20 - Strategi Dadakan Cakrawala
Kriiiing...
Kriiing...
Kriiiing...
Ditemani sinar pagi yang menerobos masuk dari gorden kamar, Cakka melenguh panjang menatap jam weker stich diatas nakas, ingin sekali rasanya Ia membanting benda itu sampai hancur. Ah, matanya masih berat untuk dibuka, sangat berat malah.
Semalam setelah mengantar Agni pulang, Cakka kembali kerumah sakit lantaran belum bisa menerima pengusiran yang dihadiahkan padanya dan juga Alvin. Besar harapan Rio akan melepas topeng angkuhnya jika mereka kembali berbicara dari hati ke hati, menyambutnya dengan senyum merekah sambil mengatakan bahwa insiden tadi hanya bercanda saja.
Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, sesampainya Ia disana Rio tidak menunjukkan sikap ramah apapun, sama sekali. bahkan dia jelas-jelas tidak mengizinkan siapapun umtuk masuk, perlu digarisbawahi ya siapapun.
Tidak satu orangpun boleh masuk kecuali Dokter dan perawat yang bertanggung jawab.
Sungguh, baru kali ini Cakka melihat sisi lain seorang Mario Aditya yang ternyata bisa sangat kejam dengan sahabatnya sendiri tanpa sebab yang jelas.
Beberapa minggu selama Rio di karantina dirumah sakit, hanya kaca bening yang bisa menjadi wasilah untuk bisa melihat sahabatnya berbaring diruang pesakitan, Rio tampak begitu rapuh dan tak berdaya hingga mereka takut sekedar menatap satu sama lain.
Dan kini, disaat keadaan sudah memungkinkan mereka untuk bertemu, bagaimana bisa mereka membuang kesempatan itu?
Berkali-kali Cakka mengetuk pintu, ah ralat menggedornya dengan harapan sang empunya kamar bersedia membiarkannya masuk meski kemungkinan berhasil sangat kecil, dia tahu usahanya tidak akan berbuah banyak disaat seperti ini.
Yo... Gue butuh lo banget nih, bukain kek! Gue perlu pendapat lo!
Seingatnya dia sempat mengucap kalimat itu semalam, mencoba mengajak Rio bicara di balik pintu tanpa kenal lelah, Cakka kebinggungan dan dia butuh Rio untuk meyakinkan keputusannya kali ini.
Tidak lelah dia mengajak Rio bicara, menceritakan kegamangannya perihal demo eskul yang akan berlansung hari ini, semakin panjang Ia bercerita, semakin lirih pula suaranya.
Pak Duta memang tidak menuntut timnya untuk tampil sempurna, tapi mengingat insiden memalukan tempo hari, keinginan itu tentu turut tersirat dalam permintaan beliau di demo kali ini. Selain itu, ada hal penting lain yang harus dipertimbangkan dalam permainan hari ini, utamanya adalah mempertahankan nama baik Tim demi menyelamatkan kesejahteraan banyak orang, bagaimana jika jika juniornya kembali mempertanyakan perihal kapten basket Cakra sementara dia belum punya jawaban? Pembelaan macam apa yang bisa mereka terima?
Toook...
Toook...
Toook...
"Cakka, bangun sayang! Ada Agni tuh di depan" Cakka menyerngit masih dalam posisi berbaring setelah mendengar panggilan Bu Ida dibalik pintu. Seingatnya kemarin mereka janjian agak siang, mungkinkah Agni sudah tidak sabar saking kangennya?
Iseng, Cakka menoleh pada jam dinding Stitch di nakas, kalau pengelihatannya benar sekarang masih pukul setengah enam pagi.
Astaghfirullah, si Agni kesambet apa ya?
"Cakka... Sayang... Kamu udah bangun kan, Nak?"
"I... iya... iya, ma..." dengan tenaga seadanya yang masih setengah sadar, Dia beranjak bangun, kepalanya pening sekali. diabaikannya rasa tidak nyaman itu dan memilih segera ke kamar mandi, membasuh muka bantalnya sebelum menemui Agni di ruang tamu. Tidak lucu jika dirinya langsung keluar dengan wajah acakadut begini, kan? Tidak lucu kalau Agni sampai ilfill pada pandangan pertama. Ah, Sial!
---
"Hai, Nyonya Nuraga, kesambet apa nih kamu jam segini udah dateng, aku aja masih ngantuk banget!" Curhat Cakka seraya berjalan mendekati Agni, mengambil tempat duduk agak berjarak lalu menidurkan kepalanya di paha gadis itu.
Huaah...
Cakka menguap lagi, kantuk ini masih menguasainya tanpa ampun, lagipula masih terlalu pagi untuk bersiap ke sekolah. mau jadi tukang sapu dulu apa dia disana? 'kan sudah ada si tukang kebun.
"Sebenarnya, aku kesini mau ngasih tahu sesuatu" intrupsi Agni seraya memainkan surai hitam lelakinya yang tengah tiduran bebek itu.
Cakka bergerak dari posisinya, memutar badan menjadi telentang dengan wajah mengarah penuh pada Agni yang kini juga menatapnya. "Apaan tuh?"
"Jadi, kemarin Debo nelpon gue, katanya konsep demo nanti berubah jadi kayak pertandingan indie, Tim Inti Vs Tim Junior. Strategi juga ganti, Kak Dayat sama Kak Lintar mendadak nggak bisa dateng, ada perlu di kampus, ya...
"Lah, ngapain Debo nelpon kamu? Kenapa nggak lansung ke aku aja?" sela Cakka seraya bangun dari posisinya, menjadi duduk.
"Kata Debo dia udah nelpon lo, Iyel sama Alvin tapi pada nggak bisa. makanya dia pesen ke gue buat bilang sama lo, ya... minimal cukuplah buat prepare ulang" lanjut Agni menjelaskan.
Cakka menghela nafas, menumpukan badan pada sandaran sofa tanpa semangat. Kalau sudah demikian? Lantas apa yang bisa dia lalukan agar demo nanti bisa berjalan lancar? Strategi yang dipikirkannya matang-matang lagi-lagi harus gagal lantaran pemain yang diharapkan bisa menjadi backing team tidak datang.
"Jadi, apalagi sekarang?"
Agni menggeleng ragu, "Gue agak nggak ngeh sih maksud Debo apa, tapi katanya ntar Alvin sama dia main Diffense karena kita enggak punya cadangan, nggak lucu kalau kaptennya dibantai. oiya, katanya nanti semua pemain pake topeng mata gitu"
Cakka menegakkan badan tak percaya, "Apaan sih! yang bener aja dong. Kita nih mau basket, Ag. ide darimana coba tiba - tiba pakai topeng segala, mau ngelenong apa?" Pekiknya keras.
"Ya mana gue tahu, konsep dari sekolah kali"
"Terus gimana mau ngatur serangan kalau kayak gitu, ngandelin feeling udah kayak drama indosiar aja!" Cakka kembali mengeraskan suaranya tidak habis fikir.
Agni mengedikkan bahunya bingung, "Ya gue juga nggak tahu, mungkin sekolah sengaja kali bikin konsep keren ini buat demo kita, ya... biar berkesan gitu" komentar Agni semangat
Cakka tersenyum kecut, "Konsep keren juga buat apa kalau isinya udah bobrok, Ag!"
"Hust... ngomongnya ih" sela Agni cepat. "Pesimis amat, Mas. jiwa leader tuh nggak kayak gitu tahu!"
"Aku emang bukan leader mereka kalau kamu lupa. Tim lagi rentan banget sekarang, strategi awal kita gagal, gue takut kita bisa aja main kasar dan malah ngehancurin semuanya. kalau kayak gitu, gimana gue bisa jelasin sama mereka siapa Kapten kita yang sebenernya!" Suara Cakka mengecil hingga nyaris tak terdengar di beberapa kalimat terakhir. Kepalanya penuh memikirkan permainan yang menurutnya sangat dipaksakan. Kini, ditengah kempetan waktu yang ada mereka hanya bisa berharap strategi baru yang digagas Debo bisa dilakukan para pemain tersisa, rencananya menurunkan Gabriel di kuarter terakhir tidak bisa dilakukan, ketidakhadiran Dayat dan Kiki sama halnya dengan memaksa Gabriel mengambil alih center sementara forward ditanggung Lintar. Cakka sadar Debo tidak bisa membantu banyak, memecah konsentrasi lawan jelas tidak mudah, apalagi pemain junior yang notabene adalah murid binaannya memiliki passion dan ambisi dibidangnya masing-masing.
***
"Huaaaa... Alviiin..."
"Cakkaaaa..."
"Iyel..."
"Debo..."
"Lintar..."
"Huaaaa..."
"Pada ganteng-ganteng banget, sih!"
Sorak - sorai siswa-siswi Cakrawala memenuhi seluruh penjuru sekolah dan sekitarnya, lapangan outdoor menjadi berkali-kali lipat lebih ramai dari biasanya. Seluruh siswa-siswi yang hari ini mendapat jatah bebas belajar dibuat kagum dengan para pemain basket Cakrawala yang tengah bersiap di tengah lapangan.
Dari sekian banyak nama yang dielukan sekumpulan gadis berseragam disana, Cakka menjadi kandidat terkuat dengan supporter terbanyak diantara ketiga sahabatnya, Jangan lupakan kenyataan jika sebagian besar cewek-cewek beken dan keren Cakrawala adalah fans beratnya, saking banyaknya mereka sampai memiliki komunitas penggemar yang terdiri dari anak-anak kelas sepuluh hingga dua tahun diatasnya.
Cakka memandangi mereka dari kejauhan, sungguh tidak rela rasanya jika permainan hari ini hancur hanya karena keegoisannya memimpin pertandingan, tidak etis rasanya jika dia kehilangan kepercayaan diri sekarang. dia harus bisa percaya bahwa timnya akan memberikan permainan terbaik. Ah, cerdas kamu Cakka! gumamnya menyemangati diri sendiri.
Sepuluh menit lagi demo eskul dimulai, kedua belah pihak berkumpul di dekat basecamp masing-masing. Melakukan breifing singkat sebelum peluit wasit berbunyi.
"Cha! pokoknya main yang keren, Nggak ada Rio bukan berarti kita bisa dibantai gitu aja, nggak usah terlalu ngandelin aba-aba, fokus aja selametin pacar, cetak angka yang banyak. Bakal susah nebak siapa yang lagi megang bola timbang ngeliat kaos sama handband doang, orang kita lari - lari" ujar Cakka memberi semangat.
Debo sudah menjelaskan detail strategi baru yang akan dimainkan nanti beberapa menit yang lalu sehingga tidak membutuhkan banyak waktu untuk menyiapkan segala sesuatunya.
"Siap, Capt!"
Cakka tersenyum simpul menanggapi balasan itu, tidak ada waktu untuk mundur. Bagaimanapun, dia harus bisa memimpin demo hari ini.
Priiiiiiit...
Kuarter satu menjumpai detik-detik awal setelah peluit pertama wasit berbunyi. Semangat yang berkobar diantara kedua tim membuat lapangan Outdoor Cakrawala terasa panas, pemandangan mengesankan tergambar jelas disana saat masing-masing pemain mencoba menguasai bola, menggiringnya, melakukan lay up, mulai mengatur serangan, di babak awal ini banyak deffense yang dilakukan pemain dari kedua tim, sehingga score jalan ditempat sampai waktu permainan pertama habis. Rupanya kedua tim tengah berupaya membaca strategi lawan di babak pertama ini.
"Gila, perhitungan junior lo bagus juga ya? Yakin nih kita bisa menang dari mereka?" Komentar Lintar di pertengahan jeda sebelum kuarter dua di mulai.
Cakka menaik turunkan alisnya senang. "Siapa dulu pelatih timingnya, Rio. Haha! Tapi gimanapun juga kita nggak bisa ngalah sama mereka, hasil nggak ngebohongin usaha, kan?"
Lintar mengangguk semangat.
Debo bertepuk beberapa kali meminta perhatian yang lain, "Oke - oke, udah ya. semangat main lagi, ambil formasi second" interupsinya bersamaan dengan berbunyinya peluit wasit.
Kuarter dua dimulai, tim inti dan tim junior saling menyerang dari awal, Alvin menguasai bola, di opernya pendek-pendek mendekati Gabriel yang sedang minim penjagaan.
"Yel!" Kodenya melempar bola kuat ke samping kanan.
Hup.
Gabriel berhasil menangkap umpan itu, mendriblenya kearah ring lawan. Tim junior beralih membayangi gerakannya, menghadang agar tidak sampai mencetak angka. Cakka dan Lintar sigap membantu.
"De..." Kode Gabriel. "Shoot!"
Debo yang baru mendapatkan bola segera mencari posisi yang tepat untuk melemparnya ke ring lawan yang berada cukup jauh dari garis three point.
Hup...
"Huuuuah, Deboooo..." Teriakan heboh suporter Cakrawala seketika menggema hingga lapangan terasa ramai. Debo berhasil mencetak angka disela usahanya, 3 point untuk tim inti.
Selanjutnya, giliran Bagas mendapatkan bola. Dengan lincah dia mendrible bola melewati Debo dan rekan-rekan tim yang mencoba menghadangnya tanpa mengoper pada siapapun. Begitu sampai di dekat ring, dia cepat melakukan tembakan, tapi gagal. Bola hanya menyentuh bibir ring lalu menggelinding keluar.
"Ambil bolanya!" seru Cakka nyaring.
Hup!
Gabriel mengambil bola lalu mendriblenya menjauhi ring.
"Deffense! " Bagas kembali mengkode rekan timnya, Kemudian berlari cepat mencoba merebut bola. Cakka berusaha menghadang, ingin menyelamatkan bola. "Minggir, Kak!" Ujar Bagas mencoba lewat dari bayangan Cakka.
"Coba aja, gue nggak akan ngebiarin tim Lo menang tanpa perlawanan berarti!"
"Huh! pecundang! Kita udah nggak percaya lagi sama lo!" Bagas menyikut keras lengan Cakka lalu kembali berlari mengejar bola yang masih berada dibawah kendali tim inti.
Gabriel berusaha menembak dari bawah ring, gagal. Alvin mengambil alih bola mencoba mencetak angka, gagal juga. Cakka sigap menangkap bola yang menggelinding ke arahnya, mengarahkan pada ring lawan sekali lagi. Masuuuuuk!
Papan score menunjukkan angka 25-20 keunggulan untuk tim inti bersamaan dengan berakhirnya permainan kuarter ini. Tim inti dan tim junior kembali beristirahat, semua pemain tampak sangat kelelahan, terlihat dari langkah berat mereka berjalan ke tepi lapangan.
Cakka memandangi tim junior yang tengah beristirahat, memikirkan perkataan Bagas saat menjegalnya di lapanagan tadi. Apa iya ya, dia sepengecut itu? Bukankah dia sudah mengupayakan banyak opsi sampai meminta waktu tambahan demi mewujudkan janjinya? Dia sudah mengusahakan yang terbaik meski hingga kini keadaan belum berbaik hati untuk mengabulkannya. Lalu, jika demikian, masihkah dia yang salah? Dia yang pembohong? Pengecut? Astaga... tidakkah mereka terlalu berlebihan?
Priiit...
Priiit....
Permainan kuarter tiga dimulai dengan serangan beruntun dari Tim junior, Tim inti berusaha menjaga pertahanan agar lawan tidak mengejar angka cepat. Kini, Laki-laki berambut cepak dari tim lawan sigap menangkap bola, berlari menuju ring tim inti, Tapi ditahan Debo. Para junior yang lain saling melambaikan tangan, meminta bola. Namun, tak disangka dia mampu berkelit dan lolos dari hadangan Debo.
"Blok!"
Gabriel berusaha mengejar pemain yang sedang menguasai bola, Alvin dan Cakka memantapkan posisi untuk menghadang agar orang itu tidak bisa menembak. Cha, hanya dengan mengaplikasikan trik ringan, Gabriel berhasil merebut bola dan membawanya menjauh dari ring. Lintar yang berada ditengah lapangan bergerak meminta bola. "Oper, Yel!" Kodenya.
Hup.
Lintar membawa bola menuju ring, mengopernya pada Alvin yang sudah berdiri di sisi lapangan. Alvin ingin mencetak angka namun karena terlalu bersemangat lemparannya hanya melewati tepian ring dan jatuh ditangan junior.
"Cakk! Deffense! " teriak Debo sambil berlari. Kini, bola berada ditangan salah satu pemain tim junior entah siapa, keterbatasan mengenali masing-masing pemain membuat mereka saling meraba sebelum melakukan serangan dan itu sulit. Sesuai instruksi Debo, Cakka mencoba menghadang agar pemain lawan tidak mencetak angka atau mengopernya pada siapapun. Namun, pemain itu rupanya tidak gencar, dia berlari cepat menerobos Cakka dengan sikutan keras di pinggang yang membuatnya agak oleng, beruntung dia bisa mendapat keseimbangannya kembali dalam waktu cepat.
"Cakka" Gabriel yang berada paling dekat memekik melihat insiden itu.
Cakka menoleh singkat, menaikkan satu jempolnya, menandakan dirinya baik-baik saja.
Permainan dilanjutkan, Cakka mencoba mengejar pemain yang tadi meloloskan diri, tapi bola sudah terlanjur pindah tangan pada Bagas yang kini sedang melakukan lay-up dan masuuuuk!
Score semakin cepat berubah, saling mengejar.
Suporter kedua belah pihak tampak semakin bersemangat mendukung Tim kebanggaan mereka seiring dengan semakin serunya permainan, para pemain yang berjuang di tengah lapangan masih saling serang, mempertahankan bola, mencetak angka hingga kuarter tiga selesai dengan score 50-54 dengan keunggulan tim junior.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top