Max melompat turun dari atas pohon, beberapa detik ke depan laser menghancurkannya. Max lanjut berlari melompati rintangan yang ada dibawah, anak panah musuh menancap satu demi satu mengejar dari belakang Max.
"Kau sepertinya sangat suka menjebak... Leoga." gumam Max melihat anak panah juga berjatuhan di depannya. "Tapi tidak hari ini!"
Laki-laki yang diketahui bernama Leoga, terus melepaskan dua anak panah sekaligus, itulah kenapa anak panah tertancap di depan serta belakang dalam sela sangat dekat. In berhasil menyelinap, ia naik dari bawah hingga ke Leoga menggunakan batang pohon.
"Sedikit lagi aku hampir sampai.." In melompat pelan dan menekan seminimal mungkin aura kehadirannya.
"Yoosh.!"
Tap.
"Kau pikir aku tidak menyadari kedatanganmu.."
"Eh?"
Ts..
Anak panah itu menancap di pundak kiri, laser hijau kekuningan terbang dari Leoga, menusuk ke badan gadis ber-twin-tail hijau.
"........"
"Beraninya kau! "
"!?"
In melayang di depan Leoga. Angin berkumpul dikedua tangannya membentuk ruang kosong. In tanpa banyak bicara lagi langsung menghantamkan Leoga dengan anginnya.
"Lio!?" In mendekat ke Lio yang terluka.
"Darahnya banyak sekali. Sudah kubilang ini adalah rencana yang buruk.."
"Aku tidak apa kok.."
"Lio.."
Tap!
"!" Leoga mendarat di seberang pohon In dan Lio berada. Ia mencabut batang pohon kecil yang menembus pinggangnya.
"Aku sangat yakin cuma merasakan satu, tapi kenapa ada dua sekarang. Sihir apa yang kalian gunakan?"
"Lio, aku ingin kau diam saja.."
"Apa yang ingin kau lakukan?"
"?"
"Aku yang menjadi lawanmu. Majulah!" seru In mengangkat dua tinju sekaligus.
"Kebetulan..aku ingin membalas seranganmu yang barus--"
"...... "
Niat membunuh menusuk dingin kulit Leoga. Max menghindar ke samping kanan Leoga, dan melepaskan tembakan ke ketiak kanan.
"Kau terlalu semangat, Leoga... Seperti biasa."
"!"
"In.!" seru Max. Angin In menghempaskan Leoga dari batang pohon.
Arc Skills :
Blue Sword
Thrust!!
Anak panah biru menusuk Leoga tepat di tengah dada.
"Kenapa kau berkhianat... Max?"
Anak panah itu menyeret Leoga hingga ke bawah dan tak terlihat lagi setelah itu. Max dan In mencari tempat aman untuk beristirahat, In menggunakan sihir penyembuhan kepada Lio.
"Efeknya terlalu lama. Aku harus menggunakan mana alam.."
"Tenagamu terkuras.."
"Lebih baik daripada kau terluka. Lio adalah temanku dan satu-satunya aku akan menyembuhkanmu bagaimana pun caranya.!"
"In, kau ada waktu setelah keluar dari dungeon?" tanya Max tiba-tiba.
"......."
"Aku menunggumu ditempat biasa, ada yang ingin aku katakan padamu.."
.A.S.T.R.E.A.
Truang.!
Aleo menahan hantaman cepat dari laki-laki dagger merah.
"Apa yang bisa kau lakukan, bocah.? Hehe.."
"Urgh.."
"Tidak ada yang dapat kau lakukan!" bisiknya, aura Aleo sontak menguat.
"Kau membuatku muak.!"
"Maaf, nona Maxwell..Pakaianmu
Drap!!
Aleo menarik pedangnya ke kanan, bersamaan itu Aleo berputar, batu terbang mendekat ke mata pedangnya.
Teknik Berpedang Aliran Tanah :
Tanah Pembelah
Slash.. Jrak!
Tebasan vertikal miring ke atas kanan diterima musuh Aleo, tanah dibelakangnya menjadi terbelah.
"Hah, hah..a-aku terlalu emosi."
"Aleo..Aleo!" panggil Maya terlihat ke tempat.
"Nona Maya.."
"Aku senang kau baik-baik saja.."
"Y-ya?"
"Kita harus menemukan Ambush serta Maxwell.."
"H-hm. Saya khawatir dengan nona Maxwell.."
Disisi lain pepohonan, Ambush berjalan menjelajahi jalan setampak yang rusak, akibat bekas pertarungan.
"Kalau Iksan yang bertarung seperti ini aku sudah terbiasa, masalahnya Iksan sedang tidak ada sekarang.." Ambush menyingkirkan semak belukar yang menghalangi jalan. Dibalik pohon ada Maxwell dan tiga orang yang menyerang mereka, mereka bertiga terkapar.
"Maxwell?"
"Hah, hah.." Maxwell ngos-ngosan, ada luka lembam di wajah dan tangannya.
"MAXWELL!?" teriak Ambush refleks. Teriakan itu membuat Maxwell menyadari keberadaan Ambush.
"Ambush.."
"Maxwell..Maxwell! Kau terluka?!"
"Oh?"
"Dan itu terlihat sakit.."
"Aku baik saja. Ini sudah biasa.."
"O-oke.." Ambush berpikir. "Kita terpisah dengan Aleo dan ketua, kita mesti mencari mereka dan meminta ketua untuk menyembuhkan lukamu itu,"
"Maya?"
"Dia bisa beberapa sihir.."
Maxwell tersenyum disela akhir. "Bangsawan memang hebat.."
.A.S.T.R.E.A.
[ Iksan POV ]
"Begitulah isi rapat kali ini. Kita akan mengadakan rapat tiga hari lagi setelah 'misi'.." Orphan menutup rapat.
"Akhirnya selesai juga.." kak Gladiska langsung menyelonong keluar, tim Yuliana selanjutnya dan tersisa kami berempat.
"?"
"Apa yang mereka inginkan?" pikirku menatap senior Brost.
Senior Brost ke tempatku bersama wakilnya(?).
"Dia ingin bicara denganmu, Iksan.." bisik Jeane.
"Aku??"
"Nona Jeane benar... Iksan, ada yang ingin aku bicarakan denganmu!"
"Hanya aku.?"
.A.S.T.R.E.A.
Kami bertiga turun ke lantai dasar, Jeane tinggal katanya ada urusan? Mungkin dengan kak Gladiska.
"Jadi senior, apa yang ingin kau bicarakan?" tanyaku langsung.
"Panggil Brost saja. Begini, ini soal Lily.."
Benar juga. Tadi tuh anak ada.
"Hm?"
"Aku berterimakasih telah menjaga Lily saat di distrik barat.."
"Hah? Aku tidak melakukan apa-apa. Dia aku usir karena menyebalkan.."
Brost tertawa.
"Lily sekali.."
"Sebenarnya dia pergi dengan sendirinya karena sudah mendapatkan hadiah quest.."
"Lily ada di kelas C dan juga tim kami, Blueue. Dia muda dan berbakat.." kata wakil Brost.
"Iksan.."
"!" kami berhenti di depan pintu masuk.
"Sampai jumpa di turnamen. Kami menunggumu!"
Percaya diri sekali, fuh.
"Sampai jumpa di turnamen, senior.!"
.A.S.T.R.E.A.
[ Author POV ]
Sepasang mata biru-ungu itu memperhatikan Iksan yang keluar dari restoran seorang diri. Gladiska berdiri di depan jendela tanpa ada Orphan di sisinya.
"Iksan Hacim, hm.? Nama itu terasa familiar di telingaku. Kau tahu sesuatu, Jeane.?"
Di kegelapan duduk Jeane di atas sofa berwarna biru tua. Jeane tengah melepas kaos kakinya.
"Entah~~"
"Hmm~~"
"Ahh..eh-?"
Swush!!
Gladiska bergerak sangat cepat dan mencekik Jeane, surainya mengekor ditempatnya berdiri tadi, siap menusuk?
"Kau tidak pandai berbohong, Jeane. Aku tahu kau mengetahui sesuatu. Apalagi kau anggota keluarga itu.."
"K-kenapa kau berpikiran seperti i-itu.?"
"Insting.!"
"Baiklah.."
"Urgh. Sungguh rubah yang mengerikan. Jika Iksan bertarung dengan orang seperti ini mungkin dia akan senang, tapi... Dia belum siap."
Pikiran Jeane mulai menghitam.
"Apa perlu aku memanggil Quema.?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top