#11 You Are (Not) Perfect
#11 You Are (Not) Perfect
Kau (tidak) sempurna. Dan ke(tidak)sempurnaanmu adalah sesiatu yang membuatku semakin jatuh padamu.
-
Terkadang aku memiliki persepsi yang salah tentang Eleanor. Ini tidak membuatku sedih, justru ini membuatku merasa senang karena itu berarti tiap hari aku semakin mengenal Eleanor.
Salah satu contohnya adalah malam itu, ketika aku menemukan fakta bahwa Eleanor tak terlalu percaya diri seperti yang aku pikir sebelumnya.
"Kau tidak makan?" di malam itu aku bertanya dan mengerutkan kening saat melihat ternyata Eleanor sedari tadi hanyalah memainkan daging yang ada di hadapannya. Dia tidak memakannya sama sekali. "Kau baik-baik saja?"
Eleanor tersenyum, namun dalam sekali lihat, aku bisa tahu bahwa dia memaksakan senyum itu. Ini membuatku semakin kebingungan dan juga khawatir.
Ada apa dengan Eleanor?
Apa dia baik-baik saja?
Apa ada sesuatu yang tidak ia katakan padaku?
"Aku baik-baik saja," ujar Eleanor, "aku hanya tidak ingin makan, aku rasa aku sudah kenyang."
"Eleanor, aku bersamamu seharian ini, dan aku tidak melihatmu sedikitpun menyentuh makanan."
Eleanor menundukkan kepalanya, kurasa dia sedang mencoba untuk menghindari kontak mataku. Dengan ini, bisa kupastikan bahwa Eleanor tidaklah baik-baik saja, dan aku membenci diriku sendiri karena tidak mengetahuinya dan bahkan tidak menyadarinya sedari tadi.
"Aku hanya tidak ingin makan."
"Eleanor...."
Di antara alunan musik dan suara orang-orang di sekitar kami, aku masih bisa mendengar suara desahan napas Eleanor, suaranya terdengar seolah dia tengah mengangkat beban yang terlalu banyak.
"Aku melihat angka timbangan tadi, berat badanku naik, Louis!" dia tiba-tiba berteriak, aku bisa melihat beberapa orang melirik ke arah kami, namun Eleanor nampak tak menyadarinya karena ia sibuk mengusap-usap wajahnya sebelum menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya.
Aku masih ingat betapa terkejutnya aku malam itu. Selama mengenal Eleanor beberapa bulan, aku bisa mengatakan bahwa dia adalah tipikal orang dengan kepercayaan diri tinggi. Tapi kurasa aku salah, atau mungkin memang beberapa orang memiliki masa di mana mereka mulai mempertanyakan kecantikan pada diri mereka.
Aku menaruh sendok dan garpu yang sebelumnya kupegang dan menaruh tanganku ke atas tangan Eleanor dan menjauhkannya dari wajahnya hingga akhirnya aku bisa melihat wajahnya, atau lebih tepatnya, wajahnya yang kini penuh air mata.
Aku mendesah sembari menghapus air mata yang menghiasi pipinya dan diam-diam berterimakasih pada siapapun yang menciptakan maskara anti air karena aku yakin, jika tidak ada benda itu, wajah Eleanor akan terlihat sangat buruk dan itu sama sekali tak membantu situasi saat ini.
"Hey, itu bukan masalah besar," kataku, mencoba menenangkannya, aku tidak ingin membuatnya terus berpikir bahwa memiliki berat badan berlebih adalah sesuatu yang buruk. Bagiku, Eleanor tetaplah Eleanor, berapapun angka yang ditunjuk oleh timbangan.
Eleanor mendengus seolah ucapan yang keluar dari mulutku adalah sebuah omong kosong belaka. "Sekarang kau mengatakan hal itu, suatu saat nanti, ketika kau melihat wanita lain, kau akan sadar bahwa aku sangatlah buruk dan kau mulai meninggalkanku."
Terkadang, aku lupa betapa berlebihannya Eleanor dan betapa sukanya dia memikirkan masa depan.
"Aku berjanji aku tidak akan seperti itu."
Eleanor kembali mendengus. "Itu yang mereka katakan dan beberapa minggu kemudian, mereka pergi."
Aku mendesah dan mengusap pelan pipi Eleanor. Pipinya terasa sangat mulus membuatku teringat akan ceritanya mengenai semua produk skin care yang ia kenakan setiap hari. Kurasa itulah yang membuat pipinya sangat mulus.
Aku melihat wajahnya secara saksama. Seandainya saja dia menyadari betapa cantiknya dia atau betapa dia adalah satu-satunya wanita paling cantik di mataku saat ini.
"Eleanor, aku serius, aku tidak peduli berapa berat badanmu, berapa tinggimu, berapa banyak jerawat yang muncul di wajahmu. Aku sama sekali tidak peduli dengan bagaimana kau terlihat, Eleanor. Yang aku pedulikan adalah bagaimana cara kau melihat dirimu sendiri. Jika kau mencintai dirimu, aku akan merasa senang."
Eleanor terdiam sesaat. Ia terlihat sedang memikirkan semua ucapanku. Aku memperhatikannya dalam diam sampai akhirnya dia menawarkanku senyumannya.
[-][-][-]
Ada yang salah sama jaringanku. Gk ngerti kenapa, tapi dari tadi susah buat online. Kayaknya untuk reasons 12, 13, sama epilogue akan aku post besok (btw, aku seriusan nggak sabar buat kalian baca epilogue heheheh)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top