Uncoming War

Malam yang tenang.

Seseorang berdiri di dekat jendela menara, memandang senyapnya dingin malam. Orang itu adalah Rina-- seorang penyihir yang menggunakan senjata api, dari arah belakangnya datang dua lelaki. Satu dari ras serigala dan satunya dari rad vampire, mereka adalah James dan Morgan.

"Sendirian, kawan?" tanya James jahil.

"Seperti yang kau lihat..." jawab Rina tersenyum kecil.

Kini ada tiga orang yang memandang lewat jendela. Hening. Tidak ada yang bicara.

"Sebentar lagi tengah malam..." bisik Rina, James mengangguk.

"Sebentar lagi perang!"



**¥**



Di Menara Bintang-- pada tengah malam, berkumpul tiga ras berbeda, ada penyihir, serigala dan juga vampire. Mereka berkumpul untuk melawan seseorang-- sesosok yang sangat tangguh, sesosok serigala yang memiliki gen seorang vampire yang bisa menggunakan kekuatan spritual.

"Perhatian semuanya!!" teriak seorang pria paruh baya, yang mana rambutnya telah menjadi putih, ia mengenakan pakaian mewah dan juga jubah hitam.

Master ras Vampire, Gianallo berteriak untuk mendapatkan perhatian semua orang. Master ras Serigala, Fablo-- pria berambut hitam yang mengenakan pakaian khas preman jalanan, langsung menatap Gianallo. Ketua Kelompok Sihir, Viviane-- wanita muda bersurai hitam yang mengenakan kacamata besar, gaun hitam yang sengaja di desain untuk memperlihatkan lekukan badanha.. Juga menatap Gianallo.

"Terimakasih..." ucap Gianallo pelan.

"Aku-- Gianallo Van Hornes, pemimpin dari ras vampire yang akan memimpin kalian untuk malam ini saja demi melawan 'musuh' yang begitu sangat tangguh. Aku mohon pada kalian, berikan kekuatan kalian kepadaku..." tutur Gianallo dengan cara berteriak.

"Tcih... Dia berisik sekali" kata Fablo tersenyum tipis dan menutup mata, sementara Viviane hanya memandang dengan senyuman polos.

"Bantu aku... Untuk membunuh Lupus!!!"

"""YA"""

Suara sorakan ketiga ras berkumpul kompak, membuat irama tertentu disepenjuru menara.

"Woah~~" James membuka mulutnya kagum. "Morgan, kakek Master itu ternyata bisa keren juga ya?!" kagum James berlanjut.

"Jangan panggil dia Raja Kelelawar jika tak selamat di Perang Bintang di tahun 1945..." Morgan ikutan tersenyum seperti James Rina.

Morgan Van Hornes, cucu satu - satunya dari Gianallo Van Hornes, dan akan menjadi penerus dari Night Eyes jika saatnya datang.

"Ayo! Kita juga harus berkumpul bersama dengan lainnya..."


**¥**


Regu serigala dan vampire bertugas menjaga pintu gerbang dari luar dan dalam, sedangkan regu sihir akan membantu mereka dari lini belakang. Tapi....

"..............."

"..............."

"................"








Tidak ada.

Lupus tidak datang?

".........."

"........."

"........."

Membuat ketiga ras itu berbisik - bisik bersama rekan - rekannya, bingung. Sudah wajar.

"Apa maksudnya semua ini??" tanya Fablo bingung.

"Apa serigala itu tidak jadi datang?" tambah Viviane seraya melirik Gianallo.

"Seharusnya dia sudah sampai disini. Apa yang terjadi???" bisik Gianallo pada dirinya sendiri.


**¥**


"..........."

"Kenapa sepi?" tanya James memecahkan keheningan.

"Aneh. Seharusnya berisik..." sambung Rina.

Sementara Morgan memejamkan kedua matanya, mencoba berkomunikasi dengan kakeknya. Mereka bertiga bertugas untuk menjaga permata suci yang terlindungi dibalik berangkas, permata yang menjadi tujuan untuk Lupus, permata yang dapat meningkatkan kekuatan bagi pemiliknya.

"Apa yang terjadi?" tanya Morgan entah kepada siapa, matanya menunjukkan keterkejutan.

"Morgan??" panggil Rina.

"Lupus... Tidak datang!"


**¥**



Satu jam sebelumnya, di suatu hutan di luar-- jauh dari Menara Bintang.

Dor! Dor!

Lupus melompat dan merangkak, menghindari tembakan dari pemilik revolver itu. Lupus memang berhasil tapi dia terjebak.

Hush!

Tentakel hitam mendekat ke belakang punggung Lupus, lalu menghantamnya kuat sampai terbang ke tempat Hoodie.

Hoodie mengangkat revolver-nya dan Dor. Tembakannya menerjang dahi Lupus, membuat manusia serigala jadi - jadian itu sedikit terpukul mundur. Pada waktu bersamaan muncul empat tentakel hitam yang menusuk tembus punggung Lupus, disaat yang sama Hoodie memegang tongkat besinya.. Memukul wajah Lupus seperti bola bisbol.

Lupus berputar sangat cepat sebelum mendarat(menghantam) di badan pohon tua.

"Bodoh. Kami sudah pergi tapi kau sendiri yang datang ke markas kami..." hina Hoodie.

"S -Sial! Aku t - tidak tahu jika hutan ini adalah wilayah kekuasan Slenderman.." kata Lupus memuntahkan banyak darah ungu.

"Apa perlu kami tulis papan untuk kau tahu?!" kata Toby yang muncul di samping kiri.

"Itu tidak perlu, Tob. Dia akan mati sekrang!" sela Masky yang ikutan nimbrung.

"Tahan dulu Hoodie!" cegat Slenderman datar saat melihat Hoodie ingin menembak Lupus lagi.

Slnderman berjalan mendekat, ia menusukkan satu tentakelnya ke kaki Lupus agar dia tidak dapat lari.

"Apa kau tahu dimana 'Master' berada, Lupus?" tanya Slenderman ramah(?).

"Aku... Tidak tahu!"

"....... Begitu?"

Dor! Crak!!

Seketika itu juga wajah Lupus merah semua akan darah.

"Kenapa kau menembaknya??" tanya Slenderman berkeringat bingung.

"Aku cuma mau menghentikan mereka berdua tapi lebih muda jika langsung dieksekusi... Maaf" jawab Hoodie.

Wajah Lupus benar - benar hancur sekarang, lubang peluru di depan dan menancapkan sebuah pisau serta kapak di samping kiri dan kanan wajah Lupus.

"Kalian ini.... Alasan saja" ucap Slenderman pasrah.



**¥**



Tap...

James, Morgan dan Rina berhenti di depan mayat Lupus.

"H - Hahahaha.... A - Aku tidak mau berkomentar..." kata James tertawa hambar melihat Lupus.

"Apa yang terjadi sebenarnya disini??" tanya Rina tambah bingung.

Morgan berjongkok di depan mayat Lupus lalu memperhatikannya. Mereka bertiga mendapati mayat Lupus tepat di depan Hutan Midwest.

"Ini baru saja..." beritahu Morgan membuat James merinding.

"A - Ayo kita bawa mayat Lupus dan s - segera pergi dari sini..." saran James yang takut.

"Hutan ini'kan??!" Morgan menatap tajam ke dalam hutan dan melihat tiga pasang mata memperhatikan mereka bertiga.

"....... Kita pergi!"


**¥**



"Kami kembali!!"

Brak!

Toby membuka pintu kayu mansion dan masuk yang pertama, diikuti Masky lalu Hoodie yang terakhir.

"Selamat datang..." ucap Clockwork yang membalas kalimat Toby.

Dari dapur Ann membawa daging steak yang sudah dimasak setengah matang, ada juga kue kesukaan Masky(lupa namanya).

"Kerja bagus kalian bertiga, terutama kau Hoodie..." puji Slenderman yang baru saja keluar dari kamarnya bersama Sally.

"Sally datang semuanya..." seru Sally bersama senyuman manisnya. Sayangnya Smiley tidak bersamanya sekarang.

Sally berlari riang ke kursi makannya yang dekat dengan Slender, Toby dan Clock di kanaan, Masky dan Ann di kanan serta Hoodie yang sendirian. Bahkan dia makan duluan sebelum baca doa, ada - ada aja.

"Tuan Slenderman..." panggil Masky.

Masky memberi isyarat menggunakan matanya dimana ada kursi yang kosong, Slenderman mengerti apa yang dimaksud oleh Masky.

"Perhatian semuanya..." seru Slenderman pelan tapi masih dapat di dengar.

"Aku tahu berita ini sangat meyakinkan tapi... Jeff belum mati. Kita tahu itu. Dia lebih kuat dari yang terlihat, dia akan kembali dan memberikan kejutan yang sangat hebat..." cetus Slender.

Diam.

No comment.

"Tuan... Bukan Jeff saja yang tidak hadir. Jane... Dan juga Ben tidak ada(bagaimana dengan Smiley?)..." tutur Hoodie.

"Oh ya, ngomong - ngomong Ben kemana??"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top