Chapter 18 : Pemberontak Perbekalan & Keegoisan Maya

[ Author POV ]

Seorang pria besar menggerutu menatap lembaran keras yang 'seharusnya' ia isi, namun ia malah melatakkan lembaran itu cuma di atas meja kerja. "Bikin pusing kepala saja.." keluhnya.

Tok.. Tok!

"Masuk.." sahutnya. Pintu terbuka menampakkan seorang gadis muda berambut hijau tua. "Sirnah!?" gadis itu kemudian duduk di kursi tanpa meminta terlebih dulu.

"Aku ada pesan dari pemimpin, Paman Baquisna.."

"......" pria itu sontak memasang ekspresi serius.

"Percepat pergerakannya. Astrea mulai ikut campur.!"

"Dipercepat?" ulang pria itu. Sirnah merapatkan kedua belah kakinya, menjadi agak sopan. "Sejujurnya aku bertemu salah satu murid Astrea.."

"Lalu?"

Sirnah cukup lama menunda jawabannya. "Lalu aku mencoba membunuhnya, diluar perkiraan aku gagal."

Baquisna menggempal tinju kemudian mendesah pasrah(?).

"Lain kali kau harus lebih berpikir. Jadi, siapa murid itu?" sabar Baqusina(?).

"Dia--"

"--Ya, dia harus banyak berpikir sebelum bertindak atau celaka nantinya!"

""?!""

Maya berdiri di pintu masuk. "Siapa yang menyangka pemilik tempat ini ternyata anggota pemberontak. Apa kalian mencoba berbaur?"

"Astrea.." bisik Baquisna. Ia memberi isyarat untuk Sirnah.

Tik!?

Maya menjentikkan jarinya, suara kaca pecah terdengar jelas di dalam ruangan itu.

.A.S.T.R.E.A.

Iksan membobol satu ruangan gudang secara paksa, Gordon mengawasi sekitar dan Rose... Dia menghilang.

"Apa tidak apa membiarkan senior pergi?" tanya Gordon bimbang, Iksan terlihat sudah masuk gudang dan memberikan cahaya menggunakan sihir alternatif. "Kak Rose hanya pergi sebentar, dia nanti kembali juga.."

"Kau yakin.?"

"Hmm.." Gordon mengikuti Iksan untuk masuk ke dalam juga. Dalam beberapa sorot cahaya terlihat banyak kotak-kotak yang tertata rapi. Iksan melempar cahaya yang ada di tangannya ke atas lalu dia mengambil pisau dari belakang saku dan membongkar satu kotak.

Brak.

Satu penutup kotak dibuka Iksan dengan paksa, juga.

"!" mata Gordon menatap kaget isi dalam kotak.

"Gudang perbekalan ya?" senyum miring Iksan. "Ini terlihat seperti ingin perang saja,"

"Kita harus melaporkan hal ini kepada Ketua Maya.." usul Gordon, yang pergi keluar. Iksan masih diam di dalam, matanya memperhatikan keseluruhan isi gudang. "Apa rencana mereka dengan kerajaan ini?"

.A.S.T.R.E.A.

"Sihir dimensi??"

"Selamat datang di Dunia Kaca.." sambut Maya.

"Sirnah, apa kristal teleportasi milikmu aktif?" tanya Baqusina memastikan, dia menghancurkan meja dan mengambil sebuah tongkat. Sirnah mengeluarkan kristal dan berusaha menggunakannya namun tidak bisa.

"Kalian tidak dapat keluar dari dunia ini kecuali atas izin dariku.."

Baquisna berada dalam posisi siap tempur saat Maya menciptakan pedang kaca tembus pandangnya.

"Baquisna, satu dari Dua Bersaudara Pengacau. Kembaranmu sudah mati.."

"Hmm!"

Teknik Berpedang Aliran Kaca :
Angin Pemotong Dimensi

Slash?!

Maya mengayunkan pedangnya, setengah mata dari pedang itu lenyap, kemudian retakan kaca tercipta dibawah kaki. Baquisna refleks melangkah mundur, sebuah pasak kaca menggores pipi kirinya.

"Aku juga mengetahuinya.!" sahut Baquisna seraya menggeram.

"Hm~?"

Maya memajukan wajahnya ke depan menghindari lemparan pisau dari Sirnah.

"Sirnah, apa yang kau lakukan?!"

"Aku akan membantumu, Paman Baquisna!"

"Tidak. Kau cari saja jalan keluar dari tempat ini.."

Trak?!

Baquisna kembali menghindari tusukan pedang kaca, Sirnah terlihat ikut diserang.

"Tidak akan kubiarkan satupun dari kalian dapat pergi. Kalian akan aku kalahkan disini.!" kata Maya.

Baquisna mulai berlari ke tempat Maya, Sirnah bergerak zig-zag merapat ke dinding berusaha membingungkan.

"Primitif.." pikir Maya.

Maya melepas bola cahaya yang tersembunyi di telapaknya, bola itu naik ke atas dan menciptakan silau cahaya yang membutakan mata.

"Dengan begini aku dapa--?" kedua mata Maya melebar saat merasakan gerakkan tepat di belakang.

Sirnah menyusup ke belakang Maya, ia menggores pinggang kanan Maya dengan cepat membuat Maya sedikit berputar. Baquisna muncul memasuki area silau memukulkan tongkat tepat di luka yang dibuat Sirnah. Maya terlempar sampai berguling-guling.

"Andai kau menyadari jika kami dapat merasakan mana alam mungkin tidak akan seperti ini.." ucap Baquisna.

"Kurgh!" Maya memegang luka pinggulnya yang bengkak serta berdarah. "Mana alam ya.?"

"Bangsawan sepertimu hanya mengandalkan kapasitas besar mana dalam tubuh untuk menjadi sangat kuat tapi setelah mana itu habis kalian bukanlah siapa-siapa.!" Maya tersenyum tipis, hanya diam melihat kedua musuhnya siap mengalahkan dirinya.

"Mungkin ini karma.." Maya menutup matanya. Retakan kaca disekitar mereka perlahan semakin membesar. "Setidaknya tidak ada yang melihat keadaaanku yang memalukan ini--"

Krek?

Oh?

Prang!!

""??""

Udara tiba-tiba pecah seperti kaca, sosok Iksan melompat masuk dengan bertutup kepala.

"Siapa?!" terkejut Baquisna.

"Ik..san?"

Iksan mendarat aman dicelah lubang dimensi yang menghubungkan dengan dunia nyata.

"Kau baik-baik saja, ketua?" tanya Ambush yang muncul setelah Iksan.

"Ambush.." terpana Maya. "Bagaimana mungkin.?"

"Semuanya dibawah kendali, Senior Maya.."

"?" Maya menjadi bingung mendengar cetusan dari Iksan.  "Kak Rose dan Gordon sekarang tengah melaporkan persembunyian ini kepada Master Coroka, dalam beberapa menit bala bantuan akan datang.." jelaskan Iksan.

"Rose..."

Baquisna mendecih kesal. "Gawat. Aku harus membawa Sirnah keluar dari sini.."

"Bertahanlah sebenar lagi, senior.." Iksan melepaskan petir birunya yang hampir menyambar Sirnah, andai Baquisna tidak melindunginya.

"Petir biru."

"Paman.?" Sirnah mengintip Baquisna dari belakang, urat-urat nadinya bermunculan di kening dan aura hijau yang kuat menyelimuti tubuhnya. "Paman.." panggil Sirnah lagi.

"Maaf, Sirnah. Kita tidak akan pergi dari sini."

"?"

Dush!!

Angin bertiup kencang ditempat Baquisna, sorot kemarahannya tertuju ke Iksan yang waspada.

"Dia mirip seperti orang itu.." batin Iksan.

"Pengendali Petir!" teriak Baquisna membuat Iksan kaget. "Aku akan membunuhmu disini atas apa yang telah kau lakukan pada saudaraku!"

"Saudara?"

"Gaarh!" Baquisna menyerang Iksan, tongkatnya terayun cepat ke atas. Iksan menahan tongkat itu menggunakan lengannya, tempat yang Iksan berdiri jadi hancur, Baquisna semakin kuat menekan Iksan.

"Pemberat ditambahkan!!"

Drrt!!

Tongkat besi Baquisna berputar dibagian tengah, seketika daya dorong gravitasi jatuh ke bawah Iksan dalam sekejap terbenam ke dalam tanah.

"Iksan!!"

Lubang seukuran manusia tercipta ditempat Iksan tadinya. Lalu Baquisna melempar kubik permata ke dalam sana. "Tenggelamlah di dalam neraka.!" gumamnya. Ambush bersiap melemparkan benda hitamnya dan Maya terus meneriaki nama Iksan.

"........."





Blue Thunder :
Blue Strike

Iksan melompat dari dasar lubang, mendorong kubik permata dengan serangannya. Cahaya biru bersinar tepat dihadapan Baquisna, disaat bersamaan pasak hitam menusuk kubik, ledakan cahaya biru mementalkan Baquisna.

"Maju, Iksan.!" Ambush membuat lontaran di belakang Iksan.

Tretek.. Tang!

Tongkat Baquisna terbelah menjadi banyak bagian, berubah jadi cambuk dan Baquisna dengan cepat berdiri.

"Pemberat dipertambah!" Baquisna mengayunkan cambuknya dengan keras, Iksan menggerakkan badannya memutari cambuk dari samping, Iksan menyelimuti tangan kanannya dengan petir miliknya. Suara sesuatu 'menembus' terdengar saat Iksan menempel di depan Baquisna. Tangan kanan itu menembus jantung Baquisna.

"Paman.." Sirnah menatap tak percaya.

"Terimakasih atas pertarungannya. Kau kuat.." bisik Iksan. Baquisna roboh ke lantai dan Iksan berdiri di atasnya. Semantara Maya menatap kagum. "Mereka baru bertemu tapi kerja sama mereka sangat bagus. Apa ini kekuatan percaya sama lain??"

Jika kau ingin berhasil lakukanlah dengan sendiri!

"Kau salah tapi aku juga tidak benar. Aku..akan melakukannya dengan caraku sendiri, bersama teman-temanku. Aku akan mencapai puncak bersama mereka!"

.A.S.T.R.E.A.

Bala bantuan dari Astrea telah datang, mereka membawa Maya untuk duduk di pintu gudang yang kini penuh penjagaan. Maya terlihat diobati oleh tim medis, ada balutan di pinggulnya. Iksan serta Rose datang setelahnya

"Senang melihatmu baik-baik saja?" cetus Rose, Maya sendiri fokus ke Iksan. "Apa kau mengetahui tentang hal 'itu', Iksan?" tanya Maya sontak. Saat Iksan mau menjawab Rose mengangkat tangannya menghentikan. "Jangan salahkan dia. Aku yang melakukannya.!"

"Aku tidak menyalahkannya.."

"Eh?"

Maya merapatkan pahanya dan duduk tegap layaknya bangsawan.

"Ini karma untukku. Aku melakukan semua ini karena aku terlalu egois.."

"Maya, kau ti--"

"--Aku egois, Rose."

"........"

"Aku ingin membuktikan kepada mereka dan 'dia' jika aku dapat naik dengan caraku. Tapi aku salah. Manusia itu adalah makhluk yang lemah dan mudah dipengaruhi. Iksan, Rose... Aku mau menjadi salah satu master di akademi!"

"?!"

"T-tapi waktu itu katamu ingin menjadi anggota Noble Organization Crown??"

"Itu adalah keinginan keluargaku, namun sebenernya aku ingin menjadi seperti Master Reefa yang mempunyai tekad kuat walau gelarnya yang harus di korbankan. Aku... Ingin menjadi seorang guru.!" kata Maya membulatkan tekadnya, matanya bersinar penuh semangat keyakinan.

Di saat itu Iksan melangkah maju dan... Mengangkat kepalan tinju(?).

"Aku juga memiliki tujuan, senior. Mari kita wujudkan semua itu.."

"Ya.." Maya mengangkat tinjunya juga.

""Di akademi ini!""

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top