2] Butuh Bantuanku?

"Honey, ntar pulang sekolah ke toko buku ya."

"Nerd!" ledekku.

"Gue cuman mau nyari buku yang—"

"Nerd!" ledekku lagi memotong ucapanya. Aku sudah tertawa melihat wajah Pio yang terlihat sangat sebal.

"But you love me," katanya dengan wajah santainya.

"Yes, I do love you baby," balasku sambil mencium pipinya.

"Lo berdua menjijikan." cibir seseorang dari arah belakangku. Aku menoleh ke belakang dan kudapati Virgo tengah memandang jijik ke arah kami. Dasar, calon adik ipar durhaka!

"Berisik lo! Udah sana anak kecil cepetan masuk kelas, nanti telat." ledekku sambil menjulurkan lidah ke arahnya. Kulihat Virgo hanya berdecak sebal seraya berjalan menuju ke arah gerbang sekolah. Hari ini Virgo lebih memilih berangkat naik angkot ketimbang satu mobil dengan kami. Biarlah, repot juga dia sendiri.

"Udah sana, kamu juga masuk." ucap Pio yang membuatku mengangguk. Kemudian aku berpamitan dengan Pio dan langsung masuk ke dalam sekolahan.

***

Jam istirahat pertama kuhabiskan untuk duduk manis di kelas sambil mendengar ocehan Amoi soal Virgo. Dasar orang yang lagi kasmaran. Bener-bener deh, kayak orang gila.

"Kemarin seru banget, Pi. Virgo anaknya lucu ya. Gemes tau."

"Emang, Moi. Dia gemesin banget, saking gemesinnya sampe gue pengen nyubit pipi dia pake tang!" kataku menimpali ucapan Amoi.

"Kejam amat lo sama Virgo!" ucap Amoi sebal. Aku tertawa melihat wajah cemberut sahabatku ini. Lucu sekali.

Tapi heran juga ya, sudah cukup lama Amoi mengenal Pio, tapi masak Amoi masih gak sadar kalau Virgo itu adiknya Pio. Dasar Amoi yang tidak peka.

"Livia, ya?" ucap seseorang sambil duduk di bangku depanku.

"Iya, siapa ya?" tanyaku bingung kepada gadis manis berkacamata ini.

"Kenalin, gue Gea anak IPS 2." Gea mengulurkan tangannya ke arahku.

"Pia," ucapku memperkenalkan diri sambil membalas jabatan tangannya.

"Moira." kata Amoi menjabat tangan Gea yang terulur ke arahnya.

"Gue butuh bantuan lo, Pi."

"Bantuan apa?" tanyaku bingung.

"Bantuin gue jadian sama Angga, anak IPA 1 yang cakep itu."

Mendengar ucapannya tersebut kontan membuatku tersedak ludahku sendiri.

"Lo kan, udah berhasil ngebuat Amoi dan Virgo deket, Pi. Bantuin gue juga dong. Gue udah hopeless banget nih, buat dapetin Angga. Please, Pi. Bantuin gue."

Aku melirik Amoi yang juga melirikku. Ini sangat menggelikan. Lucu sekali. Sejak kapan aku buka biro jodoh seperti ini?

"Gue sepertinya butuh minum." kataku sambil cengar-cengir sendiri.

"Gue beli'in." ucap Gea cepat seraya bangkit dari posisi duduknya.

***

"Sekarang jadi mak comblang?" tanya Pio dengan nada mengejek kepadaku.

Kini kami berdua tengah berada di toko buku di salah satu mall di Jakarta. Tadi setelah pulang sekolah, Pio menjemputku dan mengajakku untuk ke toko buku ini. Dasar Pio anak rajin. Pio suka membaca buku. Oleh karena itu Pio anak yang pandai.

"Ya gue juga gak tau. Tiba-tiba aja ada beberapa anak minta dibantuin biar bisa jadian sama gebetannya."

"Aneh-aneh aja sih." katanya seraya terkekeh.

"Makanya gue juga bingung. Tadi ada dua anak minta bantuan gue coba. Mana gak kenal mereka semua pula."

"Terus lo bantuin?"

"Iyalah."

"Berhasil?"

"Entahlah."

Pio kini sudah menertawakanku. Ih, dia gak tau sih, tadi di kelas hebohnya kayak apa. Tadi tiba-tiba ada Gea yang memintaku membantunya untuk mendapatkan Angga. Setelah Gea pergi dengan segudang saranku, datanglah cewek lain lagi, Naya. Naya pun memintaku untuk membantunya mendapatkan pujaan hatinya.

Sebenarnya aku sempat syok dan bingung, sih, dengan manusia sebangsa mereka. Masalahnya aku sendiri tidak mengenal mereka ataupun cowok yang mereka incar. Beda kasuslah sama si Amoi. Kalau Amoi dan Virgo kan, akunya udah kenal semua. Jadi aku ngertilah kudu ngapain buat nyatuin mereka berdua. Tapi sekarang, aku harus dihadapkan dengan pasangan yang aku sendiri tidak kenal. Tapi ya untungnya mereka pada pengertian sih, pada mau ngasih apa gitu kek buat aku. Ya kayak Gea yang mau menraktirku makan di kantin. Atau Naya yang memberiku dua tiket nonton gratis buat nanti malam. Kalau kayak gini sih, mana tega gak bantuin.

"Gue nyari buku ke sana dulu ya." kata Pio menunjuk ke arah kananku. Aku mengangguk dan mengibas-ngibaskan tanganku seolah mengusirnya. Pio terkekeh dan kemudian berjalan menjauh dariku.

Aku memilih untuk berjalan di deretan rak-rak yang berisi resep makanan. Bukan mau beli juga sih, cuman mau lihat-lihat saja. Kali aja ada yang bagus dan berisi makanan-makanan yang enak dan membuatku khilaf untuk membelinya. Ya siapa tau aku bisa mempraktikannya kelak kalau sudah menajadi seorang istri. Kan keren tuh. Bisa jadi istri solekhah.

Kuambil salah satu buku resep yang berisi makanan ala-ala Italy. Wih, pizza, enak nih. Ah nanti ngajakin Pio beli Pizza aja. Laper juga nih.

"Pia ...." terdengar seseorang memanggil namaku. Aku mendongak dan mendapati seorang cewek tengah tersenyum ke arahku. Nah, aku kenal dia, nih. Tapi aku lupa namanya.

"Hai," sapaku balik.

"Ama siapa?" tanyanya lagi.

"Ama cowok gue. Lo sendiri sama siapa?"

"Itu ama anak-anak."

Aku hanya ber-oh-ria dan menganggukan kepala.

"Eh katanya lo jadi mak comblang ya sekarang?"

"Haa?"

"Eh, bukan ding. Lo jadi Dewi Cinta."

"Hee?"

"Gue juga mau dong dibantuin sama lo." ucapnya yang membuatku kebingungan sendiri.

Bentar deh, ini cewek satu namanya siapa? Kenal aja enggak minta dibantuin. Gimana, sih?

"Cowoknya ada di sini." katanya yang membuatku mengernyitkan dahi. "Ikut gue." katanya cepat seraya menarikku paksa agar mengikutinya. Bahkan aku belum sempat untuk mengembalikan buku resep yang tadi sempat aku baca.

Aku mengikuti langkah cewek satu ini dengan terburu-buru. Ia membawaku berjalan lurus diantara rak-rak, kemudian berbelok ke kanan, lurus lagi, belok ke kiri dan lurus terus sampai mentok. Dan di sinilah kami berada, di antara buku-buku penuh dengan angka.

"Itu cowoknya, Pi." kata cewek ini sambil menunjuk ke arah kananku. Aku menoleh ke arah tersebut dan di sana ada beberapa cowok yang sedang sibuk mencari buku di deretan rak-rak.

"Yang mana?"

"Yang pake kaos hitam itu."

"Kaos item?" tanyaku datar kepada cewek satu ini.

"Iya, yang sering ke sekolahan. Tiap pulang sekolah gue sering liat dia di gerbang, Pi. Entah deh nungguin siapa. Pia, bantuin gue buat dapetin dia."

"Lo mau ngerebut cowok gue!" semprotku kesal.

"Co ... cowok lo?"

"Iya! Dia cowok gue, peak! Lo ngajakin berantem?!"

"Eh, enggak kok, Pi. Hehe ... gue balik dulu ya, bye." katanya cepat-cepat seraya pergi dari hadapanku.

Rese banget itu cewek. Tau namanya aja enggak, dan tiba-tiba nyuruh buat dapetin cowok. Dan parahnya dia malah mengincar cowokku. Minta dijadiin kambing korban tuh cewek. Dasar rese!

"Hei, kenapa, sih?" terdengar suara Pio dari arah belakangku. Aku memutar tubuhku dan mendapati Pio tengah memandangiku bingung.

"Masak ada yang berani minta gue buat bantuin dia jadian sama lo. Lha kan minta di sate itu cewek!" kataku kesal sendiri. Pio hanya terkekeh dan mengacak rambutku.

"Dasar anak abg." ledeknya yang membuatku sebal.

"Lo pacaran sama anak abg juga woi!"

"Kalau ini mah, mau abg mau tante-tante juga gue gak masalah." ucapnya santai yang diam-diam membuatku tersipu malu. Sumpah gak keren banget malu-malu gini di hadapan Pio!

"Dih, pipinya merah." ledeknya lagi.

"Apa sih, berisik." kataku berlagak sebal dan pergi meninggalkannya. Kudengar Pio tertawa yang membuatku tersenyum lebar.

Dasar Scorpio kampret! Nyebelin, tapi gemesin. Bikin hati deg-deg ser gak jelas sukanya! Cepetan nikahin gue, Pio!

 ===========++++++=========

Semoga gak kalah menghibur dari cerita si Amoi ya, wkwkwkwk

Thanks for coming! <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top