Chapter 13 : Pengakuan
[ Author POV ]
Tap.. Tap!
In menggerakkan kakinya menuruni anak tangga, untaian tangannya berhasil menangkap(mencengkeram) blazer Iksan. Membuat Iksan berhenti.
"?"
"....bukan....kut!"
"Ha? Kau bilang apa--!"
"Aku bukan penakut!" teriak In keras, mengagetkan Iksan.
In mengangkat wajahnya yang memperlihatkan kemarahan(?) itu.
"Apa yang dibicarakan perempuan ini?" batin Iksan bingung.
"Aku bukan penakut, walau begitu aku tidak dapat menolak yang mereka pinta dariku. Aku memiliki hubungan dengan kelompok ini.."
"In, sebenarnya apa yang kau bicarakan?" Iksan menyela tangan In dan bertanya.
.A.S.T.R.E.A.
[ In POV ]
"Apa yang aku bicarakan? Apa penjelasan ini 'masih' belum cukup..?"
Aku tatap Iksan yang memperlihatkan ekspresi heran di depanku. Kenapa dia berekspresi seperti itu? Kau tahu'kan jika aku yang bersalah disini, tapi kau... Membiarkan aku pergi.
Apa aku harus mengatakan semuanya?
Aku tatap dia. Matanya tetap sama, begitu juga dengan ekspresinya.
Dia...
.A.S.T.R.E.A.
[Iksan POV ]
Terjadi jeda setelah In menyatakan sesuatu yang membingungkan.
Aku tidak tahu apa hubungannya dengan Kelompok Robin, dan juga aku tidak ingin tahu. Aku ingin In pergi dari sini agar tidak menganggu pertarunganku nantinya. Jika In adalah 'anggota' Kelompok Robin, maka dia memiliki 'teman' disana? Sama seperti yang pernah Sonia alami.
Aku... Aku tidak ingin hal itu terulang kembali.
Jadi aku mengusirnya, tapi dia mengejarku dan mengatakan hal-hal yang tidak aku mengerti.
"Aku membantu..mereka.."
"Hm?"
"Aku 'pernah' membantu Robin dalam mencuri untuk kepentingan pribadiku..!"
"......"
"......"
"Dia baru saja..mengaku?"
Aku mengintip ke belakang, samping dan depan. Tidak ada seorang pun bersama kami saat ini. Aku mendesah lelah serta menggaruk rambut acak.
"Kau ini... Hah. Beruntung Master Reefa tidak ikut bersama kita. Bagaimana jika dia ikut? Kau bisa ditangkap sekarang.." cetusku.
In membulatkan matanya, syok akan reaksi dariku yang terbilang 'santai' itu.
"K-Kau mendengar apa yang aku katakan tadi'kan? Tapi kenapa.?"
"Dengar.!" potongku keras. "Aku tidak ingin mendengar apa-apa darimu!" lanjutku.
In sekali lagi kaget dengan jawabanku.
"T-Tapi aku--"
"--Itu bukan urusanku!"
"H-Hah??"
Aku tatap In serius. "Aku datang ke Astrea untuk menjadi lebih kuat agar dapat mengalahkan orang itu. Masalah Astrea tidak ada hubungannya denganku. Jadi hentikan ocehan yang tidak bisa aku urus masalahnya itu.." aku tunjuk In tepat ke depan wajahnya.
Aku tidak tahu apa yang dia katakan setelah ini, yang penting aku sudah mengeluarkan apa yang ingin aku katakan.
Dan juga aku tidak akan mendapat untung jika mengirimnya ke Master Reefa. Uang? Memang aku perlu saat ini tapi aku tidak suka caranya.
"......." In masih diam memperhatikan jariku yang menunjuk ke arahnya.
5 menit kemudian dia masih seperti itu. Aku turunkan jariku karena telah pegal terangkat selama itu.
"Iksan.." saat aku turunkan jariku, In bertanya. "Apa kau tidak masalah mendekat dengan orang seperti itu?" tanyanya.
"Orang..seperti itu?" saat aku mengulang pertanyaan, In memandangku dengan penuh harap.
Memangnya apa yang kau harapkan dariku?
"Tidak.."
"Kenapa?" tambahnya, tambah serius menatapku.
"Dasar gadis aneh.."
"Karena aku tidak peduli dengan hal yang begitu. Jika dia memang seperti ya seperti itu, aku tidak bisa merubah ataupun memaksanya berubah. Itu sama saja dengan kekerasan. Kau tidak bisa merubah seseorang dengan beberapa kata saja, kau perlu tindakan untuk meyakinkannya. Jika salah satu langkah saja, maka kau akan gagal.."
"Itu bukan berarti kau harus menyerah, tapi perlu lebih keras lagi. Kenapa kita membahas ini sih? Tidak ada hubungannya?!" seruku di akhir agak memekik.
"....." sementara In terdiam dengan kedua matanya melebar. Memangnya sekaget itu'kah?
"........" berapa lama pun aku menunggu In tetap terdiam, jadi aku memutuskan untuk kembali bergerak.
"In, kau kembalilah jika tidak ingin tertangkap. Robin mengenalmu, kau akan tertangkap jika pihak Astrea mengetahuinya.." saranku.
Aku berlari menuruni anak tangga, dan aku dapat mendengar suara langkah kaki dibelakang, saat aku lirik disana ada In yang mengejarku. Jangan bilang dia ingin menyerangku?
Aku berhenti berlari setelah sampai di ruang bawah tanah. Benar, ada terowongan disini. Luasnya tidak dapat aku perkirakan, gelap, dingin dan terlihat sepi. Kenapa Astrea memiliki tempat yang seperti ini?
Yang aku dengar Astrea adalah tempat yang modern, penuh dengan alat canggih dan bangunan yang mewah. Ternyata semua itu hanya hoax.
"Kenapa kau ikut turun juga, In?"
Tapi perhatian utamaku tertuju pada gadis aneh ini. In yang baru saja sampai, menyahut pertanyaanku dengan senyuman. Itu senyuman yang berbeda.
Oh ya?! Aku baru sadar jika In yang aku ajak bicara tadi, berbeda dengan In yang pertama kali aku temui.
"Aku ingin ikut bersamamu. Aku akan membantumu, Iksan!"
"Hah? Tapi bagaimana dengan kenyataannya??"
"Dosaku akan terbongkar jika Robin berhasil dibekuk. Jadi menurutku, lebih baik aku membantumu daripada menunggu. Aku tidak mau diam saja, menunggu diriku yang 'salah' ini tertangkap.."
"Bagaimana dengan rekanmu yang ada di Robin?"
"Aku tidak memiliki teman disana.."
"Baguslah kalau begitu.."
Aku tatap serius In. Dia tersenyum seakan beban yang ada di pundaknya hilang, padahal aku cuma menjawab pertanyaannya saja tadi.
"Terserah kau saja, asal tidak menghambat diriku.."
"Aku tidak akan menghambatmu!"
Alhasil, aku pergi berdua bersama In yang 'anggota' Robin. Mantan kurasa.
Kami masuk lebih dalam dengan In yang sebagai pemandunya. Jujur aku masih belum percaya dengan gadis ini, mungkin saja dia merencanakan sesuatu dengan cara mengkhianatiku.
Petir biru tiba-tiba menyala ditelapak kananku. Apa mana alam sudah kembali normal? Atau seseorang telah mematikan permata itu?
Berpikir dan menebak tidak akan menyelesaikan masalah ini. Aku harus bertemu dengan orang yang memimpin dibawah sini, lalu mengalahkannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top