10] Mencintai
Aku berjalan dengan tergesa-gesa memasuki tempat ini. Kulewati lorong-lorong yang kini terlihat sangat sepi. Sedikit mengeringan sih, tapi aku tak peduli. Ini semua demi Pio.
Semoga Pio ada di sini. Semoga dia datang. Please!
Keadaan yang tadi sangat sunyi dan sepi, kini berganti dengan suasana yang cukup ramai. Ada beberapa pasang manusia yang berjalan di sekitaran sini. Bahkan banyak yang mengantri memasuki gedung aula di hadapanku. Pio pasti di sini.
"Hei, nggak boleh masuk," ucap seseorang seraya menarik lenganku yang membuatku berhenti.
"Gue mau nyari seseorang," kataku mencoba melepaskan genggaman cowok yang memakai seragam seperti tentara, tapi bukan tentara tersebut.
"Selain undangan dilarang masuk."
"Tapi ini penting, menyangkut masa depan gue dan keturunan gue! Gue harus masuk."
"Lagi ada acara di dalam."
"Gue tau! Maka dari itu gue harus masuk!"
Perdebatanku dengan cowok ini cukup mengundang perhatrian orang-orang yang berada di sekitarku. Beberpa dari mereka memandangku aneh. Tak sedikit juga yang terlihat bisik-bisik membicarakanku. Tapi bodo, aku harus bertemu dengan Pio.
"Selain undangan dilarang masuk," ucapnya lagi dengan tegas.
"Ya, lo udah ngucapin kalimat itu dua kali, gue enggak tuli. Tapi gue harus masuk ke dalam!"
"Di dalam sedang ada pesta perpisahan—"
"Perpisahan calon wisudawan. Gue tau."
Kenapa mau ketemu sama Pio cobaannya berat seperti ini, sih? Kenapa aku harus menghadapi manusia menyebalkan seperti cowok berseragam tentara tapi bukan tentara ini? Apa dia tidak tahu kalau masa depanku tergantung pada saat ini? Kalau aku tidak bisa bertemu dengan Pio sekarang, aku tidak tahu kapan lagi aku bisa menemuinya.
"Pia?" Terdengar suara yang sangat kuhafal. Kontan aku langsung berbalik ke belakang dan kudapati sosok yang sangat kurindukan berada di sana. Pio.
Jantungku kini berdetak tak karuan. Rasa sesak yang beberapa hari ini kurasakan tiba-tiba menguap hilang. Meskipun masalahku belum selesai dengan Pio, tapi hanya dengan melihatnya saja sudah cukup membuatku tenang.
"Pio," ucapku lirih. Tanpa sadar mataku sudah berkaca-kaca. Rasanya aku ingin menangis dan memeluknya. Tapi aku tahu kalau Pio masih marah kepadaku.
Perlahan aku mendekat ke arahnya. Ia pun berjalan mendekat ke arahku. Kemudian kami berdua sama-sama berhenti ketika kami sudah berhadap-hadapan. Seperti di film-film, tapi siapa peduli.
"Pio, maaf," ucapku menahan isak tangis. "Maafin gue."
"Gue ngerti," jawabnya seraya merengkuhku ke dalam pelukannya. "Masalah kita selesai, Pi. Maafin gue juga ya."
Seketika tangisku samakin menjadi. Kupeluk erat tubuh Pio. Aku merindukannya, sangat merindukannya.
"Maafin gue, gue bisa jelasin semua." Masih kupeluk erat tubuh Pio. Kurasakan ia mengelus lembut punggungku.
"Gak perlu, Pia. Gue udah tau semuanya. Lando udah cerita semua ke gue."
"Lando cerita?" tanyaku bingung seraya melepaskan pelukanku. Kulihat wajah Pio yang memandangku dengan senyum kecilnya. Kini ia mengangguk menjawab pertanyaanku.
Lando cerita ke Pio? Bagaimana bisa? Lagian kapan mereka bertemu?
"Iya. Jadi, lupakan semuanya." Pio tersenyum dan menghapus air mata yang membasahi pipiku. "We're good now."
"Tapi—"
"Udah Pia, gue gak nyalahin lo. Gue paham posisi lo, gue ngerti. Maafin gue yang egois."
"Pio," ucapku lirih.
Pio selalu menjadi satu-satunya orang yang membuatku luluh hanya dengan ucapannya saja. Tapi dia bukan hanya punya ucapan gombal. Dia juga selalu nunjukin semua ucapannya dengan tindakan. Bagaimana tidak aku jatuh cinta kepadanya?
"Maaf ya, gue jadi egois kemarin-kemarin. Gue sayang sama lo, dan itu ngebuat gue jadi egois. Maafin gue ya, Pia."
"Harusnya gue yang minta maaf, bukan lo."
"Tapi gue udah egois banget marah kayak gitu sama lo. Nuduh lo yang enggak-enggak juga. Gue kekanak-kanakan. Ini salah gue."
"Maaf-maafan aja terus biar kayak lebaran, terus nanti sekalian kita bikin ketupat," sindirku yang membuatnya terkekeh.
"Iya Pia, gue maafin lo. Dan ya, anggap ini salah kita berdua."
"Emang salah kita berdua. Tapi gue juga pengen jelasin semua ke lo, Pio."
"Gak ada yang perlu dijelasin lagi, Pia. Gue udah ngerti."
"Tapi lo gak ngerti kan, kalau gue kangen sama lo? Gue kangen banget. Gue juga kesel, lo ilang-ilangan gak bisa ditemuin. Gue pengen nyelesain masalah kita, tapi lo malah kabur-kaburan kayak buronan. Gue gak mau kayak gini lagi. Kalau ada masalah, jangan pergi. Selesain, Pio. Jangan buat gue merasa sendirian ngadepin ini."
Kulihat raut penyesalan di wajahnya. Tatapannya semakin lebut. Bibirnya tersenyum kecil tapi terlihat sedih. Tangannya membelai pipiku yang membuat jantungku berdesir.
"Jangan lakuin hal ini lagi. Jika lo marah sama gue, lo gak perlu lari. Tetap tinggal dan selesain semuanya sama gue. Jangan menyerah sama hubungan ini. Kita udah jalan sangat jauh, Pio. Gue gak bisa kalau harus berhenti dan balik sendirian. Gue pengen terus jalan sampai akhir sama lo. Hanya sama lo. Karena gue cinta sama Scorpio yang ngeselin."
Pio tersenyum lembut dan menyelipkan anak rambut ke telingaku. Kemudian kembali ia mengelus pipiku.
"Gue mau minta maaf lagi, tapi lo pasti ngira kalau ini beneran lebaran," ucapnya yang membuatku terkekeh. "Gue bersyukur jatuh cinta sama lo. Cewek yang beneran bisa ngertiin gue. Gue gak tau apa lagi yang bisa gue perbuat untuk lo selain jagain lo dan nerusin perjalanan kita sampai akhir. Lo juga ngeselin, tapi gue gak keberatan. Gue pun cinta sama lo. Cinta banget, Pia."
Pio menatapku lekat. Dapat kulihat kesungguhan di sana. Aku tahu, aku mencintai orang yang tepat. Orang yang bisa membuatku bahagia hanya dengan kehadirannya saja. Dan tanpa sadar, dia sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupku.
"May I?" ucapnya seraya mengulurkan tangannya untukku. Aku terkekeh dan mengangguk.
Kemudian Pio mengajakku ke dalam aula pesta perpisahannya. Meskipun aku sempat mendapat plototan orang yang memakai seragam seperti tentara tapi bukan tentara tersebut, tapi nyatanya aku tetap dibolehin masuk. Karena apa? Ini semua karena Pio. Pio kan yang punya kawasan, haha.
Masalahku sekarang sudah selesai. Tapi aku yakin, besok-besok pasti ada aja masalah yang datang. Ya, namanya juga hidup. Mencintai seseorang bukanlah hal mudah. Terkadang kita akan merasakan sakitnya kehilangan atau pun patah hati. Itu udah resiko, udah satu paket. Tapi aku akan mengambil semua resiko itu jika mencintainya dapat membuatku bahagia.
=========== T H E E N D ==========
Kelar yeeeeeeahhhh! *tebar koin
wkwkwwkwk
Buat ceritanya Lando InsyaAllah aku buat. Semoga ada ide dan gak WB. Tapi aku gak janji bakalan buat secepatnya. Mungkin bakalan lama karena idenya masih ngadat-ngadat kayak motor mogok hahahaha jadi ya, tunggu aja yah.
Btw makasih buat semua yang udah baca, semoga ceritanya gak ngecewain. Maaf buat yang kurang puas dengan cerita ini. Akhir kata, selamat lebaran! Maaf lahir batinnya :) *initelatbangettapigakpapa
thanks for coming! <333
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top