87. Sebuah Pesan

___________________
Nishimura Ni-Ki
Last seen 21.22
___________________

|Bang, sori nih kalo
kesannya sok-sokan ngatur.|

|Tapi ada baiknya,
besok lo bersikap biasa aja sama
Bang Sunghoon sama Sunoo|

|Soalnya gue perhatiin,
kayaknya mereka nggak
ngerasa bersalah sama sekali,
deh|

_________________________________

Jay menghela napas panjang, seraya merebahkan tubuhnya di atas tumpukan bantal. Pesan yang barusan dikirimkan oleh Ni-Ki, membuat cowok itu merasa gamang seketika. Bagaimana tidak? Jujur, hatinya merasa kesal dengan yang dilakukan oleh Sunghoon dan Sunoo di tempat makan tadi, tetapi apa yang dikatakan oleh Ni-Ki ada benarnya juga. Ia tidak boleh gegabah karena bisa saja hal itu malah berdampak pada persahabatannya dengan kedua temannya itu.

Apalagi kalau diingat-ingat, Sunghoon dan Sunoo juga memiliki beberapa masa lalu yang cukup menyedihkan untuk diingat. Pasti mereka punya alasan untuk melakukan semua itu, bukan? Akan tetapi, sayangnya posisinya sebagai seorang kakak yang saat ini sedang diuji. Di satu sisi ia ingin melindungi adiknya, tetapi di sisi lain ia juga tidak mau persahabatannya hancur hanya karena masalah ini.

Kalau ditanya, apakah perdebatan Jay dan Ni-Ki di tempat makan tadi disengaja? Jawabannya adalah iya. Mereka memang sengaja melakukan itu untuk memancing siapa kiranya yang Ni-Ki maksudkan beberapa waktu lalu. Akan tetapi, mana tahu kalau ternyata Sunghoon dan Sunoo langsung masuk ke perangkap secepat itu?

Ni-Ki memang tidak memberitahu siapa yang ia maksud, tetapi ketika keduanya sengaja berdebat tadi, maka terbongkarlah siapa yang selama ini tidak menyukai Jungwon berada di tengah-tengah mereka.

Jujur, Jay tidak menyangka kalau ternyata Sunghoon dan Sunoo bisa bertingkah setidak-suka itu kepada adiknya. Maksudnya adalah, apa kiranya kesalahan Jungwon sampai mereka bertingkah begitu? Mungkin, Jungwon memang mengingatkan mereka kepada masa lalu, tetapi kan, Jungwon dan 'masa lalu' mereka adalah orang yang berbeda. Lagi pula, Jay tahu sendiri bagaimana adiknya itu.

Apa yang Sunghoon dan Sunoo lakukan terlihat sangat tidak berdasar. Kekanakan. Jay yang memiliki kesabaran setipis kertas memang inginnya marah saja. Tidak mau menegur mereka sama sekali, tetapi apa yang Ni-Ki bilang ada benarnya juga.

Cowok 17 tahun itu mengusap wajahnya menggunakan telapak tangan, seraya mengembuskan napas panjang. "Gue nggak nyangka kalo mereka nyama-nyamain adek gue sama masa lalu mereka."

Langit-langit kamar yang berada tepat di atas wajahnya itu dipandangi selama bermenit-menit. "Lagi pula, Jungwon nggak bakal menghabiskan waktu selama 'orang itu' sama mereka, kan? Jungwon punya circle sendiri sekarang. Gue juga jarang ngajakin dia kumpul-kumpul lagi sama temen-temen gue. Apa salahnya? Perasaan adek gue juga nggak pernah ngabisin waktu lebih dari lima belas menit tatap muka sama mereka."

Segala rupa pemikiran demi pemikiran mulai menguasai isi kepala si sulung Park. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh lima malam, tetapi Jay masih belum bisa tertidur. Ia mengingat-ingat semua yang terjadi kepadanya, teman-temannya dan juga adiknya.

"Apa gue lebih baik menjauhkan Jungwon dari mereka, ya? Dalam artian, nggak usah lagi ada interaksi antara adek sama temen-temen gue biar aman." Jay bergumam sendiri sambil melipat kedua tangannya di belakang kepala. "Lagian, aneh aja anjir. Udah setahun lebih. Gue pikir Sunghoon sama Sunoo udah bisa nerima Jungwon. Ternyata gini kelakuan mereka di belakang gue?"

Sepulangnya dari tempat makan tadi, ia memilih langsung kembali ke rumah. Walaupun rumah jadi terasa begitu sepi karena ayah dan ibunya yang sedang tidak ada di rumah, tetapi satu-satunya tujuan Jay untuk pulang hanyalah rumahnya. Cowok itu juga tak lupa mengecek sang adik di kamarnya dan saat ia tiba, Jay mendapati adiknya itu sudah tertidur lelap dengan sebuah buku bersampul hitam dan pulpen yang berada di atas perutnya.

Tidak berniat kepo, tetapi Jay tetap membuka buku tersebut. Ingin tahu apa yang dibaca atau ditulis adiknya itu, tetapi saat ia membuka lembar demi lembarnya, Jay tidak mendapatkan apa pun. Buku itu kosong melompong seperti tidak pernah dicoret sama sekali. Aneh, pikir cowok itu. Akan tetapi, ia langsung mengambil kesimpulan bahwa Jungwon keburu ketiduran sebelum sempat menulis apa pun.

"Bi, tadi pas pulang, Jungwon makan nggak, ya?" tanya Jay kepada maid yang masih terjaga dan tengah membersihkan dapur. Pasalnya, sang adik belum memakan apa pun dan mendadak ingin pulang karena merasa pusing---yang sebenarnya, Jay tahu kalau adiknya itu berbohong.

Maid itu menggeleng. "Enggak, Den. Saya tanya, katanya Den Jungwon sudah kenyang."

Mendengar jawaban sang maid barusan, membuat Jay otomatis menghela napas panjang. Ia tahu kalau adiknya memang sudah terbiasa melewatkan waktu makannya---teringat masa lalu sang adik. Akan tetapi, kalau sampai ayah atau ibunya tahu, bisa habis diomeli. Namanya penyakit, tidak pernah mengenal sudah terbiasa atau belum, kan?

"Ya udah, makasih ya, Bi." Setelah mengucapkan itu, Jay memutuskan untuk kembali memasuki kamar sang adik, lantas mengambil posisi tepat di samping adiknya yang tertidur pulas itu. Cukup lama Jay memandangi wajah Jungwon yang terlelap, sebelum akhirnya kembali menghela napas panjang entah untuk yang ke berapa kalinya hari ini.

"Maafin Abang," gumamnya dengan suara lirih. Posisi Jungwon yang tidur terlentang, membuat Jay dapat melihat dengan jelas bagaimana fitur wajah adiknya dari samping. "Maaf karena belum bisa jadi kakak yang baik buat kamu."

Jay sekarang sedang berperang dengan pikirannya sendiri. Di satu sisi, ia tidak mau hubungan persahabatan antara dirinya dengan teman-temannya hancur, tetapi ia juga tidak mau Jungwon kembali merasakan kesulitan seperti yang telah dialami adiknya itu selama belasan tahun. Jujur, Jay masih tidak bisa membayangkan bagaimana jauhnya perbedaan antara hidupnya dan hidup sang adik.

Jungwon yang harus bekerja keras banting tulang hanya untuk terus hidup, sementara dirinya yang mendapat segala kemudahan sejak terlahir ke dunia. Selain itu juga, Jay mengingat bagaimana sang adik tumbuh dan besar tanpa kasih sayang orang tua, sementara dirinya selalu diberikan kasih sayang yang berlimpah di tengah kesibukan ayah dan ibunya. Semuanya benar-benar terasa bagaikan langit dan bumi.

Semua pikirannya itu akhirnya membuat Jay merasa mengantuk dan tertidur begitu saja di kamar sang adik. Padahal niatnya tadi, ia hanya ingin merebahkan diri sebentar, tetapi malah kebablasan. Maklum, Jay memang mudah tertidur di mana pun dan dalam kondisi apa pun, sih. Hanya saja, cowok itu agak susah dibangunkan kalau sudah tertidur lelap.

Pukul lima lewat lima belas pagi, Jungwon terbangun. Cowok itu bahkan tidak sadar jam berapa tepatnya ia tertidur. Seingatnya, ia sedang menulis di buku pemberian Bu Sojung dan tiba-tiba saja terbangun dalam kondisi agak linglung.

Matanya masih kriyep-kriyep manja, baru setelah nyawanya lumayan terkumpul, bungsu dari Keluarga Park itu memilih meregangkan tubuhnya sambil menguap. Namun, saat tangannya bergerak, secara tidak sengaja Jungwon hampir memukul sosok yang berbaring di sampingnya dan hal itu jelas membuat cowok itu terkejut. Kesadarannya seolah-olah langsung terkumpul sepenuhnya.

Loh? Pikirnya dalam benak saat melihat ada sang kakak yang ternyata tertidur di sampingnya. Sejak kapan ada Bang Jay di sini?

Akan tetapi, Jungwon memilih tidak mau berpikir yang aneh-aneh. Mungkin, kakaknya merasa kesepian karena di rumah sedang tidak ada kedua orang tua mereka, makanya saat malam, sang kakak memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Karena merasa kalau Jay tidak akan terbangun dengan mudah, Jungwon memilih duduk dan melakukan aktivitas setelah bangun tidurnya seperti biasa. Maksudnya, ia tidak khawatir apa pun yang dilakukannya akan membangunkan Jay yang terlelap.

Karena rutinitasnya selama masih miskin dulu---iya, dulu---akhirnya Jungwon memutuskan untuk mandi. Biasanya, setelah mandi ia akan membantu ibunya memasak karena dari seluruh penghuni---kecuali para maid dan penjaga---baru dirinya dan sang ibu lah yang sudah bangun sejak pagi. Namun, dikarenakan ibunya sedang tidak ada di rumah, sekarang Jungwon tidak tahu harus melakukan apa.

Selesai mandi dan berpakaian, Jungwon masih mendapati kakaknya yang masih pulas dalam tidurnya dan membuat Jungwon tertawa kecil. "Lo takut tidur sendiri apa gimana, sih, Bang? Sampe-sampe tidur di sini segala," gumam cowok itu sambil mengguncang pelan tubuh kakaknya itu. "Bang. Bangun, sekolah."

Walaupun biasanya agak sulit membangunkan kakaknya itu, tetapi entah ia sedang beruntung hari ini atau bagaimana, yang jelas, Jay langsung terbangun saat Jungwon mengguncang tubuhnya. Cowok 17 tahun itu mengerang. "Jam berapa?" tanyanya dengan suara serak, sambil menguap.

"Setengah enam." Jungwon menjawab sambil mengenakan seragamnya. "Abang kok tidur di sini semalem? Takut, ya?"

"Enak aja." Jay cemberut. Cowok itu duduk sambil mengucek matanya beberapa kali. "Pengin aja, emangnya nggak boleh?"

"Ya boleh-boleh aja, sih." Jungwon mendengkus. "Tapi kalo emang takut, bilang aja, Bang."

"Hm, terserah." Jay menyerah pada akhirnya. Tidak mudah berdebat dengan adiknya itu. "Kamu jangan lupa sarapan. Semalem nggak makan, kan? Bohong sama Bibi katanya udah makan."

Jungwon menggigit ujung lidahnya. "Y-ya ... kan nggak laper, Bang."

"Tapi kan harus tetep makan, Dek. Abang bilangin ke Mama, ya, kamu?"

"Dih, cepu!" Jungwon otomatis cemberut. "Udah sana mandi! Entar telat, kapok!"

Walaupun agak ogah-ogahan, tetapi Jay tetap menuruti apa yang diperintahkan sang adik. Ya, sesekali cowok itu hampir menabrak pintu penghubung antara kamarnya dan kamar sang adik, sih, karena masih terlalu mengantuk. Hal itu membuat Jungwon tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya dua kali. "Aneh-aneh aja, Bang, Bang."

Selesai berpakaian, Jungwon memilih memasukkan buku-bukunya sesuai dengan mata pelajaran hari ini, ke ransel miliknya. Namun, kegiatan cowok berlesung pipi itu terhenti saat ponsel yang sejak semalam berada di atas meja belajar bergetar beberapa kali, pertanda ada pesan masuk. Diambilnya benda pipih tersebut untuk melihat siapa kiranya yang mengiriminya pesan.

Jungwon mengerutkan dahi saat pesan yang masuk, ternyata berasal dari nomor yang tidak dikenal. Buktinya, iantidak menyimpan nomor tersebut. Ada tiga pesan yang dikirim dan berhubung Jungwon lumayan penasaran, alhasil ia membuka pesan itu tanpa pikir panjang.

___________________
+628xxxxxxxxx

___________________

|Halo, Yang Jungwon|

|Gimana kabarnya? Baik, dong, pastinya|

|Gue punya sesuatu, nih, buat lo. Tunggu, ya. Semoga
suka sama 'hadiah' kecil dari gue|

_________________________________

"Apaan, sih, nggak jelas banget." Jungwon bergumam, sambil mendengkus sebal. Jempolnya bergerak, berniat menghapus pesan tersebut, tetapi seketika niatnya terhenti saat menyadari satu hal. "Tapi kok dia bisa tau marga lama gue, ya?"

JAYWON
Minggu, 1 Januari 2023

Hai! Update pertama di 2023.
Harapannya, semoga cerita ini segera selesai, ya. Udah hampir dua tahun, huhuhuhu, sedih banget.

Kalau harapan kalian di tahun ini apa?

Terima kasih sudah mampir ke sini, ya!
Jangan lupa mampir juga ke judul sebelah, DRAMA RUMAH (TE)TANGGA)
see u there!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top