65. Kudeta Mbak Jihan

Entah sudah kali ke berapa dalam 15 menit terakhir, Jungwon hanya bisa menghela napas pasrah. Terlebih saat menyaksikan tingkah kekanakan yang dilakukan oleh kakaknya, Jay dan saudara sepupunya, Jihan.

Bagaimana tidak? Perawat baru saja datang membawakan makanan untuknya setelah lebih dari dua hari berada di rumah sakit---menurut seperkiraan Jungwon----sementara sepasang sepupu itu kini tengah berebut untuk menyuapinya makan. Padahal, ya, kalau boleh jujur, Jungwon sudah merasa bisa untuk memakan makanannya sendiri, kok.

Memang dasarnya saja Jay dan Jihan yang sengaja ingin mencari keributan.

"Ya, kan, Jungwon Adekku. Harusnya aku, dong, yang suapin dia!" Jay memulai adu urat ini dengan begitu keras kepala yang dibalas oleh Jihan yang tak kalah keras kepala darinya.

"Tapi, kan, mumpung aku ada di sini, makanya biar aku yang suapin Adek. Lagian, besok juga aku udah pulang, kok."

Mendengar balasan yang terdengar tak mau kalah dari Jihan itu, membuat Jay mendengkus sebal. "Ya udah, Mbak Jihan suapin Jungwonnya besok aja sebelum pulang. Biar hari ini aku aja yang suapin."

"Ih! Nggak bisa gitu, dong! Kan aku yang dari tadi nemenin Adek. Berarti aku yang paling berhak suapin Adek!"

Sumpah, Jungwon merasa jika kepalanya akan meledak saat tu juga. Tidak ada yang dapat ia lakukan kecuali berdiam diri---pasrah---pada apa pun yang terjadi. Lagi pula, kenapa orang dewasa yang berada di ruangan ini hanya diam saja, sih? Apa tidak ada yang berniat menghentikan perdebatan antara sepasang sepupu itu, eh?

Iya, omong-omong, di ruangan ini bukan hanya ada Jay dan Jihan saja yang menemani Jungwon. Ada Mama Eunha dan Tante Daesoo juga yang sejak tadi malah tertawa-tawa bahagia melihat bagaimana anak-anak mereka saling berdebat.

"Lucu ya, Na. Terakhir kali mereka begini dua tahun lalu," ujar Tante Daesoo sambil tertawa kecil.

Mama Eunha balas tertawa seraya mengangguk kecil. "Bener banget, Mbak. Waktu itu Yeonjun belum berangkat ke Amerika. Makin rame lagi pokoknya karena ada Beomgyu juga."

Kedua ibu-ibu itu benar-benar tidak memiliki niat untuk memisahkan Jay dan Jihan yang hampir mencetuskan perang keluarga, atau bagaimana? Sumpah, Jungwon sudah kadung kesal dengan dua orang yang memanggilnya sebagai 'adik' itu.

Jadi, pada akhirnya ia yang sedang dalam posisi bersandar pada kepala brankar yang sengaja ditinggikan itu, memilih segera memecah keributan dari Jay dan Jihan. "Biar Jungwon makan sendiri aja."

Asli, woy. Rasanya kaku dan tidak nyaman sekali ketika menyebut dirinya sendiri menggunakan nama atau 'aku'. Jungwon sudah terlalu biasa menyebut dirinya sebagai 'gue' karena lingkungannya dulu yang lumayan keras dan kasar itu. Namun, dikarenakan sekarang sudah berubah, maka sebisa mungkin Jungwon mencoba untuk membiasakan diri.

Sementara itu, Jay dan Jihan yang mulanya saling berebut untuk menyuapi adik mereka itu, seketika diam. Keduanya saling berpandangan satu sama lain, kemudian memperhatikan Jungwon dengan raut terkejut. Terlebih lagi saat Jungwon meraih mangkuk berisi makanan miliknya dan mulai menyuap isinya ke dalam mulut.

Mama Eunha dan Tante Daesoo yang melihatnya malah tertawa sementara Jay dan Jihan masih bengong sebelum salah satu dari keduanya kembali memulai segala macam perdebatan.

"Tuh, kan! Bang Jay, sih, ah! Nggak mau ngalah banget jadi laki-laki." Jihan menggerutu dengan wajah cemberut sementara kedua tangan dilipatnya di depan dada.

Jay yang disinggung begitu tentu saja tidak terima. "Lagian kamu aneh," ujarnya. "Sama-sama nggak mau ngalah, tuh. Berisik."

Sudahlah, Jungwon memilih diam saja. Tidak ingin lagi mendengarkan bahkan terlibat dalam perdebatan yang terjadi antara Jihan dan Jay yang masih saja adu urat seolah tak ada habisnya. Jelas, untuk urusan seperti ini Jungwon bisa dibilang hanya sebagai newbie. Sebelum-sebelumnya, mana pernah ia mengalami hal yang berbau kekeluargaan seperti ini.

Terbiasa hidup sendiri dan tidak ada yang mempedulikannya selama beberapa tahun terakhir membuat Jungwon sudah tahu diri dan tak pernah ingin berharap lebih untuk apa pun itu. Makanya selama ini, tidak pernah sekali pun terlintas dalam pikiran Jungwon untuk belajar tentang apa pun yang namanya keluarga. Karena kalaupun misalnya ia belajar, buat apa? Tidak ada juga yang mau menerimanya, begitu pikirnya waktu itu.

Akan tetapi, sekarang Jungwon merasa bodoh. Kenapa tidak dari dulu saja, ya, ia belajar untuk 'menjadi bagian dari sebuah keluarga'? Kan, jadinya tidak seperti orang udik yang hidupnya terlalu primitif seperti sekarang. Sudahlah, lagi pula, beras sudah menjadi nasi uduk. Tidak bisa diubah lagi menjadi seperti semula. Lagi pula, siapa yang menyangka jika Tuhan ternyata memberikannya 'keluarga'?

Setidaknya kalau nanti ia pergi meninggalkan dunia yang fana ini, masih ada yang akan mengurusi jasadnya, bukan? Kira-kira, itulah sisi positif yang lumayan terdengar gila dari isi pemikiran seorang Jungwon.

"Adek!"

Jungwon tersentak kaget saat tiba-tiba saja sang kakak memanggilnya seraya menepuk bahunya dengan lembut. Namun, pada dasarnya memang sedang melamun, alhasil ia sampai kaget berlebihan begitu.

"Kok bengong, sih? Sini Abang suapin." Jay menawarkan, seraya meraih mangkuk yang diletakkan di atas meja lipat kecil yang sejak tadi memang disimpan di atas brankar.

"Ih nggak bisa gitu!" Tiba-tiba, Jihan memekik tak terima. "Adek biar Mbak Jihan yang suapin!"

Astaga, apakah perdebatan bodoh ini akan kembali berlangsung dan tak akan ada ujungnya? Agaknya, Jay dan Jihan adalah perpaduan sempurna untuk meramaikan suasana.

JAYWON

Daripada sebelum-sebelumnya, suasana ruangan tempat Jungwon dirawat kini lumayan tenang. Sebab hanya ada Papa Jun dan Om Hyunbin yang merupakan suami dari Tante Daesoo yang kini menemaninya sambil mengobrol santai ala orang dewasa. Jungwon tidak tahu betul apa yang mereka bicarakan, sebab semuanya terdengar begitu serius dan tak dapat dimengerti oleh dirinya.

Akan tetapi, siapa bilang kalau malam ini hanya ada mereka---Papa Jun, Om Hyunbin dan Jungwon---bertiga? Tepat di samping Om Hyunbin, ada Jihan yang menolak pulang dan kini tengah bersandar nyaman di bahu sang ayah sembari memainkan ponsel.

Cewek itu terbilang keras kepala dan berkata jika toh, besok juga ia sudah kembali ke rumahnya. Padahal, Om Hyunbin sudah bilang jika jadwal penerbangan mereka adalah malam hari yang artinya masih ada banyak waktu kalau cewek centil itu mau lebih berlama-lama lagi di kota om dan tantenya itu.

Sementara Jay? Tentu saja cowok itu terpaksa pulang setelah Mama Eunha mengomelinya dengan baik-baik dan berkata kalau besok ia harus sekolah. Walaupun tidak rela karena harus membayangkan jika Jungwon akan menghabiskan waktu semalaman dengan Jihan, akhirnya Jay memilih merelakan juga karena takut diomeli Papa Jun juga.

Omong-omong, Jungwon baru menyadari jika sang kakak mulai terkesan posesif, sekarang. Tidak tahu jugalah, intinya tingkah Jay sekarang jauh lebih kekanakan. Namun, seketika Jungwon mengingat-ingat pertemuan pertamanya dulu dengan Jay.

Ah iya. Kakaknya itu dulu memang selalu bertingkah kekanakan, bukan?

"Om, please ya, Om. Jihan mau tidur di brankarnya Adek aja!"

Jungwon yang semula hanya diam sembari memainkan ponsel---melihat-lihat postingan orang-orang di Instagram hingga bosan sendiri---seketika dibuat menoleh. Waduh, Mbak Jihan ini lama-lama horor juga, ya.

"Jihan, jangan ngada-ngada kamu, Nak. Adekmu masih sakit, loh. Masa iya kamu mau tidur di brankar yang sama?" Bukannya Om Jun, malah sang ayah yang menjawab membuat Jihan otomatis cemberut.

"Papa mah," gerutunya. "Lagian, besok kita juga udah pulang. Boleh ya, please. Boleh, kan, Om?"

"Jangan---"

"Coba tanya dulu sama Adeknya," ujar Papa Jun dalam artian lain, ia memperbolehkan sang keponakan untuk tidur bersama dengan Jungwon.

Dalam hati, Jungwon mendadak was-was. Biar bagaimanapun, Jihan ini perempuan, loh. Bagaimana kalau misalnya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mungkin, Jungwon tiba-tiba saja menendang Jihan hingga berguling ke lantai ketika tidur? Bisa saja hal seperti itu terjadi, bukan?

"Nggak usah diturutin gitu, Jun." Om Hyunbin selaku ayah dari Jihan segera berujar. "Jihan kalau tidur langsung berubah kayak Reog. Nggak bisa diam."

Setelahnya, malam yang panjang ini hanya diisi dengan Jihan yang merajuk semalaman karena ditertawakan oleh ayah dan omnya sendiri.

JAYWON
Kamis, 31 Maret 2022
Hai gengs, ya ampuuuun. Maaf banget ya, aku lama updatenya huhuhu. Jujur banget, nih, aku lagi males nulis :(
Lagi lumayan riweh juga ngurusin daily di aplikasi kembaran temen julidnya upin-ipin //stiker bulan tatap-tatapan//

Btw, sumpah bab ini nggak jelas banget:v
Nanti kalo rame aku double up. Kalau sepi, part 66-nya besok pagi aja, ya. Hahahhaa.

See u!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top