Zhang Yi Xing
Yixing melangkahkan kakinya di sepanjang lorong rumah sakit. Ia sengaja meluangkan waktu khusus hari ini untuk menjenguk saudaranya yang kecelakaan. Bukan kecelakaan fatal, tapi cukup membuat kakinya patah. Entah apa yang dilakukannya, Yixing juga tidak mengerti. Saat ia berusaha menjaga seluruh anggota tubuhnya agar tidak terluka, saudaranya malah menginginkan kakinya patah.
Ia melempar pandangannya keluar jendela. Matahari sudah hampir hilang sepenuhnya, sudah tidak ada orang di pekarangan rumah sakit. Memang sudah seharusnya, mengingat musim dingin telah datang dan mampu membekukan siapapun yang nekat mendekam di luar ruangan hangat.
Alih-alih seperti dugaannya, Yixing malah menemukan sesosok gadis termangu di bangku taman. Tatapan gadis itu mengarah ke langit, namun Yixing yakin ia melihat kehampaan dalam tatapan lembut itu. Entah apa yang merasukinya, kaki Yixing berjalan mendekati sosok itu. Penasaran dengan alasan gadis itu tidak menginginkan kehangatan yang ditawarkan ruang rumah sakit.
“Selamat sore,” sapa Yixing. “Boleh aku duduk bersamamu?”
Gadis itu seakan tersadar dari pikirannya. Ia buru-buru mengangguk dan menggeser posisi duduknya, membiarkan Yixing menduduki tempat di sebelahnya. “Tentu saja. Silahkan.”
Yixing tersenyum kecil dengan sikap sopan gadis itu. Pandangannya masih tetap mengamati gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki, bertanya-tanya dalam hati apa yang membuatnya harus mengenakan pakaian pasien saat penampilannya berteriak ia sesehat anak kecil yang hiperaktif.
“Boleh aku bertanya sesuatu? Kenapa bisa menjadi salah satu pasien di rumah sakit ini?” tanya Yixing dengan nada hati-hati. “Aku bukan bermaksud tidak sopan. Hanya ingin tahu karena kelihatannya kamu cukup sehat.”
Gadis itu tersenyum kecil. “Begitukah? Jantungku yang bermasalah. Kamu tahu, seperti film-film romantis kebanyakan. Hanya saja, aku tidak memiliki seseorang untuk menangisi kepergianku nanti.”
Yixing memiringkan kepala. Senyum gadis itu terlihat sangat tulus, tapi kenapa tatapannya sangat sedih seakan tengah menanggung beban yang sangat berat. Tanpa disadari, tangannya bergerak sendiri untuk menangkup tangan gadis itu.
“Aku juga menderita penyakit yang cukup mematikan,” kata Yixing seraya menyusuri wajah gadis itu dengan matanya. “Jangan pernah patah semangat. Harapan selalu datang pada siapapun yang berusaha.”
“Mudah buat kamu untuk mengatakannya,” senyum gadis itu. “Ngomong-ngomong apa yang bikin kamu ada di tempat paling mengerikan di dunia?”
“Mengerikan? Kupikir tempat paling mengerikan di dunia adalah rumah hantu,” ucap Yixing setengah bercanda. “Saudaraku kecelakaan. Kakinya patah. Aku ke sini untuk menjenguknya.”
Gadis itu menganggukkan kepala. “Begitu. Menurutku rumah sakit memang tempat paling mengerikan. Kamu bayangin aja, berapa juta jiwa yang meninggal saat di rumah sakit? Banyak roh bergentayangan dan memohon agar diberikan kesempatan untuk hidup lagi.”
Yixing terkekeh pelan mendengar penjelasan menarik dari gadis yang baru saja ia kenal. Alih-alih berpikir mengerikan dan aneh, Yixing berpikir gadis itu sangat menarik. Jarang sekali ia bertemu dengan gadis yang terlihat ceria namun memiliki pola pikir yang sedikit gelap. Sepertinya suatu saat nanti ia harus mempertemukan gadis ini dengan Chanyeol atau Baekhyun. Siapa tahu salah satu dari mereka mampu mengubah cara berpikir gadis ini.
“Kenapa berpikir seperti itu?” Yixing memamerkan lesung pipinya. “Coba kalau kamu berpikir tentang rumah sakit dari sisi yang lain?”
Gadis itu mengangkat sebelah alisnya.
“Bagaimana kalau berpikir rumah sakit sebagai tempat banyak orang yang bersyukur karena bisa sembuh dari penyakitnya atau mungkin sebagai tempat para dokter dan perawat memberi makan keluarga mereka?” kata Yixing mencoba memberikan sisi pandang lain. “Kalau kamu melihat rumah sakit dari sisi pandang ini, kamu bisa sedikit ngerasa bersyukur, kan?”
Gadis itu tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. “Benar juga. Mungkin aku bisa sedikit lebih bersyukur.”
Yixing ikut tersenyum. “Siapa namamu? Kalau kamu gak keberatan aku bertanya.”
“[Name]. Namaku [Name] tanpa ada nama keluarga,” gadis itu menggoyangkan tangannya yang masih berada dalam genggaman Yixing. “Dan biar kutebak, namamu Zhang Yixing atau dunia mengenalmu sebagai Lay?”
“Darimana kamu tahu?” tanya Yixing setengah terkejut.
[Name] tertawa kecil. “Kamu gak lagi nyamar dan aku rasa seluruh dunia udah mengenal boyband bernama EXO beserta dengan personilnya.”
“Ah ... begitu rupanya,” Yixing menggaruk tengkuknya gugup. “Hmm ... [Name] benar? Tanpa ada [Name] keluarga?”
Yixing mengutuk dirinya sendiri saat tawa [Name] kembali berubah menjadi senyuman sedih. “Aku tidak mengenal siapa orangtuaku, juga tidak mengenal siapa saudaraku. Kamu bisa berpikir aku dibesarkan oleh orang asing yang sekarang sudah kuanggap nenekku sendiri. Sayangnya, beliau meninggal sebelum aku mampu membalas budi padanya.”
“Jangan menatapku seperti itu. Aku sudah melewati masa itu dengan baik,” lanjut [Name] yang menyadari tatapan sedih dari Yixing.
“Kamu bilang jantung kamu yang bermasalah. Kenapa tidak terapi dengan obat atau cangkok jantung?” tanya Yixing mencoba mengalihkan perhatian [Name] dari kesedihan akan masa lalunya. “Maksudku kamu gak perlu berlama-lama di sini.”
“Maunya seperti itu, tapi nenek meminta pada pihak rumah sakit untuk tidak melakukan cangkok jantung jika tidak mengancam hidupku. Mereka hanya akan melakukan pencangkokan sebagai usaha terakhir. Dan aku ingin menghormati permintaan nenek,” jawab [Name].
“Ah ... karena itu kamu menyiksa diri dengan tetap berada di luar saat tahu angin musim dingin tidak baik untuk kondisi tubuhmu?” tanya Yixing sangsi. “Apa yang nenekmu rasakan kalau cucunya menyiksa diri seperti ini?”
Pertanyaan Yixing mampu meruntuhkan seluruh perasaan yang [Name] bendung. Gadis itu menangis sejadi-jadinya. Tidak ada yang bisa Yixing lakukan selain menawarkan pelukan hangat. Berulang kali Yixing mengusap punggung [Name], berusaha meredakan tangisnya.
Ada sesuatu dalam diri [Name] yang menarik Yixing, seakan menyuruhnya untuk tetap membuat gadis itu tersenyum. Perasaan ini baru pertama kali Yixing rasakan. Dan ia menyukainya.
“Aku mau ngasih tahu banyak hal indah di dunia ini. Aku mau kamu ngeliat dunia yang aku lihat. Tapi sebelum aku bisa nunjukkin semua itu ke kamu, kamu harus sembuh. Kamu harus jaga diri kamu sendiri,” ucap Yixing tanpa pikir panjang.
“Terima kasih untuk tawarannya, tapi aku gak mau ngebebanin kamu,” ucap [Name] seraya mengangkat wajahnya dari bahu Yixing. Gadis itu berusaha menghapus jejak air mata, namun Yixing sudah mendahuluinya.
“Aku gak keberatan. Sama sekali gak ngebebanin aku,” senyum Yixing seraya menyusuri pipi [Name] dengan ibu jarinya. “Aku suka kamu. Dan aku mau ketemu kamu lagi.”
“Hah?”
“Aku suka kamu. Kamu menarik, kamu kuat, kamu hebat. Aku gak mau pertemuan ini jadi pertemuan terakhir kita,” bertindak berdasarkan insting Yixing menempelkan bibirnya di dahi [Name]. “Aku janji sama kamu. Mulai sekarang, kamu bakal sering ngeliat aku di sekitar kamu. Kita akan ketemu lagi.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top