62. Keluarga Besar Park (1)

Pagi-pagi sekali sebelum berangkat ke sekolah, Jay sudah menyempatkan diri untuk datang ke rumah sakit menemui sang adik. Jungwon bahkan baru saja bangun saat tiba-tiba saja sang kakak datang berkunjung, lengkap dengan seragam sekolah yang telah terpasang sempurna di tubuhnya.

Mama Eunha dan Papa Jun bahkan hanya bisa menggeleng kecil melihat bagaimana Jay yang malah terkesan seperti seorang adik yang merindukan kakaknya setelah terpisah semalaman.

Nenek Park bahkan sampai mengutarakan protesannya kepada sang putra lewat pesan singkat yang mengatakan jika salah satu cucunya melarikan diri sebelum sarapan. Akan tetapi, Jay malah dengan santai berdalih, "Kan, hari ini Abang masih sekolah. Jadi nggak apa-apa, dong, liat Adek dulu sebelum berangkat?"

Jungwon yang tahu segala jenis perdebatan---yang sebenarnya tak bisa dikatakan perdebatan juga---ini berasal dari dirinya, hanya bisa diam. Sesekali ia akan tersenyum saat melihat bagaimana tingkah kakaknya yang terkadang berlaku seperti anak kecil ketika sedang bersama Mama dan Papanya.

"Belum waktunya Adek buat sarapan, ya, Ma?" Jay bertanya saat jam mulai menunjukkan pukul 6.45 pagi. Ia sendiri sudah 'kabur' dari rumah sejak pukul setengah enam tadi, omong-omong.

"Belum, Abang." Eunha menyahut gemas. "Tapi sekarang, udah waktunya Abang buat berangkat sekolah. Ayo cepat habiskan sarapannya dulu."

Remaja 16 tahun itu cemberut kecil, tetapi tak ayal tetap memakan habis kotak berisi makanan yang sengaja dipesankan oleh sang ayah beberapa saat lalu---sekalian untuk sarapan dirinya dan Eunha nanti. Untuk Jungwon sendiri, pihak rumah sakit yang telah mempersiapkannya karena ia belum diperbolehkan untuk memakan makanan yang aneh-aneh.

"Adek kalo masih ngantuk, bobok lagi, ya, Nak?" Mama Eunha berseru lembut, sambil mengusap pucuk kepala putra bungsunya dengan penuh kasih. "Nanti waktu Nursnya bawain sarapan, baru Mama bangunkan."

Jungwon menggeleng kecil. "Nanti aja, Ma," jawabnya dengan suara serak yang terkesan lirih. Posisinya sekarang masih berbaring dengan posisi brankar yang sengaja diatur lebih tinggi. "Mama sarapan dulu, sama Papa."

"Iya, nanti Mama sarapan." Ibu dua anak itu mengecup pelipis, sementara salah satu tangan masih asyik mengusap pucuk kepala sang putra dengan lembut.

"Nanti agak siang, Nenek sama Tante Daesoo ke sini." Papa Jun berujar, tepat setelah ia menyelesaikan sarapannya. "Adek belum pernah ketemu langsung sama Tante Daesoo, kan?"

Jungwon menggeleng kecil sebagai jawaban. Ia memang belum pernah bertemu dengan kakak sulung ayahnya itu. Hanya pernah terhubung lewat sambungan telepon. Itu pun ia hanya bisa diam tanpa tahu harus melakukan apa, sementara perempuan yang dipanggilkan 'tante' oleh ayah dan ibunya, terlihat menangis, entah karena apa---Jungwon benar-benar tak tahu waktu itu.

"Oh iya, nanti ada Jihan juga ke sini, sama Papanya. Tapi mungkin agak sore, ya, Mas?" Eunha bertanya kepada sang suami yang langsung memberikan anggukan sebagai jawaban. Jungwon yang tidak mengerti siapa itu Jihan, hanya diam mendengarkan.

"Jihan seumuran sama Adek kan, ya, Ma?" Jay yang baru saja menyelesaikan sarapannya, bertanya. Sementara tangannya meraih gelas air minum yang diulurkan oleh sang ayah, lantas meneguknya pelan.

"Iya, Jihan seumuran Adek," jawab Mama Eunha sambil tersenyum.  Mengerti jika putra bungsunya itu kebingungan perihal siapa itu Jihan, akhirnya tanpa diminta, perempuan berambut sebahu itu menjelaskan, "Jihan itu anaknya Tante Daesoo sama Om Hyunbin, Sayang."

Jungwon yang mendengarnya tidak tahu harus merespons seperti apa kecuali mengangguk kecil pertanda mengerti. Ia sungguh bingung, sebab keluarga ini memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak. Sebelumnya, remaja 14 tahun itu tak pernah membayangkan bagaimana rasanya memiliki keluarga besar. Toh, membayangkannya pun buat apa? Ia berpikir---dulu sekali---tidak mungkin ia memiliki keluarga. Memiliki Nenek Nam saja sudah lebih dari cukup baginya waktu itu.

"Waktu video call sama Tante Daesoo, Adek cuma kenalan sama Mas Beomgyu, ya?" tanya Mama Eunha lagi.

Jungwon mencoba mengingat-ingat nama salah satu putra dari tantenya itu, kemudian mengangguk kecil. "Iya, Ma," jawabnya.

"Nah, ada satu lagi. Mas Beomgyu itu anak tengah. Anak sulungnya Tante Daesoo, Mas Yeonjun, sekarang lagi kuliah di Amerika. Makanya Adek belum sempat kenalan," tambah ibunya itu. Sepertinya, Mama Eunha memang lebih tertarik menceritakan keponakan dari sebelah suaminya daripada keponakan-keponakannya sendiri yang tak kalah banyak. "Oh iya, Beomgyu juga mau nyusul kakaknya sekolah ke Amerika ya, Mas?"

"Iya," jawab Papa Jun yang kini sibuk memeriksa pekerjaan rumah milik putra sulungnya. Meskipun Jay sudah duduk di sekolah menengah atas, tetapi tak jarang pekerjaan rumah atau PR anaknya itu selalu ia periksa sebelum dikumpulkan. Sejak Jay masih di taman kanak-kanak hingga sekarang, kebiasaan itu tak pernah hilang.

"Tapi katanya Mas Hyunbin masih belum kasih izin, nggak siap katanya kalo harus jauh-jauhan lagi sama anak-anaknya. Takut Jihan juga nanti ikut-ikutan kakaknya," sambung ayah dua anak itu.

Selebihnya, Jungwon yang sejak tadi hanya menjadi pendengar, memilih mengabaikan. Bukan karena tidak mau, tetapi kepalanya mendadak terasa pusing, juga perutnya mual. Akan tetapi, ia berusaha kuat menahannya karena tak mau mengganggu orang tua dan kakaknya yang asyik bercerita.

"Sudah mau jam setengah delapan. Abang, ayo Papa antar." Papa Jun menyerahkan buku PR milik putranya yang baru saja selesai ia periksa. Semuanya aman, hanya ada beberapa kesalahan kecil yang sudah diperbaiki oleh Jay.

"Oke," sahut Jay. Setelahnya, cowok itu lebih dulu berpamitan dengan sang ibu, kemudian mengacak pucuk kepala adiknya dengan sayang. "Abang berangkat sekolah dulu, Dek. Nanti pas pulang, Abang ke sini lagi, ya? Adek harus udah sembuh, pokoknya!"

Karena tak sanggup membalas dengan ucapan---takut malah muntah---makanya Jungwon hanya tersenyum sebagai balasan. Ia ingin mengatakan agar kakak dan ayahnya itu berhati-hati di jalan, tetapi sudah diwakilkan oleh sang ibu.

Sepeninggal suami dan putra sulungnya, Mama Eunha kembali fokus kepada si bungsu yang dari raut wajahnya terlihat berbeda. Lebih pucat daripada saat bangun tadi. Dahi ibu dua anak itu berkerut khawatir.

"Adek kenapa, Sayang?" tanyanya. Firasat seorang ibu tidak pernah salah, memang. Ia langsung memeriksa suhu tubuh putra bungsunya dengan telapak tangan. "Badan Adek hangat lagi, lho, ini. Adek kenapa? Mau muntah?"

Diperhatikan sebegitunya oleh sang ibu, membuat Jungwon rasanya ingin menangis. Rasa sakitnya terasa semakin kuat menyiksa hingga tak dapat lagi ia menahannya. Air mata tanpa sadar jatuh membasahi sudut matanya, yang otomatis disadari oleh Mama Eunha yang langsung memberikan usapan lembut di sana.

"Kenapa, Sayang? Mana yang sakit, Nak?" Salah satu tangannya terulur untuk menekan salah satu tombol yang berada di sekitar brankar untuk memanggil dokter. "Adek mau muntah?"

Jungwon mengangguk samar. Jika tadi masih bisa ditahan, sekarang sudah tidak. Ibunya dengan cekatan langsung mengambil pispot, lantas membantu putranya itu untuk muntah.

Remaja 14 tahun itu terlihat begitu payah mengeluarkan isi perutnya, padahal, sang ibu telah membantu memijat tengkuknya dengan lembut, pun rasa mual yang semakin menyiksa. Tak berselang lama, Dokter Joshua bersama dua orang Nurs datang, bersamaan dengan Jungwon yang akhirnya berhasil memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa cairan.

Jungwon merasakan jika tubuhnya otomatis melemas, sesaat setelah isi perutnya berhasil dimuntahkan. Ia bahkan tak lagi dapat mendengar apa yang dikatakan oleh Dokter Joshua karena beberapa detik setelahnya, ia merasakan pandangannya menghitam dan tubuhnya terkulai lemas dalam pelukan sang ibu.

Selebihnya, Jungwon tak mengingat apa pun lagi.

JAYWON
240222

:)
Tolong jangan tanya, 'kapan Jungwon bahagia?' 😭🙏
Maaf, Sayang. Bunda tyda bermaksud 😭🙏 ini aja nyempetin update sambil rewangan, gengs :)

Ah iya, soal pertanyaan aku di bab sebelumnya (tentang judul cerita ini---A Ghost-ing Me!) nanti (insyaallah) bakal kejawab, ya. T-tapi masih jauuuuhhh banget kayak jarak Pontianak-Seoul :v pokoknya kalo masih sabar, tungguin aja, ya:') aku tau, kok, kalian pasti mulai bosan :v

Btw menurut kalian, Tante Daesoo dan keluarganya nih baik atau tidak, ya? 😈
2

50222

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top