#10 You Were and Are My Bestfriend

#10 You Were and Are My Bestfriend

Kau dulu adalah sahabatku, dan sekarang, meskipun dengan hubungan yang kita miliki, kau tetaplah sahabatku.

-

"Ini terdengar gila, bukan?" aku bertanya sembari memainkan rambut Eleanor yang kini kepalanya ia taruh di atas pundak kananku.

Eleanor mengangguk. Sebuah senyuman lucu bermain-main di atas wajahnya yang memerah seperti tomat.

Tangan Eleanor terangkat sebelum ia menaruhnya ke atas tanganku dan menggenggamnya dengan sangat erat hingga aku merasa sedikit kesakitan, namun aku hanya tertawa, membiarkannya untuk melakukan apapun yang dia mau.

Kami terdiam sejenak. Aku bisa melihat mata Eleanor yang tertuju ke arah telivisi yang menayangkan film berjudul ... entahlah, aku tidak mengingatnya, namun dari cara Eleanor memandangnya, aku bisa melihat dengan jelas bahwa Eleanor tak benar-benar melihatnya. Pikirannya sedang berada di hal yang lain.

Saat ini adalah malam sabtu, Eleanor dan aku memutuskan untuk hanya berada di flat miliknya dan menonton film sembari bergulung di atas kasurnya. Sudah sekitar seminggu kami tidak bertatap muka setelah dia resmi menjadi ... well, menjadi kekasihku.

Kekasih.

Kata itu masih terasa sangat aneh di lidahku. Tapi aku bisa mengatakan dengan rasa percaya diri bahwa rasa aneh yang aku rasakan saat ini tidak memiliki arti yang negatif.

"Hey, Louis!" Eleanor memanggilku.

Aku hanya berdehem sembari kembali memainkan rambutnya. Aku suka memainkan rambutnya.

"Hm?"

Aku memperhatikan wajah Eleanor. Sebuah senyuman yang sejak tadi tertempel manis di wajahnya kini telah tiada seolah seseorang telah menghapusnya secara paksa. Hal ini berhasil membuat keningku berkerut, berpikir; apa ada yang salah? Apa aku melakukan hal yang salah?

"Bagaimana jika ... jika suatu saat nanti kita tidak bisa lagi seperti ini, apa kita akan kembali menjadi orang asing lagi?" Eleanor bertanya, aku bisa mendengar rasa takut dari nada suaranya.

Kerutan horizontal di keningku semakin mendalam. "Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Apapun bisa terjadi. Kita tidak akan pernah tahu apakah suatu saat nanti kita masih seperti ini atau tidak."

Aku mendesah. Tanganku seketika berhenti memainkan rambutnya dan bergerak untuk mencubit pipinya pelan. Aku berharap hal itu bisa membuatnya sedikit marah dan kami akan tertawa bersama, namun hal itu tidak terjadi, Eleanor terlihat hanyut dalam pemikirannya, ia memiliki kerutan di keningnya yang mirip dengan milikku.

"Hey, jangan terlalu memikirkan hal semacam itu?"

"Kenapa? Bukankah kita hidup untuk masa depan? Menurutku kita sudah seharusnya berpikir untuk masa depan, dan bahkan, ada beberapa orang yang bekerja untuk memprediksi apa yang akan popular di masa depan, bukankah itu artinya mereka juga berpikir untuk masa depan?"

Aku mendesah sekali lagi. Eleanor memang terkadang suka sekali memikirkan banyak hal. Menurutku dia berpikir terlalu banyak, dan jelas, ini bukanlah hal yang baik.

"Kau terlalu banyak berpikir model fashion seperti apa yang akan popular di tahun depan, Eleanor, dan itu tidak baik, itu membuatmu memikirkan masa depan terlalu banyak," kataku, aku bisa merasakan bahwa keningku tak lagi berkerut, hanya saja ada sesuatu aneh yang sekarang menghantam perutku. Menemukan fakta bahwa Eleanor meragukan kami bukanlah hal yang menyenangkan.

Eleanor meragukan kami dan bahkan ini masih awal.

"Itu normal."

Aku menggeleng. "Kita hidup untuk sekarang, Eleanor, bukan untuk masa depan. Memikirkan masa depan memang baik, tapi terlalu memikirkannya juga bukanlah hal baik."

Kerutan di kening Eleanor semakin mendalam. "Menurutmu aku terlalu memikirkannya?"

"Yeah."

Eleanor mendesah. Ia tidak mengucapkan apa-apa tapi dari bagaimana kerutan di keningnya tak kunjung menghilang dan bagaimana wajahnya datar, aku bisa melihat bahwa masalah ini masih sangat mengganggunya.

"Aku hanya tidak ingin untuk berpisah denganmu. Kau sangat baik, Louis, kau sahabat yang baik, rasanya sangat tidak menyenangkan jika kita harus berpisah hanya karena hubungan kita yang lebih dari sahabat ini tidak berjalan dengan baik."

Aku mengecup puncak kepala Eleanor, dalam hati menyumpah serapahi keraguannya terhadap kami dan bagaimana dia terlalu banyak berpikir mengenai segalanya. Tapi aku tetap menawarkannya sebuah senyuman tipis saat ia melirik ke arahku.

"Kau tidak perlu khawatir Eleanor, dengan status hubungan kita bukan berarti kita tidak lagi sepasang sahabat, dan aku berjanji jika segala hal tidak berjalan semestinya, aku tetap akan menjadi sahabatmu," kataku, meskipun rasanya begitu menyakitkan untuk membayangkan bahwa segala hal ini tidak berjalan dengan baik. Aku begitu bahagia dengan Eleanor, aku bahagia menjadi sahabatnya, namun aku merasa jauh lebih baik ketika dia menjadi sahabatku sekaligus kekasihku.

Eleanor tersenyum. Kerutan di keningnya perlahan memudar. Dia menjauhkan kepalanya dari pundakku dan memberikan sebuah kecupan pada bibirku yang mana berhasil membuatku tersenyum lebar sebelum menarik wajahnya dan kembali mempertemukan bibir kami dalam sebuah ciuman yang membuat kami berdua lupa atas apa yang baru saja kami bicarakan.

[-][-][-]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top