29 - Hilang
Sorak sorai pendukung setia menggema di sekitar lapangan Outdoor Cakrawala, latihan basket perdana setelah libur kenaikan kelas sukses menjadi ajang show off bagi para pemain terutama anggota junior yang kali ini diberikan kesempatan bermain lebih banyak daripada kakak kelasnya.
Pertandingan dibuka dengan sparring silang dari para pemain inti dan cadangan juga beberapa peserta junior. Cakka, Gabriel dan Alvin masuk di tim satu bersama Bagas dan Diva sementara Rio dan Debo mengisi tim dua di bantu oleh Irsyad, Lintar dan Daud sampai break kuarter dua selesai.
Rio mendaratkan tubuhnya di samping Debo, menepuk bahu rekan mainnya seraya membuka botol minum kemudian meneguknya dalam diam. Dari posisinya sekarang Ia bisa melihat Cakka, Alvin dan Gabriel yang juga tengah memanfaatkan waktu istirahat mereka sebelum peluit kuarter berikutnya dimulai.
"Samperin sana! rugi timbang diliatin doang mah."
Rio nyaris tersedak mendengar bisikan Debo yang kali ini lebih kejam dari ajakan syaitan yang terkutuk. Beruntung Ia cepat menguasai diri hingga tidak sampai membuat keributan. "Apaan sih! Udah ah, yuk main lagi" ajaknya mengalihkan pembicaraan setelah melihat jam di lengan kiri.
Debo menggeleng tegas, "Nggak, gue udah bilang Pak Duta lo nggak bisa turun abis ini."
"Lah, ngaco nih anak!" Rio menutup botol minumnya kasar lalu bangkit dan berjalan ke tengah lapangan namun Debo lebih dulu mengejar dan menarik lengannya agar berhenti.
"Lo mau kemana?"
"Nyamperin Pak Duta"
Debo melangkah cepat sehinga tubuhnya cukup untuk menghadang langkah Rio yang tak kalah lebar darinya. "Tungguin, yaelah..."
Rio mendengus saat Debo justru menarik lengannya agar kembali menepi, "Gue cuma mau main sampai selesai, apa susahnya sih!" gerutunya tidak ikhlas.
"Perlu gue ulang wejangan Bapak gue semalam biar lo sadar?"
"Cuma tiga puluh menit, De..."
"BUKAN ITU MASALAHNYA!" Debo meninggikan nada suaranya yang seketika membawa serta atensi pemain lain disekitar mereka tanpa terkecuali. Debo menggigit bibirnya tidak enak kemudian menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada sementara Rio tersenyum kikuk.
Suasana mendadak canggung diantara mereka dan beberapa pemain tersisa tidak terkecuali tim sebelah yang serentak menoleh kearah sesaat setelah Debo mengeluarkan suara menaiknya tadi.
Detik berikutnya, seakan tidak terjadi sesuatu Debo malah meringis meski Rio tengah memandangnya jengah. Debo paham Rio mungkin merasa tidak enak dengan para pemain lain sama seperti yang Ia rasakan, coba saja mereka tidak ditengah latihan, entah bagaimana nasibnya sekarang.
Beruntung peluit panjang Pak Duta menyelamatkan keduanya dari kecanggungan. Debo melenggang pergi sembari mengibaskan tangannya ke udara, meninggalkan Rio yang pasrah menjadi penghuni tribun seorang diri. lagipula dia bisa apa? memaksa masuk tanpa restu Pak Duta bukan ide yang baik, jangan lupakan juga tatapan ingin tahu yang terasa menusuk dari berbagai sisi gara-gara tingkah konyol Debo yang sukses membuatnya jadi pusat perhatian. alah, sudah kepalang basah ini kan, nyebur aja sekalian.
Priiit...
Enggan beranjak, Rio memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi penonton sungguhan, menikmati uforia anak - anak kelas dua belas dan para penggemar Cakrawala lainnya. Kapan lagi ya, kan?
"Oper, woy!"
Rio memperhatikan latihan dengan seksama, Tim Bagas mulai memasang serangan di babak ini dan tentu saja hal itu menjadi titik fokus bagi Cakka untuk mengeksplore kemampuan juniornya terlepas dari mereka berada di Tim yang sama atau tidak.
Hup...
Bola yang sebelumnya di gawangi Alvin diambil alih Cakka dalam satu gerakan. Ia menggiring bola ke arah lawan di dekat garis three point, Debo berjaga disana. Cakka berhenti, melihat bolanya sekali lagi sebelum melakukan tembakan
Brrukk...
Bola berhasil meluncur ke dalam ring dengan sangat baik, tiga poin untuk kelas sebelas.
BRUKK...
BRUKK...
BRUKK...
Kedua tim bermain serius, mereka bahkan saling melakukan serangan, berupaya mengambil alih bola untuk mencetak poin di papan skor.
Tiga puluh menit permainan, kedua tim meraih poin seri.
Cakka kembali melempar bola ke tengah lapangan, melanjutkan permainan
"Oper, cakk!" intruksi Alvin yang tengah minim penjagaan
Cakka segera mengambil ancang-ancang, mendrible bola mendekati Alvin sebelum melemparnya dengan cepat.
Bruk...
Alvin menerima bola, sedikit gocekan membuat bola memantul di udara, ditengah aksinya Alvin celingukan mencari target untuk tetap mempertahankan bola.
"Yel!" Kodenya melihat Gabriel yang bebas tidak jauh dari posisi.
Permainan kali ini benar - benar seru. Rio menikmati aksi kawan seperjuangannya dengan bangga, terlebih permainan anak - anak bimbingan Cakka yang bahkan lebih dari ekspektasi saat bertanding seperti ini.
Ia sadar memotivasi menjadi tugas penting untuknya dan tim inti yang lain, Semangat bermain yang berkobar sepanjang latihan harus mereka pertahankan dimanapun mereka akan berjuang karena mereka adalah penerus Tim Basket Cakrawala di masa depan.
"Yaelah, makin keren aja sih lo..." Rio bergumam ditengah aktivitasnya menyaksikan sang kakak mendrible bola.
Gabriel tampak senang berlarian mengejar bola, menangkap kemudian mulai mendrible pendek untuk melawan penjagaan lawan, posisinya masih terlalu jauh untuk mencetak angka sehingga dia harus mempertahankan si oren lebih lama sebelum menyerang. Ia hendak bergerak mengambil posisi untuk melakukan tembakan di garis three point saat tiba - tiba tubuhnya seperti mati rasa. Gabriel membungkuk ditempat, wajahnya merah padam seiring dengan nafasnya yang mulai memberat dan pendek.
BRUKKK...
"Iyel!" Rio berlari tunggang langgang kearah Gabriel yang meluruh di sisi lapangan, beruntung jarak mereka tidak terlalu jauh sehingga Rio bisa segera menopang tubuh sang kakak, memangku kepalanya. "Yel, Gabriel, kenapa? dada lo sakit?" pekiknya panik.
Gabriel tidak merespon, matanya terpejam, keningnya mengerut kesakitan.
"Yel!"
"Gabriel!"
Rio bisa merasakan lengannya di genggam, dia bisa merasakan Gabriel meraih jemarinya namun dorongan keras di bahunya membuatnya tersentak.
"Minggir lo!" Cakka melewatinya begitu saja dan lansung memburu badan Gabriel untuk membantunya duduk disusul Alvin dan para pemain lain yang sama paniknya. detik berikutnya kebisingan seolah memburu dari berbagai sisi membuat Rio kesulitan mempertahankan fokus pada Gabriel yang mulai diangkat oleh anak basket ke UKS.
Rio beringsut mundur dari kerumunan dan menepikan diri ke tribun yang mulai kehilangan penonton karena insiden ambruknya Gabriel, latihan terpaksa di hentikan dan tampaknya sebentar lagi UKS Cakrawala akan dipenuhi banyak orang dengan berbagai kepentingan atas kejadian ini.
___
Alvin menghela nafas lega begitu Bu Laras, dokter jaga UKS menyebutkan jika Gabriel hanya kelelahan, Ia hanya membutuhkan banyak istirahat untuk memulihkan kondisinya sekaligus memulihkan psikisnya agar tidak banyak fikiran karena akan berdampak bagi jantungnya yang memang lemah sejak kecil.
Ia paham, salah satu alasan Gabriel tumbang kali ini adalah banyaknya masalah yang muncul belakangan ditambah keadaan personal mereka yang kian sulit. Cakka yang terkenal dengan tingkah absurdnya saja belakangan berubah murung, apalagi Gabriel yang kalem.
Terhitung satu minggu lebih sejak insiden di rooftop sore itu, baru hari ini Rio menampakkan diri di sekolah. Tidak adanya keterangan sakit, izin atau semacamnya membuat kedatangan Rio ke sekolah seperti dejavu padahal libur semester sudah hilang uforianya.
Kendati demikian, aksi saling diam keduanya belum berujung. Meski mereka berada di kelas yang sama bahkan dikelompok belajar yang sama hari ini, Alvin merasa aneh dengan keadaan mereka sekarang.
Kecewa?
Marah?
Jangan ditanya.
Siapa juga yang bisa bersikap biasa jika sahabatnya menghilang seperti asap sisa pembakaran, pergi tanpa kabar, tanpa pesan bahkan nomorya tidak bisa dihubungi. Berbagai spekulasi seolah berlomba menonjolkan diri namun tak ada satupun yang mampu menjawab kegelisahan tersisa.
Rio yang sekarang terasa seperti orang lain, sikap dinginnya kian nyata mengingat sejak tadi Rio tidak juga menampakkan diri di UKS sekedar melihat atau memastikan kondisi Gabriel setelah insiden di lapangan tadi padahal Alvin melihat dengan jelas kalau Rio ada disana, Rio bahkan sempat memangku sang kakak sebelum Cakka mengambil alih kendali dengan buru - buru membawa Gabriel ke UKS untuk diperiksa.
Hal ini berbanding terbalik dengan Rio yang dikenalnya selama ini, Rio yang ramah, Rio yang menomorsatukan orang disekitarnya daripada dirinya sendiri.
Padahal, Alvin sengaja meminta Cakka untuk pergi mengambil izin dari guru piket demi menyediakan ruang kalau sewaktu waktu Rio datang karena bagaimanapun mereka harus bicara tanpa baku hantam seperti sebelumnya.
Tapi sekali lagi, usahanya sia - sia. jangankan datang, untuk terlihat di sekitar tempatnya berada saja kemungkinannya sangat kecil.
"Woy, malah bengong lagi nih anak!"
Alvin refleks menoleh bersamaan dengan masuknya Cakka ke UKS sudah lengkap dengan ransel dan seragam Gabriel yang sepertinya baru diambil dari loker ruang ganti. "Apaan sih, ngagetin aja"
"Yaa, siapa suruh lo bengong"
"Lha, emangnya kalau gue bengong kenapa? Masalah?" Seru Alvin tidak suka, entah kenapa tiba tiba Ia merasa gelisah hingga meninggikan suaranya.
"Dih, nggak udah ngegas juga kali!"
"Auk ah" tutup Alvin yang kemudian memilih untuk beranjak dari posisinya, yaa... mungkin saja perasaannya jadi tidak enak karena sumpek di dalam ruangan. Perlahan Ia melangkah keluar untuk menghirup udara segar, sepanjang lorong menuju UKS telah sunyi senyap, tidak seperti tiga puluh menit yang lalu saat anak - anak begitu heboh di depan lorong hanya untuk memastikan dan mencari info tentang tumbangnya Gabriel sampai - sampai Sivia dan Shilla kesulitan untuk sekedar masuk ke ruang kesehatan.
Kini suasananya sudah lebih kondusif, Sivia dan Shilla juga sudah kembali ke kelas sementara Ia dan Cakka memutuskan untuk menunggu Gabriel bangun sebelum mengantar anak itu pulang.
'Kok perasaan gue nggak enak, ya? Padahal si Iyel udah nggak apa apa di dalem. Kenapa lagi sih ini'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top