1825.2
Ardi menyempatkan diri mengunjungi pasar hari ini. Ia ingin sekali membeli kain batik untuk ibu dan adiknya. Ia memacu kudanya dari kediamannya di Tegalrejo menuju Pasar Beringharjo.
Jarak pasar Beringharjo dengan desa Tegalrejo yang tidak sampai 3 km membuat Ardi tidak butuh waktu lama untuk tiba di sana.Pagi itu seperti biasa keadaan pasar sangat ramai. Pasar yang didirikan pada tahun 1758 oleh keraton Yogyakarta menjadi pusat perekonomian warga. Nama Beringharjo dipilih karena memiliki arti wilayah yang semula hutan beringin (bering) yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan (harjo). Nama Beringharjo sendiri dinilai tepat karena lokasi pasar merupakan bekas hutan beringin dan pohon beringin merupakan lambang kebesaran dan pengayoman bagi banyak orang.
Pasar Beringharjo menyediakan berbagai kebutuhan warga mulai dari jajanan pasar, sayur mayur sampai baju dan kain batik. Para penjual berjejer rapi di kanan dan kiri menjajakan barangnya sementara di bagian tengah adalah tempat berjalan para pembeli.
Ardi berjalan ke arah para penjual batik. Di bagian itu ada banyak penjual batik baik itu berupa kain maupun pakaian yang siap pakai. Salah satu lapak penjual menarik perhatian Ardi. Kain-kain batik yang dijajakan sangat beragam baik corak dan warnanya.
Sebuah kain batik bercorak kawung dengan warna putih dan coklat menarik perhatiannya. Dipegangnya kain itu. Ketika Ardi hendak menarik kain itu, sebuah tangan lentik juga menarik kain yang sama.
Ardi menoleh, keduanya saling tatap. Di hadapannya seorang perempuan cantik berkulit hitam manis menatapnya. Tubuhnya mungil, tingginya hanya sekitar dada Ardi.
"Maaf kisanak saya sudah lebih dulu menaksir kain ini," katanya tegas sambil menatap Ardi dengan tatapan tajamnya.
"Saya rasa saya lebih dulu memegangnya." Ardi menyanggah.
"Apakah lelaki muda yang sehat tidak mau mengalah pada seorang perempuan yang lemah?"
Perempuan lemah? Dari cara berpakaiannya perempuan ini termasuk kalangan berpunya, ucapannya juga amat berani. Mungkin keturunan bangsawan atau anak pedagang kaya. Ardi berusaha menganalisa.
"Kisanak?"
"Hm... baiklah baiklah saya mengalah." Ardi mengalah karena ia tidak ingin berdebat di pasar lalu menjadi tontonan.
Perempuan ayu itu kemudian membayar kainnya lalu pergi bersama pelayannya yang sudah cukup tua. Ardi memperhatikan kepergian perempuan itu. Cantik, manis , tatapannya tajam dan postur tubuhnya bagus. Semua laki-laki normal pasti akan tertarik pada perempuan itu walaupun ia sedikit galak namun justru hal itulah yang menarik perhatian Ardi.
"Astaghfirullah," ucap Ardi pelan.
Ardi mengempaskan nafasnya membuang pikiran-pikiran negatif yang sempat terlewat di kepalanya.
Ardi kemudian memilih kain lain dengan corak yang sama tetapi memiliki warna yang berbeda. Ia membeli 2 kain, untuk ibu dan adiknya. Setelah membayar kainnya Ardi kembali berkeliling pasar mencari penganan untuk ibunya.
Setelah puas berbelanja, Ardi menuju ke tempat kudanya ditambatkan. Ia berniat untuk pulang dan memberikan kain itu pada ibunya tercinta.
"Tolong! Pencuri!" Suara seorang perempuan terdengar saat Ardi baru saja hendak menaiki kudanya.
"Tolong!" Teriakan itu terdengar lagi. Ardi menoleh ke arah suara itu.
Seorang laki-laki berlari cepat ke arah Ardi membawa sekantung uang sementara di belakangnya dua orang perempuan berteriak sambil mengejar bersama para pengunjung pasar lainnya.
Ardi mengepalkan tangannya sesaat sebelum lelaki itu menabrak tubuh Ardi. Tubuh Ardi yang kekar berotot berdiri kokoh, kepalan tangannya tepat mengenai rahang lelaki itu. Ia jatuh tersungkur. Ardi menarik kerah baju lelaki itu mengangkatnya hingga berdiri.
"Ampun, Ndoro..." lelaki itu memohon pada Ardi
"Dia mencuri uangku!" kata wanita ayu yang sempat bertemu Ardi di toko kain.
"Ini?" Tanya Ardi sambil memperlihatkan kantung uang yang direbutnya dari genggaman pria itu.
"Iya itu punyaku." Gadis ayu itu berkata sambil terengah-engah.
Ardi melepaskan cengkeraman tangannya lalu memberikan kantung uang itu pada pemiliknya. Lelaki itu duduk bersimpuh ketakutan. Badannya gemetar.
"Ampun ndoro jangan tangkap saya, tolong lepaskan saya. Anak dan istri saya sedang sakit mereka juga kelaparan. Mereka membutuhkan saya." Lelaki itu bersujud sambil menangis di depan Ardi.
Ardi mengambil nafas sambil memejamkan matanya. Betapa sering ia menyaksikan penderitaan rakyat jelata. Patih Danuredja IV yang bekerja sama dengan Belanda sudah banyak merampas kebahagiaan masyarakat.
"Ini, ambil uang ini untuk biaya pengobatan anak dan istrimu."
Lelaki itu menerima sekantung uang dari Ardi sambil menatap tidak percaya.
"Ini?"
"Itu untukmu, bukan hutang. Kau tidak perlu mengembalikannya," ucap Ardi seakan ia tahu pikiran lelaki itu.
"Besok pagi datang ke desa Tegalrejo temui Raden Arya Wangsakusuma. Beliau akan memberimu pekerjaan."
"Matur sembah nuwun, ndoro," ucap lelaki itu lalu mencium tangan Ardi.
"Sami-sami. Sekarang pergilah, anak istrimu sudah menunggu!"
Semua yang dilakukan Ardi diamati oleh perempuan bermata jernih yang ditolongnya. Ada rasa kagum melihat kejadian itu.
"Kenapa kisanak menolongnya? Seharusnya kisanak menyerahkannya kepada prajurit yang bertugas di pasar ini!"
"Dan menambah penderitaannya? Aku bukan orang sekeji itu."
"Bagaimana kalau ia berbohong?"
"Dilihat dari penampilan dan caranya, ia bukanlah orang yang ahli mencuri, ia mencuri karena butuh bukan pekerjaan."
"Ternyata kisanak punya hati mulia." Gadis ayu itu mengangguk-angguk.
"Saya hanya melakukan kewajiban sebagai hamba Allah," ujar Ardi.
"Rasanya saya tidak sopan belum berterimakasih pada kisanak. Terimalah kain ini sebagai tanda terima kasih saya." Perempuan itu menyodorkan kain yang sempat menjadi rebutan saat di toko.
"Tidak perlu. Seperti yang saya bilang tadi saya hanya melakukan kewajiban saya sebagai hamba Allah. Simpanlah kain itu kembali." Jawab Ardi
"Baiklah kalau kisanak tidak mau menerima. Tetapi paling tidak beritahu saya nama kisanak. Nama saya sendiri Sari, Mayang Sari."
"Ardi."
"Kangmas Ardi" Mayang Sari bergumam.
"Permisi saya pamit," ucap Ardi. Ia ingat kalau ibunya menunggu di rumah.
Ardi menaiki kudanya lalu pergi meninggalkan Mayang Sari yang tak melepas pandangannya sampai Ardi menjauh.
"Kangmas Ardi, laki-laki yang baik. Aku berharap takdir kan mempertemukan kita kembali" ucap Mayang Sari pelan.
○○○○◆◆◆○○○○
Saya bukan orang Jawa dan nggak bisa bahasa Jawa jadi readers tolong dikoreksi ya kalau ada kesalahan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top