#8 The Way You Tell Me Everything

#8 The Way You Tell Me Everything

Kau begitu terbuka padaku. Menceritakan banyak hal ke padaku. Mulai dari hal bodoh, hal serius, hingga hal yang membuatmu menangis.

-

1. Stupid

"Oh my God! Kau serius?!" aku berteriak sebelum tertawa histeris. Eleanor baru saja menceritakan padaku bagaimana dia dengan bodohnya menari di depan kelas tanpa mengetahui bahwa dosennya berada tepat di belakangnya.

"Yeah, aku sendiri masih belum bisa mempercayainya," kata Eleanor dan dia kembali pecah dalam tawanya dan kami pun tertawa bersama dengan keras, tidak mempedulikan beberapa pasang mata yang melirik ke arah kami.

Saat ini, kami tengah berada di Hyde Park, kami duduk di bawah pohon dengan selimut di bawah kami. Selain itu, ada satu keranjang berisi beberapa roti isi dan kudapan lainnya juga beberapa soda. Eleanor yang menyiapkan semua ini, berkata bahwa ini untuk mengganti beberapa kencan kami sebelumnya yang gagal.

Setelah tawa kami reda, kami pun jatuh dalam keheningan. Aku hanya memandang di sekitar kami sambil sesekali memakan roti isi yang Eleanor buat sendiri, di sampingku, Eleanor hanya terdiam, memandangi sekitarnya.

"Hey, kau tahu?" Eleanor tiba-tiba bersuara, membuatku yang tadinya menumpukan pandanganku pada garis-garis di selimut yang kami duduki seketika mengangkat kepalaku dan memandangnya. "Aku selalu berharap bahwa suatu saat nanti aku bisa membuat sebuah mesin yang dapat membuat pakaian dalam sedetik."

Aku mengangkat alisku dan tertawa kecil, cukup terhibur dengan imajinasinya.

"Jadi mesin ini nanti akan seperti mesin pecetak, aku hanya akan menaruh sketsa desain bajuku dan aku akan menaruhnya pada mesin itu dan BAM! Satu baju terbuat," katanya, tidak sepertiku yang tertawa karena kebodohan dan keanehannya, Eleanor justru terlihat sangat serius, seolah dia tidak tengah membicarakan impian bodohnya.

"Woah, nilai A untuk imajinasimu."

"Bukankah itu keren?" dia bertanya, memandangku dengan kedua matanya, sama seperti tadi, dia terlihat sangat serius.

Aku mengangguk dan tertawa. "Yeah yeah yeah."

Tak lama kemudian, Eleanor ikut tertawa. Mungkin baru menyadari bahwa dia terdengar sangat bodoh atau mungkin dia sudah lelah memasang wajah sok seriusnya.

2. Important

"Kau terlihat sangat lelah," kataku sembari menaruh satu cangkir cokelat panas di hadapannya.

Eleanor mengangkat kepalanya dari sketsa yang tengah ia buat dan memandang ke arah cokelat panas buatanku dengan keningnya yang berkerut. "Aku minta kopi," katanya.

"Aku tahu, aku tidak tuli, Eleanor. Tapi kau terlalu banyak meminum kafein." Aku menunjuk ke arah beberapa cangkir bekas yang berserakan di sekitar Eleanor.

Eleanor menghela napas. "Aku tidak peduli, kafein membuatku lebih baik."

Aku menggeleng dan berbalik, memutuskan untuk duduk di sebuah kursi kecil yang cukup jauh dari tempat Eleanor mengerjakan sketsanya, namun memiliki akses untuk menatap Eleanor dengan baik. Sejujurnya, Eleanor cukup menakutkan ketika lelah seperti sekarang.

"Tapi kafein tidak akan membuat tubuhmu baik jika kau meminumnya setiap saat," kataku, memberikan penekanan secara berlebihan pada frasa 'setiap saat'.

Eleanor hanya memutar bola matanya, dia tidak berkomentar apapun dan kembali fokus pada sketsa yang tengah ia buat. Tak beberapa lama kemudian, Eleanor melempar pensil yang ia pegang ke sembarang arah, dia kembali mengangkat wajahnya untuk menatap ke arahku.

"Aku lelah."

"Aku tahu."

"Aku butuh istirahat."

"Aku tahu."

"Aku ingin liburan."

"Aku tahu."

"Aku benci sketsa."

"Aku tahu."

"Kenapa kau terus berkata 'aku tahu' seolah kau tahu semuanya?!"

"Karena aku tahu," kataku dan kemudian menghela napas. Aku bangkit berdiri dari tempatku duduk dan berpindah ke samping Eleanor yang sekarang menaruh kepalanya di atas meja. "Aku tahu, Eleanor, percayalah, hanya dengan melihat wajahmu sekarang, aku tahu betapa kau lelah dengan semua ini."

Eleanor tidak menjawab. Aku berpikir dia telah tidur, namun melihat beberapa gerakan dari tangannya, aku tahu bahwa dia seratus persen sadar.

"Akhir-akhir ini, aku berpikir bahwa aku harus keluar dari kegiatan sosial," Eleanor akhirnya bersuara, suaranya begitu pelan, namun karena tak ada suara lain selain suara Eleanor, aku dapat mendengarnya dengan sangat jelas.

"Keluarlah."

"Tapi aku merasa seperti orang berengsek. Mereka bahkan masih kekurangan orang dan aku keluar? Itu tidak adil."

"Yeah, tapi apa hal lain yang bisa kau lakukan, Eleanor? Bukankah kau sendiri yang berkata bahwa kau butuh istirahat dan liburan?"

"Aku pikir aku bisa melakukan banyak hal tanpa perlu merasa lelah."

"Hey, lelah itu sangat manusiawi."

"Aku tahu, Louis, tapi, kenapa harus ada lelah? Kenapa hanya ada dua puluh empat jam?"

Aku menarik napas. Eleanor cukup keras kepala dan aku tidak suka dengan sifatnya yang seperti itu di saat-saat seperti ini. Dia jelas-jelas sudah mendapatkan banyak tugas pada studi yang tengah ia jalani, keluar dari kegaiatan sosial yang ia jalani terdengar sangat masuk akal untuk saat ini.

"Lakukan apapun yang ingin kau lakukan, Eleanor, tapi jika kau minta saranku, maka aku akan mengatakan bahwa ya, kau harus keluar dari kegiatan sosial, taruh semua fokusmu pada kuliahmu dan istirahat dengan baik."

Kami terdiam untuk beberapa lama, aku membiarkan Eleanor untuk berpikir akan segala hal. Tak lama kemudian, Eleanor duduk dengan tegak dan mengambil ponselnya.

"Aku akan mengatakan pada mereka bahwa aku tidak bisa datang untuk sekarang dan beberapa waktu ke depan," katanya dan aku hanya tersenyum sembari menepuk-nepuk kepalanya.

3. Sad

"Jadi, nenekmu?" ujarku setelah kami berdua duduk di sofa yang ada di ruang tamu flat milik Eleanor.

Eleanor memandangku dengan kedua alisnya yang terangkat. "Ada apa dengan nenekku?"

Aku memutar bola mataku. "Meredith sudah memberitahuku, hari ini adalah hari meninggalnya nenekmu. Jangan berpura-pura, Eleanor, aku melihatmu sedih seharian ini, bahkan kau tak memakan makananmu tadi."

Hari ini kami keluar bersama beberapa teman Eleanor dan beberapa temanku. Semuanya terlihat baik-baik saja sampai aku menyadari bahwa ada yang aneh dengan Eleanor hari ini. Dia lebih banyak diam dan tak memakanan makanannya. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, setidaknya sampai Meredith mengatakan "ini hari kematian neneknya."

Aku tidak tahu terlalu banyak mengenai keluarga Eleanor, dilihat dari rekasinya di hari kematian neneknya, aku bisa mengatakan bahwa keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat.

Eleanor menghela napas. "Yeah, ini hari kematian nenekku. Dia adalah ibu dari ibuku. Kami sangat dekat saat dia masih hidup, ini sudah lima tahun sejak kematiannya dan aku masih merasa sangat sedih."

Eleanor mulai menceritakan semua kenangan yang ia miliki bersama neneknya. Dia menangis di tengah-tengah cerita, membuatku mengalungkan lenganku pada lehernya dan membuat gerakan melingkar pada pundaknya, berharap dapat menenangkan.

"Hari itu ... d-dia hendak membuat teh n-namun d-dia j-justru--"

Eleanor tak melanjutkan ucapannya, tangisannya semakin pecah. Aku menariknya dalam dekapanku dan membuat gerakan melingkar pada punggunggnya.

[-][-][-]

Kurang 5 part lagi dan cerita ini akan selesai. Ada hal yang ingin aku sampaikan di akhir cerita ini. Awalnya aku nggak yakin apa aku harus menyampaikan ini ke kalian, tapi setelah melihat jawaban kalian di pertanyaan yang aku kasih beberapa waktu lalu. Aku pikir kalian berhak tahu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top