August 28th
Len sudah kembali ke Dublin tiga hari yang lalu, membuatku menangis tersedu-sedu saat melepasanya di bandara. Dan aku sudah menelpon Cho Kyuhyun lebih dari lima kali dalam beberapa tiga terakhir, tapi tak ada jawaban, dia tidak menjawab teleponku.
Well, aku tahu dia tidak dalam konsidi bisa bersantai memainkan Iphone-nya, tapi aku yakin dia punya kesempatan untuk mengirimiku pesan diantara waktu lenggangnya di malam hari, sebelum tidur manisnya.
Aku tidak ingin begitu terlihat putus asa dengan mencoba menghubunginya tiap jam sekali, tapi dengan tidak ada balasa respon darinya, dan janji pada Len yang sudah kusanggupi, akhirnya membuatku merendahkan sedikit harga diriku dengan menyambangi rumah lelaki itu sore ini. Dan seperti keberuntungan yang selalu tak pernah ada di pihakku, Cho Kyuhyun tidak ada di rumah. Tapi aku mendapat pelukan canggung dari serorang Ibu yang wajahnya berseri-seri melihatku berdiri di depan dua pintu kayu mahogani rumahnya, dan juga sebuah cerita menarik yang tersimpan manis di sebuah kamar yang berada di lantai dua ujung lorong. Cerita seorang anak lelaki yang bercita-cita ingin jadi anggota sebuah band, bukan boyband.
Mataku berkelana ke setiap sudut kamar Cho Kyuhyun tidak jauh berbeda dengan kamar anak lelaki yang lain: plain, yang kulihat hanya sebuah meja kayu yang diatasnya terdapat beberapa figura berisi foto-fotonya dan foto keluarganya serta dua buku ensiklopedia yang ditumpuk, ranjang berukuran king size dengan dua meja nakas yang berada di setiap sisi samping kepala ranjang tak lupa dengan lampu tidurnnya, sebuah lukisan laut yang tergantung di dinding bercat putih, tidak lupa rak kayu yang berisi koleksi buku-bukunya dan sebuah sofa. Dia tidak semombosankan itu, kan?
Ibu Cho Kyuhyun menyuruku duduk di atas ranjang anaknya, yang kutolak dengan memilih duduk di sofa, sebelum dia berlalu dan kembali membawa segelas limun merah jambu, untukku.
"Aku senang kau datang," katanya, euforia karena melihatku rupanya belum berakhir. "Kuharap tidak ada hal buruk antara kau dan putraku," lanjutnya, setelah meletakkan pantatnya di ranjang.
Kutarik napas dalam-dalam, tidak berniat untuk mengadukan sikap anaknya, tapi rumah ini, kamar ini lebih tepatnya berbau seperti bumi di musim gugur seperti Cho Kyuhyun, dan sikap Ibu Cho Kyuhyun yang mencoba mengintimidasiku, membutku buka mulut.
"Aku belum bertemu atau bicara dengan Cho Kyuhyun sejak makan malam bersama kalian dan aku sudah mencoba menghubunginya beberapa hari terakhir tapi dia tidak menjawabnya. Lalu kupikir aku bisa bertemu dengannya di rumahnya tapi ternyata dia tidak ada dan aku sangat ingin bertemu dengannya dan berbicara dengannya dan sekarang aku malu sekali menceritakan semua ini kepadamu."
Ibu Cho Kyuhyun menatapku, terlihat berusaha memahami pengakuanku barusan.
"Kalian tidak bertemu lebih dari satu bulan? dan tidak saling bicara? Ataupun berkirim surat?"
Aku nyaris memutar mata ketika Ibu Cho kyuhyun mengatakan tiga kata terakhirnya barusan.
"Bagaimana mungkin, dia tidak punya kegiatan lain kecuali tidur dan nonton TV sepulang dari tugas militer setiap harinya! Dan kegiatan gerejanya hanya ada di hari Sabtu."
"Cho Kyuhyun ikut kegiatan gereja?"
"Ya!" Ibu Cho Kyuhyun tersenyum bangga. "Dia tidak cerita padamu?"
Aku menggeleng. Selama beberapa menit berikutnya, Ibu Cho Kyuhyun menceritakan kepadaku semua kegiatan yang dilakukan Cho Kyuhyun kurang lebih sebulan terakhir, tepatnya setiap akhir pekan. Tidak ada yang istimewa dari semua kegiatannya; militer –jadi pelayan publik, gereja, dan game. Tapi yang membuatku tidak mengerti adalah Cho Kyuhyun tidak menghubungiku, padahal dia bisa, kapan saja.
"Cho Kyuhyun itu senang jika dia diperhatikan, lebih tepatnya, dia haus perhatian. Dan sebagai anak terakhir, satu-satunya lelaki, juga yang paling muda di grup-nya, tidak heran kalau dia selalu mendapat perhatian."
Wanita di depanku tertawa kecil sambil menggerak-gerakkan kepalanya. Aku berusaha tidak mengerutkan kening.
"Jadi kalau dia bersikap aneh, atau tidak seperti biasanya, yang membuatmu kesal atau jengkel, berarti dia sedang mencari perhatianmu. Dia menginginkanmu."
Aku nyaris tidak bisa menahan tawaku. Ibu Cho Kyuhyun ini, sangat lucu sekali.
"Jadi, menurutmu Cho Kyuhyun menghindariku karena sedang mencoba mencari perhatianku?"
"Ya!"
"Tidak menjawab teleponku karena ingin tahu apa aku sudah benar-benar memberinya perhatian?"
"Benar sekali."
"Apa dia masih berumur lima tahun?"
"Ten.. –apa?"
"Dia bukan lagi anak-anak. Jadi tidak pantas bersikap seperti mereka."
"Allana, maksudku adalah Kyuhyun itu−"
"Aku mengerti," potongku. Dad sering menyebutku kekanak-kanakan, jadi aku sedikit tahu seperti apa sikap kekanak-kanakan itu sendiri.
Aku berdiri dari dudukku, meraih tas yang kutarus dia lantai dan mengalungkannya di pundakku. "Maaf, tapi aku aku harus pulang. Aku tidak bilang pada Ayah kalau mau pergi." Kulayangkan senyum tipis ke arah Ibu Cho Kyuhyun sebelum bergegas keluar dari kamar putranya.
"Allana," panggilnya.
Aku terus berjalan menuruni anak tangga dengan kepala sedikit pusing. Pura-pura tidak mendengar.
"Tunggu, Allana. Aku tidak bermaksud−"
Kalimat Ibu Cho Kyuhyun terpotong, tapi kali ini bukan aku yang memotongnya, melainkan putra kebanggaannya yang tengah berdiri dengan ekspresi kaget begitu melihat siapa yang berdiri di depannya, di rumahnya.
"Allana?"
"Oh!" jeritku, pura-pura terkejut. "Halo, Cho Kyuhyun, baru pulang?"
"Bagaimana... Kenapa bisa..." Cho Kyuhyun tak bisa berkata-kata, "ada apa kau kemari?" Lalu dia menggeleng, "tidak, maksudku, kau mencariku?"
Aku menggeleng –bohong! "Aku mencari ibumu."
"Allana,"
"Sorry, aku harus pulang. Daddy tidak suka aku pergi lama-lama," ucapku, membuat Cho Kyuhyun mendengus di sebelahku, seolah-olah dia yang paling tahu bagaimana tidak harmonisnya hubunganku dengan Dad. Well, dia tidak se-genius itu, dia ketinggalan episode satu bulan penuh dimana aku dan Dad mulai berhenti menggeram satu sama lain, berusaha tidak saling mencakar, dan bersikap lebih memahami.
Menoleh ke arah Ibu Cho Kyuhyun, aku berkata, "terima kasih minumannya, lain kali aku akan mampir lebih lama."
Ketika aku melangkah keluar dari rumahnya, sebelum melewati pagar pembatas, dan bukannya aku berharap, tapi kupikir Cho Kyuhyun akan menahanku, atau paling tidak dia mengejarku, menyuruhku tinggal, seperti yang sudah-sudah, tapi dia tidak melakukannya. Dan anehnya, aku malah merasa itu tidak salah. Meski sedikit kesal, aku sadar Cho Kyuhyun punya hak untuk marah. Dia pantas marah untuk semua hal yang sudah kulakukan padanya. Hanya saja, sial, dia membuatku tidak nonton Discovery channel hari ini!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top