Il (satu)
***
Apgujeong-dong, Gangnam 2019
Suara gemecik air yang jatuh ke atas keramik dingin dan basah sudah tidak terdengar lagi kala So Jin mematikan keran shower. Mengambil handuk untuk menutupi tubuh telanjangnya, ia menutup pintu kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya yang basah.
Alisnya menukik tatkala melihat bermacam-macam model gaun yang menggantung dalam lemari. Kebingungan hendak mengenakan gaun yang mana untuk keluar malam ini. "Aku harus mengenakan yang mana? Ada begitu banyak gaun, tetapi mengapa aku merasa seperti tidak memilikinya satupun. Astaga! Seharusnya aku mengambil satu gaun di toko tadi," Keluhnya.
Merasa sangat di pusingkan dengan gaun, So Jin meninggalkan lemari menuju meja rias. Memoleskan wajahnya sedikit berbeda dengan yang biasa ia sapukan sehari-hari.
Sentuhan terakhir di bibir memunculkan ide So Jin untuk mengenakan gaun yang mana.
Sebuah gaun hitam bermodel spaghetti strap yang memiliki potongan punggung terbuka--mempertontonkan punggungnya yang putih dan mulus. Pita besar di bagian belakang yang tepat berada di pinggang menambah keindahan gaun itu.
"Oppa! Kau sudah datang?" Tanya So Jin ketika ia membuka pintu rumah dan melihat Seung Ji berdiri di sana.
Seung Ji buat terpanah. "Ah iya! Kau sudah selesai?" Tanyanya mengalihkan diri dari keterpanaan.
"Sudah, apa kita akan pergi sekarang?" Tanya So Jin.
"Iya."
"Oppa tunggu sebentar, aku akan mengambil tas dan sepatu." Segera saja So Jin berlari ke dalam unitnya, mengambil platform pumb hitam keluaran dior dan tak lupa handbag hitam sebagai pelengkap penampilannya.
"Apa kau menyadari satu hal, So Jin?" Tanya Seung Ji di tengah kemacetan jalan di kota Seoul, beberapa kilo meter dari namsanggongwon-gil.
So Jin menatap Seung Ji bingung. "Menyadari apa, Oppa?"
"Kita nampak serasi malam ini."
So Jin mengerjab beberapa kali. Benarkah? Ia mulai menilai dirinya sendiri lalu berbalik menilai Seung Ji yang sudah kembali fokus ke depan. Satu pemahaman ia dapati, pakaian mereka nampak serasi, Seung Ji dengan suit hitam yang lelaki itu padukan dengan kemeja putih dan So Jin dengan dress hitamnya.
"Turunlah!" Seung Ji membukakan pintu untuk So Jin di tempat tujuan mereka.
"Namsan Tower?" Tanya So Jin menatap sebuah menara pemancar yang menjulang dengan tinggi di hadapannya.
Seung menggandeng So Jin. "Tentu. Bukankah kau ingin pergi ke Namsan dengan kekasihmu di malam hari? Aku ingat sekali keinginanmu itu, So Jin. Jadi aku mewujudkannya."
Bola mata So Jin membola. "Setelah lebih dari satu tahun pacaran, kau baru membawaku hari ini, Wang Seung Ji?"
"Bukankah itu lebih baik daripada aku tidak pernah membawamu kemari?"
So Jin mendadak kesal. "Aku akan memutuskanmu, Wang Seung Ji!"
"Benarkah? Kenapa aku tidak yakin. Bukankah kau sangat mencintaiku?"
Bola mata So Jin membola. Yang benar saja! Kenapa Seung Ji mengatakan hal yang sangat benar seperti itu. "Terserahlah. Ngomong-ngomong, kita akan ke mana, Oppa? Apa kita akan menuliskan nama kita lalu menguncinya di Padlock love tree, atau kita akan ke Bridge of Love?"
"Entahlah, apakah kita akan ke sana atau tidak," jawab Seung Ji misterius.
"Lalu kita akan ke mana?"
"Ikuti saja aku. Nah kita sudah sampai," seru Seung Ji ketika mereka melewati pintu yang menyambungkan mereka dengan lantai pertama di Namsan Tower.
"Woah!" Seru So Jin melihat terowongan yang di penuhi oleh layar LED. Ia pernah membaca di majalah, bahwa terowongan ini di namakan dengan 'OLED Tunel', hasil karya dari LG--salah satu produsen pembuat benda-benda elektronik di negera mereka, Korea Selatan. Layar LED itu menampilkan video-video animas yang memukau. So Jin merasa seperti berada di dunia fantasy. Bagaimana bangunan-bangunan itu nampak seperti nyata. Dan di bagian langit terowongan matanya di suguhkan pemandangan langit malam berbintang yang di perindah oleh kelopak-kelopak mawar yang seolah sedang tengah berguguran. Kualitas gambarnya begitu bagus.
"Apa kau menyukainya, So Jin?"
"Iyah. Aku tahu ini memalukan, tapi ini adalah kali pertama aku ke sini." So Jin berbalik dan melemparkan senyuman untuk Seung Ji. Suara ketukan sepatunya menggema tatkala ia mendekati Seung Ji. "Terima kasih, Oppa," ucapnya dalam pelukan Seung Ji. "Tapi mengapa hanya kita berdua yang ada di sini?" Ia melepaskan pelukannya dan menatap sekeliling ruangan. Benar, di sana hanya ada mereka berdua. Sebenarnya sudah sejak peryama kali mereka tiba di sini So Jin merasa aneh. Apa lantai ini sedang di tutup? Bila demikian, bukankah sangat lancang masuk ke sini?
"Oppa! Sepertinya kita salah masuk. Ruangan ini mungkin saja sudah di reserfasi oleh seseorang dan kita malah dengan lancang berada di sini. Ki--" ucapan So Jin terputus ketika ia tidak mendapati Seung Ji di belakangnya membuat ia di landa kepanikan.
"Oppa!"
"Wang Seung Ji! Kau di mana? Jangan bermain-main. Kita harus segera keluar dari sini." So jin terus melafazkan nama sang kekasih dengan mata yang ikut bekerja--memindai di mana keberadaannya.
"Wang Seung--Akh ... " So Jin langsung berteriak begitu LED yang ada mati dan membuat ruangan menjadi gelap. "Oppa! Kau di mana? Jangan barmain-main. Aku takut ... " So Jin tidak sadar bahwa ia telah menangis. Sebenarnya ia tidak takut dengan gelap. Tapi bila keadaannya seperti ini ; sendiri di dalam ruangan gelap yang tidak ia kenali, jelas saja ia akan manangis. Bila perlu ia akan meraung. Dan tidak mungkin, kan, lampu di menara yang terkenal di dunia ini kehabisan daya listrik.
"Lelaki brengsek! Kenapa dia malah meninggalkanku! Masa bodoh dengan cinta! Masih begini saja dia sudah meninggalkanku, bagaimana nanti," racau So Jin sambil mengusap air matanya dengan kasar. Sial! Pasti maskaranya sudah luntur. Salahnya yang tidak mengenakan mascara yang tahan air.
Cahaya kecil di ujung sana membat So Jin menyipit. Bukan di bawakan oleh seseorang. Melainkan dari salah satu layar. Cahaya itu seperti cahaya pada lilin. Cahaya itu kian membesar hingga terasa sangat menyilaukan. So Jin menutup matanya rapat kala sinar itu hendak meledak. Bila bukan karena alunan dari tekanan-tekanan pada tuts piano yang lembut dan merdu, So Jin tak akan membuka mata.
Ketepanaan So Jin tak dapat ia tutupi. LED yang hitam tadi, kini tengah menampilkan visualisasi dari salju yang sengan berjatuhan di antara pohon sakura yang berderat. Membuat So Jin seperti merasa berada di Jepang. Terasa sangat nyata.
Alunan piano yang awalnya lembut dan samar-samar, mulai terdengar jelas oleh So Jin. Ketika ia melihat ke sisi kiri, ia melihat lelaki yang baru saja ia beri umpatan tengah duduk di balik piano. Pemandangan itu terlihat indah di mata So Jin, melihat lelaki itu dari samping di bawah guyuran salju.
Mata So Jin memanas ketika Seung Ji mulai menyanyukan bait demi bait dari alunan itu. Ia tahu bahwa kekasihnya itu memiliki suara yang merdu dan bahkan pernah di tawari oleh salah satu rumah produksi yang ada di Seoul untuk menjadi seorang penyanyi. Tapi lelaki itu menolak. Dia memang mencintai musik, tapi Seung Ji lebih memilih untuk menjadi seorang pengusaha--menggantikan ayahnya. Bukan karena keterpaksaan. Tapi karena kecintaannya pada deretan botol parfum hasil buatanya mampu mengalahkan cintanya pada musik. Seung Ji menyukai berada di dalam lab untuk meracik berbagai macam zat kimia dan bahan-bahan alami agar menghasilkan aroma yang memabukkan.
Seperti Seung Ji yang mencintai aroma parfume yang memabukkan, So Jin juga menyukai apa yang Seung Ji lakukan saat ini. Sesuatu yang berhasil membuatnya seperti orang mabuk, begitu susah membedakan antara yang nyata dengan sebuah delusi.
It’s a beautiful life
aku akan selalu melindungimu
It's a beautiful life
bersandarlah padaku
beautiful love
air mataku, senyumanmu
maka kita bisa bersama-sama
It's a beautiful life
aku tak bisa mengalahkan kesedihan
hidup dan hari yang sangat sengsara
jadi jangan tinggalkan aku
maka aku tak hanya akan tinggal dalam ingatanmu
It's a beautiful life...
Jelaskan bagaimana So Jin tidak semakin jatuh cinta pada pesona Seung Ji yang selalu memperlakukannya dengan manis? Kejutan hari ini menjadi yang terbaik bagi So Jin.
Tepat ketika musik berakhir, Seung Ji kembali menghilang bersamaan dengan pesona salju yang menodai kelopak sakura--sebuah noda yang indah.
Visualisasi itu berganti dengan langit malam yang di penuhi taburan bintang. Si Jin semakin tersesat dalam keterpanaan. Hingga sebuah pelukan hangat di belakang tubuhnya membuat ia terkejut. Seung Ji menahan tubuhnya agar tidak berbalik.
"Biarkan seperti ini."
"O-oppa ... " So Jin terbata. Pelukan itu ... membuatnya menjadi semakin gugup.
"So Jin, aku pernah membayangkan bagaimana hidupku tanpa adanya dirimu. Dan dalam bayanganku itu, tanpa dirimu di sampingku terasa sangat menyeramkan. Aku sudah ketergantungan denganmu. Hidup denganmu menjadi tujuanku saat ini. Melihatmu di setiap pagi sambil memelukmu erat." Seung Ji melepas pelukan dan membalikkan So Jin yang menunduk agar mereka bisa berhadapan. "Cho So Jin, apa kau mau membantuku?" Tangan Seung Ji tepat berada di dagu So Jin. Mengangkat dagu itu agar mata keduanya dapat saling menyelami.
So Jin mungkin dapat lebih gugup lagi dari pada ini. Ada apa dengan Seung Ji, mengapa laki-laki itu berubah menjadi seorang penyair dengan karya yang memukau?
"Membantu apa?" Tanya So Jin pelan.
Seung Ji sepertinya dengan sengaja akan menghabiskan semua efek kejut pada tubuhnya malam ini. Saat lelaki itu menekuk sebelah kaki dan berlutut di hadapannya, So Jin merasa napasnya sudah tidak ada. Dan saat Seung Jin menganggsurkan sebuat kotak kecil, ia benar-benar butuh oksigen bantuan.
"Cho So Jin, maukah kau membantuku menghilangkan bayangan mengerikan karena hidup tanpamu? Maukah kau membantuku mewujudkan tujuan ini untuk hidup bersamamu sampai kau lupa sudah berapa banyak gigi kita yang berguguran? Maukah kau menjadi satu-satunya yang kulihat ketika bangun tidur sampai Tuhan tidak menizinkan lagi aku untuk kembali melihatmu?"
Seung Ji membuka penutup dari kotak yang ia angsurkan ke hadapan So Jin. "Cho So Jin ... Will you marry me?"
Tidak perlu membawakan oksigen untuk So Jin. Sudah sangat terlambat! Karena saat ini yang ingin ia lakukan membiarkan kesadarannya hilang, membiarkan kegelapan memguasainya
Demi Tuhan! Seung Ji sedang melamarnya?!
***
To Be Continue...
Setelah sepekan, akhirnya So Jin dan Seung Ji kembali menyapa dengan chapter satu. Hm ... jujur menulis So Jin itu susah karena harus riset dan berkelana dulu di gugel dan maps agar mengetahui korea itu gimana sih. Dan itu lumayan bikin kliyengan. Ya ... semoga part ini gambaran Seoul dan namsan towenya dapat.
Annyeongi gyeseyo!
Selasa, 8 oktober 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top