#1 You're the Most Beautiful Girl in This World
#1 You're the Most Beautiful Girl in This World
Mungkin ini terdengat klise, tapi percayalah, sejak pertama kali aku bertemu denganmu, sejak saat itulah aku tidak pernah menemukan seorang gadis yang cantik, kecuali dirimu.
-
"Louis Tomlinson! Ini pesta! Kau seharusnya bahagia," kata Liam sambil menggerakkan tubuhnya dengan heboh, cukup berhasil membuat seluruh tubuhku merasa ngeri.
"Pesta ini hanya membuatku bertambah pusing," kataku sembari menatap ke seluruh penjuru rumah flat tempat Harry dan beberapa orang lainnya tinggal yang saat ini sedang dijadikan sebagai tempat pesta. Banyak sekali yang malam ini memutuskan untuk datang membuat rumah flat yang biasanya luas mendadak menjadi terasa begitu sempit, aku bahkan merasa ingin muntah jika terus berada di sini, belum lagi keberadaan alunan musik yang diputar dengan volume penuh, dan bir yang kini ada di tanganku, semuanya terasa menjadi semakin buruk.
"Louis dan suasana hatinya yang buruk," aku bisa mendengar Liam berbicara pelan, "ada apa denganmu?"
Aku mengangkat bahu.
"Zoey?" Liam bertanya membuatku--tanpa bisa dicegah--kembali memikirkan Zoey, gadis dengan rambut merah muda yang berhasil membuatku merasa seperti seorang pemuda paling bodoh di dunia. Aku tidak percaya bahwa selama ini aku dibohongi olehnya, seorang penggali emas yang pergi dari satu pria ke pria yang lainnya.
"Man, kau merusak gelasnya!" Liam berteriak dan saat itu juga aku tersadar bahwa kini aku tengah mencengkram kuat gelas merah di tanganku. Lihat, hanya memikirkan Zoey saja sudah berhasil membuat tingkat kemarahanku melonjak naik. Aku tidak boleh memikirkannya lagi!
"Liam, siapa yang peduli pada gelas bodoh ini?!" aku berteriak dan melemparkan gelas tersebut ke sembarang arah, aku bahkan tak peduli ke mana benda itu kini mendarat.
Liam yang berdiri di hadapanku mendesah. "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu marah," katanya sembari menepuk pundakku pelan dan memdangku dengan tatapan itu, sebuah tatapan yang menjelaskan betapa kasihannya dirinya kepadaku, ini membuatku menjadi semakin marah. Kenapa aku bisa sebodoh itu?!
"Jangan menyebut namanya lagi, dan jangan pernah membahasnya lagi!" kataku.
Liam mengangguk-angguk paham. "Sekali lagi, aku minta maaf, jika kau membutuhkanku, aku mungkin sedang ada di dapur, yang lain sedang ada di sana juga, kau mau ikut?"
"Tidak, aku akan keluar sebentar," kataku sembari menunjuk ke arah serambi rumah dengan jempolku.
Liam mengangguk, dia kembali menepuk pundakku sebelum akhirnya berjalan melewati banyak orang untuk menuju ke arah dapur. Kembali mendesah, akupun berjalan keluar hingga berdiri di serambi rumah. Mataku menatap ke segala arah tanpa fokus pada satu halpun, aku tak dapat menahan diri dan akhirnya memikirkan Zoey.
Dia sudah membohongiku. Dia sudah membuatku berpikir bahwa dia adalah seorang gadis terbaik. Dan yang paling membuatku marah adalah kenyataan bahwa dia membuatku mencintainya. Bahkan setelah apa yang dia lakukan padaku, aku masih mencintainya.
Menyedihkan?
Yeah yeah, tidak perlu memberitahuku, aku sudah sangat tahu.
Pikiranku mengenai Zoey pecah begitu saja ketika sebuah mobil berhenti di depan rumah Harry. Beberapa gadis keluar dari sana sembari tertawa keras. Tak lama kemudian, mobil yang membawa mereka kembali melaju pergi dan para gadis itu kemudian membuat langkah untuk masuk ke dalam perkarangan rumah flat Harry.
Aku memperhatikan satu per satu wajah mereka dan mendapati bahwa salah satunya adalah teman sekelasku dan Harry, namun bukan dia yang berhasil menangkap ketertarikanku, melainkan gadis di sampingnya.
Dia adalah seorang gadis dengan rambut brunette bergelombang panjang yang meloncat-loncat kecil seirama dengan tapakan kakinya. Aku tidak bisa melihat warna matanya dari tempatku berdiri, namun aku bisa jamin bahwa matanya terlihat tajam--bukan jenis tajam menakutkan, melainkan tajam yang membuatmu merasa semakin tertarik--, wajahnya tirus dan terpahat sempurna hingga membuatnya terasa sangatlah sureal, ia memiliki tubuh tinggi dan badan yang kecil.
Gadis itu tak memakai pakaian yang mencolok seperti ketika Cinderella datang ke pesta dansa milik pangeran. Yang ia pakai hanyalah sebuah ripped jeans biru, kaos putih, dan sepatu berwarna cokelat, namun meski demikian, dia berhasil memikat perhatikanku secara utuh, dan membuatku menahan napas, persis seperti bagaimana orang-orang bereaksi begitu Cinderella memasuki istana.
Gadis itu dan teman-temannya melewatiku. Dia tertawa akibat ucapan temannya yang memiliki surai ungu terang. Dan meski ini terdengar klise, aku harus mengakui bahwa suara tawanya berhasil membuat darah dalam tubuhku berdesir hebat.
Dan di detik aku melihat gadis itu, di detik itu juga aku melupakan siapa itu Zoey dan apa yang pernah ia lakukan pada hatiku.
-
"Hai Meredith!" aku berteriak kencang ketika tubuhku sudah seratus persen keluar dari kelas.
Meredith menoleh, ia berhenti berjalan dan mengangkat satu alisnya. Tanpa ba-bi-bu, aku segera berjalan cepat ke arahnya hingga kini kami berdiri berhadap-hadapan.
Aku dan Meredith tidaklah pernah berinteraksi sebelumnya, kenyataan bahwa kami tak pernah sekelompok dan memiliki lingkup sosial yang jauh berbeda semakin membuat kami tak pernah berinteraksi sedikitpun. Sejauh yang aku ingat, ini adalah pertama kalinya kami berbicara, jadi aku tak bisa menyalahkan raut wajah bingung yang Meredith tampakan saat aku memanggilnya.
"Umm ... hey!" sapaku.
"Hai. Kau Louis, benar?"
"Yeah, itu aku," kataku sambil tertawa kecil. Sejujurnya aku tak tahu siapa nama Meredith, aku harus bertanya terlebih dahulu pada Harry, aku bersumpah, pemuda kriting itu tahu nama semua gadis di kampus ini.
Meredih menarik beberapa helai rambut hitamnya ke belakang telinga kirinya. "Ada yang bisa kubantu?"
"Umm ... aku hanya ingin bertanya siapa nama temanmu yang memakai ripped jeans di pesta Jum'at lalu?" aku bertanya setelah dalam hati berdebat apa menanyakan nama gadis itu pada Meredith adalah keputusan yang tepat atau tidak.
Meredith terkekeh. "Aku benci mengatakan ini tapi kami semua memakai ripped jeans Jum'at lalu."
Mataku membulat. Benarkah mereka semua memakai ripped jeans? Kenapa aku merasa hanya gadis itu yang memakainya?
Aku berdehem sebelum berkata, "ripped jeans biru, kaos putih, rambut brunette."
Meredith nampak berpikir sejenak. "Eleanor Calder maksudmu?"
"Yeah ... mungkin, aku tidak tahu namanya. Omong-omong kenapa aku tidak pernah melihat dia di sekitar sini?"
"Karena dia tidak kuliah di sini."
Keningku berkerut, setahuku yang datang ke pesta itu hanyalah anak yang kuliah di tempat ini, kalaupun tidak, biasanya mereka adalah kekasih seseorang, rasanya sedikit aneh mengetahui bahwa Meredith mengajak temannya yang bahkan tak kuliah di tempat ini.
"Bagaimana bisa dia datang ke tempat itu?"
Meredith tersenyum malu, aku bahkan bisa melihat wajahnya memanas dan memerah. Mengetahui semua itu membuat kerutanku semakin dalam.
"Umm ... aku sering bercerita mengenai Harry ke dia dan dia penasaran dengan wajah Harry jadi aku--"
Mataku membulat mendengar semua itu. Aku ingin mengatakan sesuatu saat Meredith berkata, "jangan berkata apapun pada Harry! Kumohon!"
Aku memandang wajah Meredith. Dia mengeluarkan puppy eyes yang sejujurnya sangatlah tidak mempengaruhiku, kedua telapak tangannya menyatu di depan dada dan bibir bawahnya tertarik maju. Semakin lama aku melihat wajah Meredith, satu ide muncul di otakku.
"Baiklah, tapi kau harus mengenalkanku padanya."
"Huh?"
"Eleanor Calder."
Meredith nampak ragu, namun pada akhirnya ia mengangguk setuju. "Baiklah."
"Deal?"
Meredith menerima tanganku yang terulur ke arahnya sambil tersenyum canggung. "Deal."
[-][-][-]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top