April 12th
"Aku ingin menikah di Yunani."
"Yunani? Oh, WOW! Apa yan membuat Yunani begitu spesial?"
Aku mengedikkan bahu. "Aku sudah menjawab satu pertanyaanmu, Keira. Tidak ada pertanyaan lainnya."
Keira memberenggut, Athina tertawa lirih. Kami sedang memainkan permainan lama, permainan anak kecil, Turth or Dare. Ada dua belas pemain di sini; aku, Len, Barry, Keira, Nate, Nolan, Antonoff, Athina, Eliotte, Nichole, Delany, Cammeron, dan Mac, yang sebenarnya lima menit lalu kemasukan satu anggota lagi... Cho Kyuhyun. Cho Kyuhyun ada di rumahku. Rumahku. Ekspresiku ketika dua belas tamu tak diundang itu datang pagi tadi tidak ada apa-apanya di banding saat Cho Kyuhyun muncul. Kalian pasti percaya kalau aku bilang aku melonggo saat laki-laki itu muncul di depan pintu, iya, kan?
"Giliranku sekarang."
Nate meraih botol di atas meja lalu memutarnya. Semua orang menanti dengan tidak sabar –kecuali aku (karena sebenarnya aku sangat-sangat terpaksa mengikuti permainan ini) dan berteriak saat putaran botol berhenti dengan ujungnya mengarah pada Cam.
"Oke, aku akan bertanya." Nate memasang kuda-kuda sambil tersenyum. "Apa kau masih berharap pada cinta pertamamu?" tanyanya.
"Come on, Nate, apa hanya itu yang bisa kau pikirkan?"
Aku setuju dengan ucapan Barry. Kenapa harus membahas masa lalu? Peduli apa dengan cinta pertama Cam itu sama sekali tidak menarik.
Nate menggeleng menjawab Barry lalu menoleh pada Cam. Aku juga melakukan hal sama, menatap Cam.
"Boleh kuminum bir-nya? Aku haus."
Semua orang melongos kecewa karena Cam memilih tidak menjawab pertanyaan Nate –kecuali aku dan Barry, dan pastinya Cho Kyuhyun (dia tidak kenal Cam). Aku masih menatap Cam ketika laki-laki itu menaruh gelas kosong di atas meja, dan sepertinya dia menyadarinya karena dia langsung menoleh ke arahku. Untuk sesaat kami saling menatap, membuatku berpikir kenapa dia memilih hanya menatapku ketimbang bicara padaku?
Len menyikut lenganku, bermaksud membuatku fokus. "Giliranmu memutar, Alle," katanya.
Aku melepas kontak mataku pada Cam lalu meraih botol. Kita memang tak perlu bicara. Kuputar botol ke arah jarum jam dengan kuat dan berharap ujung botol itu menunjuk pada Mac, karena aku punya sesuatu yang ingin kutanyakan padanya. Namun sepertinya aku tidak punya kesempatan itu sekarang, Fortuna-ku sedang tidur manis di puncak pohon cemara, ujung botol itu mengarah pada Cho Kyuhyun.
Apa yang harus kutanyakan? Jika mengenai dirinya, aku punya ribuan pertanyaan: bagaimana kabarmu? Kenapa kau bisa baik-baik saja sementara aku tidak? Kenapa kau datang ke rumahku? Apa kau sudah tidak marah padaku? Kau... merindukanku?
"Aku akan bertanya!" Keira mengangkat tangan, aku punya firasat buruk mengenai ini. "Karena Allana bisa bertanya mengenai apapun padamu kapanpun, tidak masalah, kan, kalau kesempatan ini aku yang melempar pertanyaan?" Tanya Keira pada Cho Kyuhyun.
"Tentu saja," jawab Cho Kyuhyun.
Keira merasa di atas awan, tidak mengacuhkanku dia bertepuk tangan seperti balita. "Ceritakan tentang kau dan Allana, kapan kau pertama melihatnya, dan apa yang membuatmu jatuh cinta padanya," katanya.
Tiga pertanyaan sekaligus. Keira itu bodoh atau tolol, sih?
"Aku pertama melihatnya di cafetaria kampus Desember dua tahun lalu ."
Tunggu, bukankah seharusnya dia menjawab di koridor kampus saat teman-teman grupie-nya berebut tanda tangan hingga mendorongku terjungkal? Oke, dia bohong. Tapi mari dengarkan lanjutannya, dia belum selesai.
"Aku sedang makan siang di cafetaria setelah menyerahkan tugas pada professor, karena ada beberapa orang yang membuatku tidak nyaman−"
"Fans?" potong Barry. Meski tidak terdengar nada mengolok, tapi aku yakin di dalamnya dia sedang tertawa terpingkal.
"Hm, hanya beberapa. Aku duduk di sudut karena aku menghindari mereka. Allana datang dengan segelas kopi lalu duduk di seberang mejaku. Dia tidak melihatku karena dia sedang membaca Waking Up dan dia tidak mendengar keributan di sekitarnya karena dia sedang memakai headset. Tapi aku melihatnya. Aku menghabiskan dua-puluh-menit waktu menatapnya."
Kisah seperti ini adalah kisah favorite Aby, dan Keira kurasa, karena di seberang meja di depanku dia sedang mendengarkan seksama sembari menggigit ujung kuku dengan mata menyipit.
"Aku menghabiskan dua-puluh-sembilan bulan mengaguminya dan tiga-puluh-enam bulan merindukannya. Jam terbangku lebih tinggi, bro!"
Barry seolah tidak mengatakan apa-apa, senyumnya tersungging lebar di bibirnya saat seisi ruangan melotot ke arahnya.
"Lanjutkan ceritamu, please."
Cho Kyuhyun tidak tersenyum, dia hanya melirikku saat aku menatapnya.
"Kalian pasti sangat mengenal Allana, jadi kalian pasti tahu kerumitan apa yang kuhadapi untuk mendapatkann cintanya."
Mac berdehem. Aku menoleh padanya.
"Dia sama sekali tidak rumit." Katanya, aku berusaha untuk tidak tersanjung. "Dia gadis yang manis kalau kau benar-benar melihatnya."
"Jadi maksudmu kau sudah pernah benar-benar melihatnya?" sahut Len.
Aku mendenggus. Kenapa Len ikut-ikutan buka mulut.
"Apa?" tantangnya padaku.
"Cukup," kataku.
"Kau pasti merasa dirimu sangat manis sekarang."
"Len,"
"Kau sama sekali tidak−"
"Aku bilang cukup!"
Gara-gara teriakanku semua orang diam. Mereka mentapku dan Len secara bergantian sementara aku tetap mempertahankan mataku mengarah pada Len, meski yang kutatap sudah membuang muka kesal.
"Hi, Cam, kau mau minum?"
Aku terganggu dengan pertanyaan Delany. Bukan karena aku tidak suka dia bicara pada Cam, melainkan karena apa yang dia tanyakan. Hah! Aku baru tahu kalau 'kau mau minum' lebih penting ketimbang perang yang kuciptakan untuk Len.
"Hm."
"Ayo."
Aku menatap punggung Delany dan Cam. Bagus sekali. Mereka lebih baik pergi ketimbang dapat amukanku. Ketika Delany membuka pintu refigerator, aku berteriak, "jangan sentuh Bankins-ku!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top