August 6th

Delapan tahun lalu pada tanggal ini, Aby merilis single pertamanya. Tiap hari setelah hari itu, tak ada acara sarapan tanpa mendengarnya.

Tujuh tahun lalu pada tangal ini, aku bergabung dengan Dublin Youth Orchestra dan melakukan pertunjukan pertamaku bersama tiga puluh pemain lainnya.

Enam tahun lalu pada tanggal ini, aku mematahkan hati Cammeron. Dan hatiku sendiri. Perpisahan yang penuh drama dan sedih, hatiku seolah remuk menjadi berkeping-keping dan aku terlalu lemah untuk mengumpulkan dan menyatukannya lagi.

Lima tahun lalu pada tanggal ini, Derek Gleeson membuatku bermain solo dengan Celo ku bersama The Dublin Philharmonic Orchestra.

Empat tahun lalu pada tanggal ini, Aby menghentikan semua aktivitas bermusiknya, membuang-buang waktunya dengan hal tak berguna seperti nonton film bersama teman-temannya di rumah.

Tiga tahu lalu pada tanggal ini, aku berdiri di depan pintu ruang inap Aby karena terlalu gemetar untuk masuk dan melihatnya, tidak tahu kalau itu adalah kali terakhir Aby merebahkan badannya di kasur rumah sakit.

Dua tahun lalu pada tanggal ini, Mom bilang kalau semuanya akan baik-baik saja, kalau aku akan baik-baik saja.

Satu tahun yang lalu pada tanggal ini, aku berpapasan dengan Cho Kyuhyun di koridor Kyung Hee yang penuh dengan mahasiswa karena hujan yang turun secara tiba-tiba. Aku tidak menyapanya karena terlalu marah padanya dan dia pun begitu.

Mau tak mau aku bertanya-tanya apakah semua ini akan terjadi kalau Aby tidak tertarik dengan dunia musik, kalau Mom dan Dad tidak terlalu obsesi menjadikanku seperti Aby, kalau Aby tetap ada di sini, tidak mati?

Allana yang dulu akan sering berkata kepada dirinya sendiri untuk tidak memikirkannya, dan menerima apa saja sebagaimana adanya karena tidak ada yang dapat kulakukan untuk mengubahnya. Kukatakan pada orang lain aku bahagia dengan keadaan saat itu, karena memang aku bahagia. Aku menyukai musik. Aku suka melihat Mom tersenyum. Aku merasa bangga Derek Gleeson memilihku, bukan Aby. Tapi Allana yang sekarang menganggap perkatannya dulu adalah kepolosannya yang bicara, karena saat itu sangat mudah meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia sangat bahagia padahal sebenarnya sama sekali tidak tahu harus apa, apa yang dirasakannya. Karena sesungguhnya, Allana yang sekarang sama sekali tidak bahagia dengan dirinya sendiri.

Aku tersesat.

"Al," Dad berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka setengah, sebelah tangannya memegang gagang pintu. "Kyuhyun sudah datang," katanya.

"Okay."

Well, makan malam bersama keluarga Cho Kyuhyun.

"Kau baik-baik saja?" tanya Cho Kyuhyun sambil meletakkan baseball cap nya ke kursi belakang.

"Baik-baik saja," kataku sambil berkaca di spion mobilnya, membenarkan poni depan rambutku.

"Kau yakin?"

Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Kemarin aku bertengkar dengan Ayahku. Lalu nyaris bertengkar dengan Cho Kyuhyun untuk alasan sepele. Pagi tadi kepalaku serasa berputar-putar. Siangnya aku terjatuh dengan pantat mencium lantai sangat keras di kamar mandi. Aku merasa tidak punya baju yang pas untuk bertemu dengan keluarga Cho Kyunyun. Aku menata rambutku dan merias wajahku hampir dua jam karena tidak pernah puas dengan tampilaku. Jezz, aku tidak siap bertemu dengan keluarga pacarku!

Aku mengangguk. "Ya," jawabku. "Aku hanya tidak yakin kalau orang tuamu bakal menyukaiku."

"Mereka pasti menyukaimu," balasnya, sambil tertawa kecil. Aku tahu dia tidak terlalu yakin dengan jawabannya, tapi aku tersenyum mendengar ucapannya.

***

Keluarga Cho Kyuhyun tidak terlalu kaku. Benar. Malah, mereka terlalu banyak tersenyum, terutama Ibunya. Aku tidak tahu apa yang salah dengannya, atau apa yang salah denganku, tapi Ibu Cho Kyuhyun selalu ingin membuat kontak fisik denganku, dia menyentuh lenganku sebanyak lima belas kali dalam tiga puluh menit –aku menghitungnya. Sementara Ayah Cho Kyuhyun tidak begitu seintimidasi Ayahku, setidaknya dia tidak membuat wajah keras hanya untuk menakut-nakuti pacar anaknya supaya lari, dia selalu membuat topik obrolan, tentang apa saja, yang sayangnya membuatku tidak nyaman. Aku bukan tipe orang yang bersemangat mendengar omong kosong, terlebih orang asing yang bicara.

"Jadi kau tidak tahu kalau Kyuhyun pernah punya band di SMA?"

Well, aku lupa kalau Cho Kyuhyun punya kakak perempuan yang supeeeeeer protektif. Dan menyebalkan. Berusaha mencari celah kelemahanku supaya aku terlihat semakin buruk di depan keluarganya, terutama adik laki-lakinya yang berharga.

"Aku tidak tahu," jujurku. Aslinya, aku tidak terlalu peduli dengan masa lalu adikmu.

Cho Ahra tertawa, "serius, kau tidak harus tahu," balasnya. "aku tidak ingin kau cemburu kalau tahu Kyuhyun dulu adalah flower boy di SMA, meski sekarang pun masih," lanjutnya.

Aku berusaha tidak memutar mata.

"Bagaimana jadi pacar seorang idol, punya banyak fans, dikelilingi banyak wanita di tempat kerja, waktu yang terbatas untuk berduaan denganmu, apalagi sekarang dia sedang wajib militer, pasti berat ya?"

"Noona!"

Orang mengenal diriku sebagai gadis sombong, menatap seseuatu dengan sebelah mata, menganggap rendah sesuatu yang tak disukainya, tapi aku tidak pernah menyombongkan diriku dengan kalimat yang begitu rendah seperti yang dilakukan kakak perempuan Cho Kyuhyun barusan. seolah Cho Kyuhyun terlalu sempurna untuk gadis sepertiku. Oh heaven, Cho Kyuhyun tidak sesempurna itu. Tidak ada yang sempurna seperti Harry Styles ku!

"Pernah dengar nama David Lloyd George?" tanyaku. "Earl pertama Lloyd George dari Dwyfor?"

"Perdana Mentri kerajaan bersatu Britania Raya dan Irlandia di masa pemerintahan Ratu Alexandrina Victoria?"

Aku mengangguk, tersenyum tipis pada Ayah Cho Kyuhyun karena pengetahuannya yang luas. "Dia kakek buyutku."

Sudah kubilang, kan, kalau aku gadis sombong?

***

Aku duduk di belakang meja Bar di sebuah pub yang berada Itaewon. Cho Kyuhyun tidak merasa ini sebuah ide yang bagus dengan aku menepati janjiku pada Lee Hong. Dia hanya mengantarku, menatapku lebih intens ketimbang saat dia minta maaf atas perlakuan kasar kakak perempuannya padaku, tidak ada senyum di wajahnya ketika aku turun dari mobilnya, hanya berkata, "dua jam, aku menjemputmu dua jam lagi." Rasanya aku ingin tertawa saat itu. Dia pikir dia siapa? Dia hanya pacarku, bukan Ayahku. Dia tidak bisa mengaturku.

Bertengkar dengan Cho Kyuhyun membuatku lelah, Mengingatkanku dengan perasaan lelah yang lebih besar dari pada pertengkaran kecil yang tak berarti. Perasaan lelah ketika merasa semua orang memandangku dengan sebelah mata. Perasaan lelah karena tahu eksistensiku tidak diinginkan. Lelah merasa terus jadi bayang-bayang Abiagel, terus di banding-bandingkan yang hasilnya selalu aku tidak bisa lebih baik darinya. Aku lelah merasa selalu tertinggal di belakang. Aku lelah merasa tidak pantas menghirup udara yang sama dengan orang lain. Aku lelah merasa begitu sendirian, seolah hanya aku dan semesta.

Mereka hanya tidak tahu apa yang kulakukan ketika tidak ada mata yang menilai setiap gerikku. Mereka hanya melihat apa yang ingin kuperlihatkan pada mereka. Mereka tidak tahu siapa aku, dan aku membebaskan mereka untuk menghakimiku sesuka hati mereka. Mereka tidak lebih baik dari diriku.

Aku ingin bebas. Melakukan sesuatu yang membuatku merasa sedikit senang.

"Hey, ada apa?" Aku menatap Lee Hong, alis matanya menyatu dengan kening mengkerut, membuatku berpikir apa dia benar-benar peduli. "Apa yang terjadi?" tanyanya.

Aku menggelengkan kepala. Sudah lama aku tidak menanyakan pertanyaan itu pada diriku sendiri, sejak aku takut untuk tahu jawabanya. Aku takut tidak menemukan satu saja hal baik yang terjadi, bahwa semua yang terjadi padaku adalah hal buruk. "Ini pertama kalinya aku minum setelah sekian lama," kataku, mengangkat gelas sejajar wajahku.

"Okay." Aku akan percaya kalau Lee Hong benar peduli padaku kalau kesadaranku belum dicuri oleh tiga setengah gelas whiskey. "Tetap di sini, jangan kemana-mana, aku segera kembali." Aku mengangguk, sambil membawa ujung gelasku menempel pada bibir. "Berhenti minum, Al. Kau sudah mulai mabuk."

Aku menatap tajam Lee Hong. Apa dia Ayahku? "piss off."

Lee Hong membalas tatapanku sebelum berjalan ke atas panggung. Dia dan band-nya. Aku masih belum percaya dia punya band.

Cold, as you turn of the light

And memories start floating around

You're doubting yourself

Aku meletakkan kepalaku di atas meja bar dengan sebelah lengan sebagai bantalannya. Aku tidak terlalu suka minum. Minum membuatku teringat Cammeron, mantan pacarku yang luar biasa tampan.

Slow down, slow down, slow down

Slow down, slow down, and you'll be okay

Aku tidak tahu apa yang membuat penglihatanku tak jelas; apa karena efek whiskey yang kuminum, atau lirik lagu yang dinyanyikan Lee Hong di panggung, atau air mata yang menyeruak ingin keluar. Aku tidak selemah ini.

Aku pasti akan bertepuk tangan sangat keras untuk Lee Hong yang membuktikan kalau dirinya bisa bernyanyi dengan baik, dan untuk pilihan lagunya, andai Cho Kyuhyun tidak menarik lenganku, menyeret tubuhku keluar dari pub dengan pipi terasa terbakar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top