Prolog
Dongjak, Seoul, Korea Selatan 2017
Suara letupan kembang api memenuhi seluruh distrik yang berada di seoul, mulai dari dongdaemun, Dongjak-gu, Eunpyeong-gu, Gangbuk-gu, Gangdong-gu, dan kota-kota lainnya. Langit yang pada malam-malam lainnya terlihat gelap, nampak berbeda dengan malam ini yang dipenuhi warna-warna oleh pancaran kembang api. Begitu indah, begitu memukau. Seluruh penduduk keluar menyaksisan kembang api diberbagai tempat, mereka nampak enggan melewatkan perayaan tahun baru ini. Walapun salju sudah mulai berjaTuhan, membuat udara menjadi dingin.
Di pinggiran Sungai Han, di daerah apgujeong, Seung Ji duduk di atas bebatuan yang ditumbuhi rerumputan di celah-celahnya. Matanya menatap lurus ke depan. Tatapannya itu ... terlihat hampa. Sehampa hatinya di malam tahun baru ini. Tanpa mantel tebal, tanpa syal, hanya beberapa botol soju yang menjadi penghangat dan temannya menikmati malam tahun baru. Seung Ji bukanya tidak memiliki keluarga. Bahkan keluarganya sangat banyak dan bisa di katakan keluarga besar. Setiap perayaan tahun baru, keluarganya akan berkumpul di rumah neneknya yang berada di segok. Mereka membakar daging, jagung, sosis, membuat bulgogi dan menyalakan kembang api di halaman rumah neneknya yang besar. Tapi untuk pengecualian, tahun ini Seung Ji hanya ingin sendiri.
Ketika Seung Ji menghembuskan napas, udara berwarna putih lah yang terlihat. Ketika letupan kembang api kembali terdengar, tandaslah botol kedua soju yang ia tenggak. Seharunya malam tahun baru ini Seung Ji melamar kekasihnya di bawah langit malam yang sedang menampilkan tiruan dari aurora. Berjongkok dengan sekotak cincin yang sudah ia siapkan sejak September 2016 ketika ia mengunjungi kota Prancis. Dan merasakan persaan gugup menanti jawaban dari sang kekasih.
Akan tetapi semua itu hanyalah tinggal khayalan. Kekasihnya-wanita yang ia cintai, justru memutuskan hubungan mereka di malam natal. Malam yang seharusnya menjadi malam indah, berakhir menjadi malam tragis. Dan yang paling menyedihkan, Seung Ji mendapati yang mantan kekasih berdiri di hadapan altar berdampingan dengan lelaki lain-bukan dirinya. Betapa malangnya Seung Ji, ternyata kekasihnya telah berselingkuh selama ini. Betapa sia-sianya tiga tahun mereka selama ini.
"Mengapa kau duduk sendirian di sini, anak muda? Tanpa mantel dan sarung tangan. Bukankah ini dingin?" Seung Ji menolehkan kepalanya ke samping, tempat di mana seorang nenek duduk. Nenek itu menggunakan celana panjang dan mantel berwarna cinnamon dengan bulu-bulu putih di tudungnya.
"Aku hanya sedang ingin sendirian, Nek," jawab Seung Ji. "Jangan minum itu, Nek!" seru Seung Ji saat melihat nenek itu mengambil botol soju yang isinya belum ia sentuh. "Itu tidak baik untuk, Anda, Nek!"
Nenek itu melemparkan senyuman. Matanya yang sudah keriput semakin keriput. "Baiklah," katanya. "Tapi berjanjilah, kau juga tidak akan meminumnya, Seung Ji," pintanya.
Seung Ji menghela napasnya, mengapa di saat ia ingin sendiri, ada saja yang datang mengganggunya. Bila saja yang datang ini adalah remaja atau sebaya, maka ia tak akan segan untuk mengusirnya. Tapi nenek ini justru mengingatkannya pada nyonya Wang-neneknya. "Baiklah, terserah Anda, Nek," putus Seung Ji sebelum ia kembali melemparkan matanya ke arah depan.
"Apa yang kau pikirkan, Seung Ji?" nenek itu kembali buka suara.
"Tidak ada," jawab Seung Ji.
"Aigo! Ada apa dengan anak muda zaman sekarang. Apa berbohong adalah yang mereka pelajari di sekolah atau ketika les?"
Perkataan nenek itu membuat Seung Ji kembali menolehkan kepalanya. Apa maksud wanita tua ini? Batinnya.
Tatapannya bertemu dengan nenek itu, "Kau tahu, Seung Ji? Hidup ini hanya sekali, jangan kau habiskan untuk memikirkan mereka yang tidak pernah menganggap dirimu ada, jangan kau habiskan untuk menangisi mereka yang pergi meninggalkanmu dengan orang lain. Justru kau harus bersyukur ketika dia meninggalkanmu, Karena Tuhan telah menjauhkan bahwa dia tidak baik untukmu. Lupakanlah, tunjukkan padanya bahwa kau baik-baik saja meski ia meninggalkanmu, lalu temukan wanita lain yang tulus menyayangimu dan hiduplah bebahagia. Jangan membuat dirimu terkurung dalam maa lalu yang seharusnya kau tinggalkan."
Seung Ji di buat termenung oleh ucapan nenek itu.
"Dan tidak seharusnya kau menikmati tahun baru seperti seorang laki-laki yang frustasi ditinggal istrinya-seperti ini. Kau memiliki keluarga yang lengkap dan bukankah saat ini mereka sedang berkumpul bukan? Memakan daging yang di bakar lalu diberi saus barbeque, dan ada botol soju yang akan di tuangkan oleh sepupuhmu-"
"Bagaimana Anda bisa mengetahuinya, Nek?" potong Seung Ji?
Nenek itu malah terseyum, "kau seharusnya bersyukur masih bisa menikmati tahun baru bersama keluarga besarmu, Seung Ji. Tidak setiap tahun kalian bisa sam-sama. Sebab kita tak akan pernah tahu masalah apa yang akan terjadi di masa depan. Jadi, selagi Tuhan masih memberikan mu keseampatan, jagan sia-siakan. Hargai setiap momen yang kau lalui terutama ketika bersama keluargamu. Kau harus sangat memanfaatkan waktumu sebelum semuanya terlambar dan menjadi seperti aku-wanita tua yang kesepian sebab tak pernah menghargai waktu di masa lalu," lanjut nenek itu.
Walau merasa bingung dengan apa yang nenek itu sampaikan, Seung Ji tetap tidak bisa mengelak atas kebenaran dalam kata-kata wanita tua itu. Hingga membuatnya bertanya-tanya, mengapa ia sangat bodoh dengan menyendiri di pinggir Sungai Han seperti ini? Mengapa ia mengabaikan sepupuh-sepupuhnya yang kadang bertingkah koyol itu? Mengapa ia mengasingkan diri dari keluarganya?
" Walaupun aku masih bingung bagaimana Anda bisa mengetahui nama dan apa yang telah terjadi pada saya ... tapi Anda benar, Nek. Terima kasih atas sarannya."
Nenek itu menepuk punggung Seung Ji ringan, "tidak perlu terlalu memikirkan hal yang sepele seperti itu, sebab ada hal yang lebih besar untuk kau pikirkan. Ah! Udara semakin dingin di sini, sebaiknya aku kembali ke rumah." Nenek itu mengusap kedua lengannya lalu bangkit.
"Anda mau ke mana, Nek? Bagaimana kalau Anda ikut dengan ku?"
"Kau selalu baik hati, nak! Hiduplah bahagia dan jangan sampai salah mengambil jalan. Aku pergi dulu," nenek itu menolah ajakan Seung Ji dan memilih berjalan di atas rerumputan.
Seung Ji segera membereskan botol minumannya dan memasukkannya ke dalam keranjang sampah. Berjalan tergesa meski rasa pusing sedikit menghantam kelapanya. Tentu saja ia pusing, mengingat dua botol soju yang telah habis oleh dirinya sendiri. Dari jembatan Dongjak, ia mengendarai mobilnya membelah kemacetan jalan menuju rumah neneknya yang berada di Segok--Gangnam, yang berjarak 9 kilometer dari Dongjak. Semoga saja ia bisa tiba dengan selamat.
***
Juni 2017
Sinhyeondae Apartments, Apgujeong
Matahari sudah nampak mulai meninggi. Seung Ji yang baru saja selesai mandi setelah sebelumnya berlari kecil di sekitaran apartemen yang baru enam bulan ia tempati. Dengan handuk yang masih ia gunakan untuk mengeringkan rambut, Seung Ji membuka pintu apartemennya setelah sebelunya terdengar suara bel yang dibunyikan terus-menerus. Matanya menyipit melihat seorang gadis asing yang berdiri di depan pintu unit apartemenya dengan membawa ... matanya makin menyipit melihat apa yang di bawa gadis itu.
"Selamat pagi, Tuan. Maafkan bila saya datang pagi sekali. Saya baru pindah ke unit sebelah kemaren." Gadis itu memberikan senyumannya yang selalu nampak manis.
Seung Ji tertegun sejenak melihat senyum dari gadis itu. Senyum yang entah mengapa membuat sesuatu tumbuh di dalam dirinya.
Melihat Seung Ji yang masih terdiam, gadis itu kembali bersuara. "Mm ... Tuan, apakah saya boleh masuk. Saya membawakan Anda sarapan, sebagai salam perkenalan."
Mata Seung Ji mengerjab beberapa kali. "Ah, maaf. Mari silahkan masuk nona." Seung Ji menggeser tubuhnya dan memberikan jalan bagi tetangga barunya itu. Menggiringnya agar duduk di sofa.
"Saya lupa memperkenalkan diri tadi Tuan, perkenalkan nama saya So Jin-Cho So Jin."
Seung Ji menyambut uluran tangan So Jin. "Aku Wang Seung Ji. Dan itu, tolong jangan memanggilku Tuan," pinta Seung Ji yang memang tak pernah suka bila di panggil tuan.
Kepala So Jin meneleng ke kiri, "lalu aku harus memanggil Anda apa?" tanya So Jin kebingungan.
"Berapa umurmu?" tanya Seung Ji.
"Eng... dua puluh empat tahun."
"Baiklah, kau bisa memanggil ku oppa, karena aku lebih tua darimu, So Jin."
So Jin mengangguk. " Ini ... untuk SeungJi oppa." So Jin memberikan kotakmakanan yang berisi Japchae dan YangnyeomTongdak.
"Terima kasih, So Jin. Kebetulan sekali aku belum sarapan. Apa kau mau sarapan bersama sebagai tetangga baru?" tanya Seung Ji yang di jawab dengan gelengan oleh So Jin.
"Maafkan aku, Seung Ji oppa. Tapi tadi aku sudah sarapan."
Seung Ji mengangguk mengerti. Mereka mengobrol untuk beberapa saat sampai So Jin pemit karena harus pergi bekerja.
"Sekali lagi maaf telah mengganggu pagimu, Seung Ji oppa. Dan semoga kau suka dengan masakanku."
"Tidak apa-apa, So Jin. Dan terima kasih sarapannya. Kotak makanamu akan aku kembalikan nanti."
"Baiklah, Seung Ji oppa, aku pergi dulu. Sampai jumpa." Di ambang pintu unit Seung Ji, So Jin membungkukkan sedikit tubuhnya.
Seung Ji masih belum menutup pintu. Ia memperhatikan So Jin yang berjalan menuju lift. Gadis itu rupanya langsung pergi bekerja usai memberikannya makanan. Patutlah pakaian gadis itu nampak rapi. Tanpa sadar Seung Ji menarik sedikit kedua sudut bibirnya, menciptakan sebuah senyum yang manis dengan lesung di pipi kirinya. "Pagi yang indah,"serunya sebelum menutup pintu.
Di dalam lift, So Jin tiba-tiba tersenyum. Ia tidak menyesal memilih tinggal di apartemen ini. Yah, bagaimana mau menyesal, lihat saja tetangganya yang tampan seperti aktor itu. "Pagi yang indah," gumamnya sebelum keluar dari lift dan berljalan kaki di atas trotoar menuju halte bus.
***
TBC ...
Selasa, 1 Oktober 2019
Soju : minuman distilasi asal korea yang berbahan baku beras. Minumna ini bening, tidak berwarna dengan kadar alkohol yang berbeda-beda.
Oppa : sebutan untuk perempuan kepada laki-laki yang lebih tua darinya.
Japchae : hidangan mie sehat yang terbuat dari ubi jalar yang di sebut dangmyeon yang di tumis dengan sayuran selerti wortel, bayam, jamur, dna bawang bombai. Semua itu di masak dengan minyak wijen. Orang korea juga biasa menambahkan daging sapi yang sudah di iris.
Yangnyeom tongdak : kalau di indonesia biasa di sebut dengan ayam bakar madu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top