CHAPTER 6

"Ketika seseorang mendapatkan rasa sakit yang begitu hebat di suatu bagian dirinya, dia pasti akan mengabaikan rasa perih di bagian lain."---15 Bulan.

***

15 Bulan - Maria (2)

Hal terakhir yang diingat Maria adalah ketika dia melangkah memasuki ruang jenazah sebuah rumah sakit. Mematung di depan jenazah kedua orang tuanya yang sudah terbujur kaku sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

Anehnya, pria asing berwajah oriental, dengan jambang tipis yang dua minggu ini menjaganya sampai dia mendapat kembali kemampuan berbicaranya, berkata jika kematian kedua orang tuanya terjadi sebelas tahun lalu. Tidak hanya kematian kedua orang tuanya, pria itu pun mengatakan jika neneknya pun sudah meninggal beberapa bulan yang lalu. Sedangkan, kedua adiknya sudah memulai kehidupan mereka masing-masing.

Dan, tentu saja, semua fakta itu membuat kepala Maria berdenyut-denyut tidak keruan. Tidak terlalu sakit tetapi sangat mengganggu.

Maria bisa saja berteriak histeris dan tidak secepat itu memercayai fakta yang telah dipaparkan pria asing tersebut. Namun, guncangan akibat kematian orang tuanya terlalu besar daripada apa yang dialaminya saat ini. Hingga membuatnya putus asa dan memaksakan diri menerima semua kenyataan dengan dada yang lapang.

Ketika seseorang mendapatkan rasa sakit yang begitu hebat di suatu bagian dirinya, dia pasti akan mengabaikan rasa perih di bagian lain. Dan, itu mungkin berlaku untuk kasus Maria. Kematian kedua orang tuanya jauh lebih menyakitkan daripada mendapati dirinya terbangun sebelas tahun di masa datang.

Amnesia Disosiatif.

Adalah frase yang dihasilkan dari seluruh diagnosa dokter yang menanganinya. Dua kata yang menjelaskan hilangnya ingatan sebelas tahun hidup Maria setelah kecelakaan parah yang membuatnya hampir sebulan ini dirawat di rumah sakit. 

"Apa kamu baik-baik saja, Irene?" tanya pria itu bernada cemas seusai membantu Maria menaiki ranjangnya.

Meski Maria sudah sadarkan diri dari koma dua minggu ini, kondisi tubuh Maria belum sepenuhnya pulih. Wanita itu masih memerlukan perawatan khusus untuk kembali ke kehidupan sehari-harinya. Dan, pria yang belum memperkenalkan dirinya itu selalu menemaninya setiap hari. Pria yang selalu memanggilnya dengan nama depannya, Irene, tidak seperti kebanyakan anggota keluarganya yang lebih senang memanggilnya dengan nama tengahnya, Maria, selalu menjaganya tanpa pamrih.

Maria memang tidak mengenali pria asing itu tapi entah kenapa dia merasa aman jika bersamanya. Maria benar-benar memercayai semua yang dikatakan pria asing itu bahkan sebelum dokter menyelesaikan diagnosanya.

"Iya, Paman," jawab Maria lirih sembari mencoba tersenyum masam meskipun wajahnya masih tersisipi rasa bingung dan sendu. "Aku baik-baik saja."

Hening.

Baik Maria dan pria itu sibuk dengan pikirannya sendiri. Lalu, dering ponsel pria berkaus putih yang dibalut dengan jas kasual berwarna biru tua yang dipadu dengan jeans senada dengan luaran atasannya itu menghentikan kesunyian di sana. Membuat kedua orang itu tersentak dari lamunan yang menenggelamkan pikiran mereka masing-masing.

Pria bertubuh tinggi itu bangkit dan menerima panggilan ponselnya pada dering kelima. Dari ekor mata Maria, pria itu terlihat emosi ketika menjawab panggilan tersebut. Tampak memarahi seseorang di seberang teleponnya. Tidak sekadar memarahi, beberapa umpatan kasar pun keluar dan membuat Maria menyatukan kedua alisnya.

Merasa tidak baik jika dirinya mencuri dengar pembicaraan seseorang, meski dilakukan secara tidak sengaja karena pria berwajah oriental tersebut memakai suara yang cukup keras hingga dapat didengarnya, Maria memutuskan tidak memedulikan pria asing tersebut. Pikirannya kembali mengingat perkataan dokter beberapa menit lalu yang mendiagnosanya menderita amnesia akibat kecelakaan mobil. Dan, terhenti ketika pria tersebut mendekatinya.

"Irene," ucap pria itu memanggil namanya.

Maria terdiam sembari menunggu kalimat lanjutan dari pria tersebut. Sebenarnya jauh di lubuk hatinya, Maria lebih suka jika seseorang memanggil nama tengahnya daripada nama depannya. Namun, orang-orang di luar keluarganya secara tiba-tiba selalu memanggil nama depannya meski Maria tidak pernah secara khusus mengatakan jika mereka bisa memanggilnya dengan nama depan.

"Kakek akan menjengukmu hari ini setelah berita kecelakaanmu bocor ke media."

"Kakek?" tanya Maria tidak mengerti dan menatap lurus pria itu. "Seingatku, aku tidak memiliki kakek. Mereka sudah meninggal jauh sebelum aku lahir."

"Kakekku, Irene. Sandiago El Yahya."

Maria terdiam memikirkan sesuatu lalu menatap pria di depannya dengan tatapan horor, "Boleh aku tahu siapa namamu, Paman?"

Pria itu tidak segera menjawab. Berbalik menatap Maria dengan tatapan tak terbaca lalu terdiam lama sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Maria dengan tiga nama yang paling tidak ingin ingin didengarnya. "Sebastian El Yahya."

***

15 Bulan - 28 Mei 2017
77 dalam General Fiction
2.71K viewer
663 vote

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top