Part 10 | Finding him

Aku pernah baca komen kalian, ada satu yang menarik kira-kira begini “diatas madam young ada bapak kim dongwook” seingatku begitu huhu aku lupa siapa yg komen, lupa juga sc giliran dicari kok gak ada 😫

Lupa itu komen di lapak ini atau ugly kim 😫 Pokoknya yang komen begitu anda mantul sekali ✊
______________________________________

Jisoo uring-uringan tak karuan. Saking emosinya dia sampai jambakin rambut Hendery sambil mencaci maki si pria sok tahu ini.

Hendery tersakiti berteriak minta tolong. Minta tolong pun percuma sekitaran mereka jalanan raya sepi. Paling satu atau dua mobil melintas. Itupun jarak melintas dengan jangka waktu berjauhan.

Gara-gara kesotoyan Hendery mereka tersesat. Gara-gara dia maksa ikut dengan dalih, “kalau gue balik, lo mau gue di cincang Om Dongwook?!” Jisoo terjebak dijalanan—well, dimanapun mereka berada sekarang Jisoo yakin sekali mereka melenceng jauh dari map.

Setelah mendarat di bandara Swiss, satu-satunya bandara terdekat dengan Liechtenstein, lalu mereka melakukan perjalanan darat untuk sampai Liechtenstein. Negara dengan ibukota Vadus adalah sebuah negara kepangeran seluas kurang lebih 160 kilometer persegi yang terkurung daratan ganda. Terletak diantara Austria dan Swiss.

Sampai di bandara ada mobil mewah ala eropa menunggui mereka. Jisoo menyakini fasilitas mobil yang mereka tumpangi pasti fasilitas milik kekayaan Hendery. Berawal dari situlah tercetus perjalanan mereka mencari tempat tinggal Lee Taeyong.

Bisa saja Jisoo mempermudah pertemuan mereka dengan menghubungi Taeyong meminta mantan bossnya itu menyusul. Well, Jisoo lebih suka mengejutkan sang boss daripada memberitahu kedatangannya. Bermodalan alamat yang ditinggalkan untuknya, Jisoo bertekad menyusul tanpa memberitahu.

But damn!

Hendery menyesatkannya.

“Tinggal lurus kedepan ntar pasti ketemu”

“Lo daritadi ngomong gitu, sebaliknya apa hah? Kita nyasar.” omel Jisoo menahan diri untuk tidak menendang pantat Hendery.

Langit mulai gelap. Mereka harus sampai perkotaan untuk mencari penginapan.

“Buruan jalan!” gerutunya melotot galak ke Hendery yang membalas dengusan singkat. Mobil melaju lagi sesuai arahan Jisoo. Mereka kembali melewati jalanan yang telah menyesatkan mereka.

“Lewat mana, kiri atau kanan?”

“Lurus, ish!” decaknya tak karuan. “Nih lihat google mapnya. Huft! Lama-lama gue telantarin lo disini”

“Iya, iya, bawel amat”

“Lo yang bawel bocah!”

“Gue bukan bocah” balas Hendery menolak dikatai bocah. Dia sudah duapuluh tahun yang artinya umur dia sudah legal.

“Nyetirnya gak usah lelet!”

“Ini udah paling banter, nyai.”

“Banter apanya? Lemot begini”

Genggaman Hendery pada setir mengeras. Astaga, mengapa perempuan ini sangat menggemaskan sekali. Mulutnya lancar menggerutu seperti lajuan kereta api.

“Iya, nyai, iya!” ucapnya menurut menambah kecepatan mobil melintasi jalanan malam.

...

Sangat berbeda dengan keadaan flatmate. Ari masih bersama Yuta kali ini mereka mengobrol via skype. Dia terlalu antusias mendengarkan cerita Yuta.

“Lo yakin gak?”

Ari sendiri tidak begitu yakin dengan pernyataan Yuta kemarin. Bukan pernyataan lebih pada keraguan Yuta pada dirinya sendiri.

“Sejak kapan?”

Ekspresi Yuta dilayar laptop terlihat agak kacau. Ari turut prihatin dengan apa yang sedang dialami oleh temannya ini. Yuta terlalu krisis jati diri terkadang dia bergulat dengan dirinya sendiri, belum lagi perihal trauma yang pernah dialami Yuta. Batinnya pasti sangat amat tersiksa bergulat tiap hari.

“Yut?”

“Lo selalu ngerti tanpa gue cerita sama lo, Ar” ucapnya penuh makna.

Ari menarik nafas dengan satu kali tarikan kemudian menghembuskan dengan satu kali hembusan.

“Dan disisi lain lo masih sayang Minhyun?” Ari selalu cepat memahami situasi Yuta. Ini pernah terjadi sebelumnya. Ari adalah orang yang selalu membantu Yuta memahami dirinya. Jisoo tidak terlibat soal ini, karena memang itu kemauan Yuta.

“Itu alasan kenapa lo gak mau bahas soal Minhyun. Lo ragu, lo gak mau kecewain siapapun termasuk diri lo sendiri.”

Yuta pun tak bisa membantah semua ucapan Ari, toh semua yang dia ucapan sekarang memang benar tentang dirinya.

“...lo berhak bahagia, Yut. Mau lo straight, gay—whatever—lo berhak untuk bahagia” ujarnya. “Gue tetap teman lo, kita bertiga always and forever, remember that?” seulas senyum terukir diwajahnya begitupun Yuta.

“Apapun pilihan lo, gue selalu disini. Mana yang terbaik buat lo, gue, Jisoo, pasti selalu ngedukung. Kita sayang sama lo.”

“...me, love you more” bisiknya menatap haru Ari.

“Lo harus pilah baik-baik apa yang lo rasain sekarang.”

Yuta mengangguk mengerti. “If I’m straight....”

“Gue bantu cari pacar” tawanya merdu menenangkan Yuta yang kini ikut tertawa. “Dan gue bakalan bantu lo balik ke Minhyun kalau lo.....gay, hahaha”

“I’m fuckin’ hate you, Yoon Soojin” desis Yuta.

Ari tertawa terbahak-bahak sembari mengejek Yuta yang tak bisa apa-apa di New York tanpa dia.

“I hate you more, idiot” balasnya.

“So, ceritain ke gue kenapa lo nolak Lee Myungsoo.”

“YUTAAA!” bentaknya meraung-raung bagai beruang kutub utara.

...

Jisoo mengeluh terganggu dengan sinar matahari siang itu menembus kaca mobil menganggu tidurnya. Dia baru bangun setelah jam tidurnya terpotong akibat perjalanan panjang mereka mencari jalan.

Saat menoleh dia mendapati Hendery tengah tidur like a big baby sambil bergumam racu. Semalam mereka berhenti di sebuah toko sekedar beristirahat. Selain itu Jisoo melihat tulisan Vadus diatas tanda nama toko. Untung semalam Hendery tidak sebodoh pertama kali mereka keluar dari bandara. Akhirnya mereka sampai di Vadus.

Semalam pula Jisoo terpaksa memberitahu Taeyong perihal kedatangannya. Itupun atas paksaan Hendery daripada mereka tersesat dan semakin menjauh dari Vadus. Nanti siapa yang mau disalahkan, hm? Hendery lagi?

Ketika kaca mobil terketuk beberapa kali, Jisoo tanpa ragu langsung membuka dan keluar untuk menemui si pengetuk kaca mobil.

“Tolong jangan parkir disini” ucap perempuan muda dengan ibu bahasanya. Jisoo agak kesusahan memahami bahasanya tapi dia berusaha memahami dengan gekstur tubuh yang menyuruhnya segera pergi dari halaman toko mereka.

Jisoo pun meminta maaf berkali-kali lalu membangunkan Hendery, menyuruh dia supaya segera memindahkan mobil sebelum mereka ditarik ke kantor polisi karena parkir mobil sembarangan.

“Buruan, ih, keburu dia ngamuk.”

“Iya, ya, sabar” kata Hendery setengah sadar dia berusaha mengendari mobil memindahkannya ke halaman parkir yang tak jauh dari toko.

Sementara itu, Jisoo masih meminta maaf ke pemilik toko sampai akhirnya perempuan muda itu kembali ke toko setelah mobil dipindahkan.

“Baru datang sudah buat masalah” ujarnya. “Hobimu memang suka mencari keributan, Kim.”

Jisoo balik badan sambil mendecih. “Keributan lebih menghibur, boss.” balasnya menatap si pria Lee yang berdiri penuh welcome untuknya.

“Actually, I’m not your boss anymore.” ujar Taeyong untuk pertama kalinya. Sebuah senyuman tersungging menawan di wajahnya. “Hai, Kim” sapanya.

Ketika Jisoo ingin melangkah mendekat dia teringat akan satu hal. “Perluhkah saya lima langkah ke belakang atau—”

“Biar saya saja” potong Taeyong sambil melangkah mendekat masih dengan senyuman sama. “...mendekat atau kurang dekat?” kekehnya.

“Mau pilih mana, jambakan atau tendangan?” Jisoo pun ikut terkekeh mengingat pertemuan pertama mereka sebagai boss dan asisstant.

“Wait, hampir lupa” serunya menahan mulut Taeyong yang ingin membalas. “Hello, Lee.” sapanya membalas sapaan Taeyong.

Luar biasa betapa rindunya dia dengan si gadis Kim ini. Begitupun Jisoo tak mau menyangkal lagi betapa dia merindukan pria Lee ini.

“Payah” ujarnya meninju pelan perut Taeyong kemudian memeluknya erat.

“Lain kali gak usah kasih teka-teki, kepekaan saya terlalu krisis” bisiknya.

Taeyong tertawa renyah sambil menenggelamkan kepalanya disela leher Jisoo. “I miss you, Kim”

huhu lebih suka mereka pakai saya-kamu wkwkwk belum tahap aku-kamu (ಥ ͜ʖಥ)✊

empat atau lima ending paling

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top