Xi Lu Han
Senyum masih belum luntur dari wajah Luhan begitu membayangkan wajah kekasihnya. Bahkan, ia tidak menyadari tatapan menggoda yang penuh tanda tanya dari para member. Matanya masih belum beralih dari layar ponsel, begitu juga telinganya yang tidak mendengar apapun seakan tuli dengan ejekan dari para membernya.
“Minseok-hyung, apa [Name]-noona akan datang? Aku takut kalau Luhan-hyung tidak berhenti tersenyum seperti itu,” Baekhyun menyikut Minseok yang terlihat biasa saja dengan sikap Luhan. Sepertinya pemandangan seperti ini sudah tidak asing di matanya.
Minseok mengangkat bahu. “Entahlah, kudengar Luhan akan menjemputnya siang ini. Jangan tanyakan padaku kemana mereka akan pergi.”
“Luhan-hyung sudah berjanji akan menemaniku membeli bubble tea siang ini,” rengek Sehun. Ia mencoba menarik perhatian Luhan dengan aegyo andalannya. Bibirnya cemberut kesal saat Luhan masih belum memperhatikannya.
Sayang, alih-alih melihat Sehun dan mengajak maknae pergi membeli bubble tea, Luhan malah mengunci ponsel kemudian berlari keluar dorm dengan kecepatan fantastis.
“Aku pergi dulu. Jangan tunggu aku!”
Sehun melipat kedua tangannya di depan dada. Dahinya mengernyit kesal dengan sikap Luhan. Jongdae menghampiri maknae dengan senyum empati.
“Sudahlah Sehun,” Jongdae menepuk bahu Sehun penuh simpati. “Tidak ada yang bisa menarik perhatian Luhan-hyung jika sudah menyangkut [Name]-noona.”
Sementara Jongdae masih berusaha untuk menenangkan Sehun, Luhan masih belum melunturkan senyumnya ketika membayangkan bagaimana harinya jika [Name] berada di sampingnya. Hal yang selalu ia impikan setiap kali mereka tidak bisa bertemu lantaran jadwal padat yang menyibukkan.
“Luhan-oppa!” seru [Name] seraya melambaikan tangannya, memberitahu pada Luhan tempat ia menunggu.
Luhan menghampiri [Name], mencium punggung tangan gadisnya lalu menuntunnya ke arah mobil. Luhan sengaja meminjam mobil dari manajernya, ia tidak ingin siapapun merusak kencan mereka hari ini. Ah ... hal-hal yang Luhan lakukan untuk [Name].
“Bagaimana keadaan gadisku saat aku tidak bersamanya?” tanya Luhan dengan nada formal yang dibuat-buat.
[Name] cemberut. “Aku merindukanmu. Tidak adil rasanya Sehun lebih sering ngeliat kamu daripada aku.”
“Jangan cemberut gitu ah,” Luhan terkekeh. “Percayalah setelah kencan ini berakhir, kamu bakal ngerasa lebih beruntung daripada Sehun karena aku akan menunjukkan sedalam apa aku jatuh cinta padamu.”
[Name] tersenyum lebar lalu mencium pipi Luhan cepat. “Terima kasih oppa. Sekarang jalankan mobilnya, aku ingin memulai kencan kita.”
“Keinginanmu adalah perintah untukku, putri.”
Begitu sampai di Namsan Tower, tempat favorit sekaligus tempat bersejarah untuk mereka, [Name] langsung meraih tangan Luhan, membawa kekasihnya ke lantai atas. Luhan tidak pernah bisa menolak keinginan kekasihnya, bahkan saat [Name] memaksanya untuk memasuki rumah hantu di tengah malam tanpa membawa senter pun ia sanggup.
“Kita sudah berulang kali ke sini, Baobei. Dan setiap kali kita berada di sini, kamu selalu menaruh gembok bertuliskan nama kita disini. Memangnya gak bosan?” komentar Luhan mengamati [Name] yang tengah sibuk memilih gembok.
[Name] sedikit menoleh ke arah Luhan dengan pandangan tidak suka setengah terluka. Kedua tangannya terlipat di depan dada dengan sebelah alis terangkat. “Kamu gak suka?”
Luhan menggelengkan kepala dengan senyum yang memesona. “Bukan begitu, [Name]. Aku malah senang, artinya kamu gak akan pernah bosen sama aku, kan? Kamu berharap bakalan terus sama aku?”
Wajah [Name] sedikit, ralat, sangat merah akibat pertanyaan Luhan. Alih-alih memandagi [Name] dalam diam, Luhan semakin terbahak melihat kekasihnya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk [Name].
“Ah ... aku sangat mencintaimu, Baobei,” bisik Luhan. “Tenang saja. Tanpa gembok cinta pun aku bakalan nemenin kamu seumur hidupku.”
[Name] mendengus kecil walaupun senyuman masih tampak di wajahnya. “Berhenti menggombal Xi Luhan atau aku akan melemparmu dari atas sini.”
“Kamu gak akan berani, Baobei. Kamu bakal langsung merindukanku.”
[Name] menggelengkan kepala mendengar balasan Luhan yang terdengar sangat percaya diri, namun akurat. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Luhan setelah mengenal laki-laki itu.
“Jangan ngomong kayak gitu terus,” ancam [Name]. “Aku bisa meleleh terus gak bisa ngelanjutin kencannya. Kamu mau pergi sendirian di hari liburmu?”
Luhan kembali membiarkan tangannya ditarik oleh [Name]. Kali ini mereka berakhir di sebuah taman yang tidak dikenali oleh Luhan. Makum saja, ia sibuk bersama dengan membernya di Korea hingga tidak memiliki banyak waktu luang untuk berjalan-jalan.
“Tidak naik mobil?” tanya Luhan.
[Name] menggeleng. “Kamu gak keberatan, kan?”
“Gak. Kurasa saat berjalan kaki aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu denganmu,” Luhan meraih tangan [Name] kemudian menautkan jari-jari mereka. “Lagipula dengan ini aku bisa mengatakan pada semua kalau kamu itu milikku pada dunia.”
Mereka menyusuri taman sambil mengobrol, membicarakan berbagai hal selama tidak bersama dengan yang lainnya. Luhan membicarakan tentang bagaimana serunya konser, keseharian mereka yang akan diliput dan kegiatan yang akan ia lakukan selama beberapa bulan ke depan. Sementara [Name] mendengarkan sambil sesekali menanggapi, kemudian memberitahu Luhan tentang tugas menumpuk yang membuatnya penat sampai orangtuanya yang ingin ia kembali ke Jepang.
“Kamu mau ninggalin aku?” tanya Luhan sambil memajukan bibir bawahnya, mencebik.
[Name] memiringkan kepalanya. Bingung karena Luhan bersikap seperti ia tidak akan menemui [Name] lagi. “Aku hanya akan pulang untuk satu minggu, bukan menghilang selamanya,” ujar [Name] menjelaskan.
“Satu minggu itu waktu yang lama saat aku gak bisa ngeliat kamu,” rengek Luhan sembari mengeratkan genggaman tangannya.
[Name] menghela nafas. “Aku menjadwalkan kepulanganku bersamaan dengan mulainya tur-mu, oppa.”
Ia tidak percaya bisa melihat sisi ‘kekanakkan’ dari kekasihnya, mengingat Luhan selalu saja berkata kalau ia adalah laki-laki ‘macho’. [Name] penasaran bagaimana reaksi para member kalau tahu sisi kekasihnya yang satu ini.
Wajah Luhan kembali cerah. Ucapan [Name] memberinya ide. “Bagaimana kalau kamu pulang ke Jepang bertepatan dengan tur-ku juga? Maksudku, kamu bisa ikut denganku ke Jepang bersama dengan EXO.”
“Bagaimana dengan manajemen?”
“Aku memiliki sebelas member yang kuyakin akan membantu untuk bicara dengan manajer,” kata Luhan memamerkan senyum. “Aku juga ingin bertemu dengan orangtuamu, Baobei.”
[Name] menahan diri untuk tidak memikirkan kemungkinan yang mampu membuatnya terbang. Namun, apa yang ingin Luhan lakukan yang mengharuskannya bertemu dengan orang tua [Name]?
Seakan memahami apa yang dipikirkan oleh gadisnya, Luhan berkata. “Aku tidak bisa menjadikanmu milikku tanpa meminta restu orangtuamu, kan?” Luhan mengedipkan sebelah matanya.
Astaga ... astaga ... [Name] harus menahan diri untuk tidak melompat dan memeluk Luhan. Senyuman lebar terpampang di wajah [Name], senyumannya menular pada Luhan hingga member tertua kedua itu juga memperlihatkan deretan giginya.
“Apa maksudmu?” suara [Name] terdengar bergetar membuat Luhan sedikit tersenyum.
“Aku tidak akan bisa menyematkan cincin dan mengadakan pesta pernikahan tanpa meminta restu orangtuamu, kan?” Luhan meraih pinggang [Name], membawa gadisnya mendekat. “Aku tahu kamu bakal jawab iya, makanya aku gak akan bertanya sama kamu.”
Luhan menyandarkan dagunya di bahu [Name]. Ia mencuri ciuman di pipi kekasihnya. “Kamu gak akan bisa lari dariku, Baobei.”
Buat yang gak tau, Baobei itu sama kayak Jagiya, tapi bahasa Cina.. Dan aku bakal nulis Baobei di setiap cerita member Cina, oke?
aku pengen tau, siapa sih bias kalian di EXO?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top