Kim Min Seok

Resmi sudah. Hal yang paling ia benci adalah menunggu. Terutama menunggu kepulangan kekasihnya.

[Name] tahu resiko menjalin hubungan dengan seorang artis papan atas, apalagi seorang penyanyi yang selalu disibukkan dengan jadwal yang tiada henti. Terkadang [Name] harus bergadang hanya untuk menunggu kepulangannya dari studio atau malah tidak tidur karena merasa sesak akibat rindu yang tertahankan karena konsernya di luar negeri.

Member tertua dari boyband EXO-lah kekasihnya. Minseok sudah berjanji akan pulang hari ini dan akan mengabari [Name] secepatnya, tapi mana hasilnya? Nihil. Tidak ada pesan, email atau telepon di ponselnya. Sama sekali tidak ada.

Air mata sudah menggenang di pelupuk mata. Salahkan novel kriminal yang selalu ia baca sebelum tidur, imajinasinya mengkhayal liar. Bayangan tentang kecelakaan pesawat atau tabrakan mobil atau apapun yang mampu membahayakan nyawa Minseok selalu menyelimuti pikirannya kala Sang kekasih tidak berada di negara yang sama dengannya.

Suara familiar tombol ditekan meningkatkan kewaspadaan [Name]. Tanpa pikir panjang, [Name] berlari ke arah pintu utama, bertepatan dengan seseorang yang memasuki apartemennya.

“Jagi, kamu belum tidur?” suara Minseok malah membuat laju kakinya semakin cepat.

Bertindak berdasarkan insting, [Name] meloncat ke arah Minseok, mengalungkan lengan di leher kekasihnya. Minseok sempat terhuyung akibat berat badan yang menghantam tubuhnya, namun ia kembali berdiri tegak sambil memeluk pinggang [Name].

Air mata yang sedari tadi ditahan akhirnya tumpah. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di leher Minseok, tidak ingin kekasihnya melihat seburuk apa wajahnya ketika menangis.

“[Name]? Kamu kenapa?” Minseok mencoba untuk menjauhkan dirinya dari [Name], tapi sia-sia karena gadis itu malah semakin mengeratkan pelukannya.

[Name] memeluk Minseok seakan seluruh hidupnya bergantung di sana. Perasaan khawatir, rindu dan kesal bercampur. Perasaannya meluap begitu saja tanpa bisa dihentikan. Ditambah dengan lengan Minseok yang menjaganya erat, [Name] semakin terisak.

“Jagiya, kamu harus ngomong sama aku,” bisik Minseok dengan lembut, berusaha menenangkan gadisnya yang masih terisak. “Aku juga bakalan nangis kalau kamu gak ngomong apa-apa.”

“Kamu jahat, Minseok!” [Name] memukul punggung Minseok dengan sekuat tenaga, tapi tidak melepaskan pelukannya. “Kamu pikir aku bisa tidur kalau kamu menghilang gak ada kabar? Kamu tahu imajinasiku liar. Aku pikir kamu kecelakaan atau sakit atau kenapa-napa dan aku gak ada di sana buat kamu. Kamu tuh suka banget bikin aku khawatir.”

Seakan mengetahui kesalahannya Minseok hanya diam, menerima perannya menjadi karung tinju [Name]. Tidak peduli seberapa banyak pukulan yang dilayangkan [Name] pada punggungnya, Minseok masih tetap membelai rambut gadisnya dengan lembut.
Perlahan tapi pasti pukulan [Name] melemah. Isakannya juga hampir tidak terdengar walau Minseok masih merasa bahu [Name] bergetar. Mereka masih belum beranjak dari pintu utama, juga [Name] belum melepaskan pelukannya.

“Sudah lebih tenang?” Minseok mencium pelipis [Name]. “Maaf. Maaf karena bikin kamu khawatir. Aku gak bermaksud begitu. Kamu tahu sendiri aku gak pernah berniat buat nyakitin kamu sampai bikin kamu nangis.”

[Name] bungkam.

“Ponselku mati saat di pesawat karena terlalu sering dipakai untuk menonton video, makanya aku gak bisa hubungin kamu walaupun aku mau,” lanjut Minseok. Ia menjauhkan diri dari [Name], menghapus jejak air mata gadis itu dengan ibu jarinya.

“Bagaimana dengan ponsel member yang lain?” tanya [Name] dengan suara parau.

Minseok tersenyum kecil. “Aku pulang sendirian. Yang lain akan pulang besok pagi. Ditinggal beberapa hari aja kamu udah kayak gini, gimana kalau aku tinggal sehari lebih lama?”

[Name] membiarkan dirinya dituntun ke ruang tengah oleh Minseok. Ia memperhatikan Minseok yang menaruh tas dan topinya di atas meja. Minseok mencium dahinya lama lalu pergi tanpa mengatakan apapun. Sesaat [Name] menangkap sesuatu yang menyembul dari tas Minseok. Sudut bibirnya tertarik begitu menyadari bahwa sesuatu itu adalah boneka bakpao yang mengingatkan [Name] pada kekasihnya.

“Jagiya,” Minseok memajukan bibir bawahnya dengan kesal, namun terlihat imut di mata [Name]. “Aku berbaik hati membuatkan cokelat panas untukmu, tapi kamu malah memeluk selain aku? Sekarang kamu yang jahat, Jagi.”

“Ini balasannya karena kamu bikin aku khawatir dan membiarkan ponselmu mati,” [Name] menjulurkan lidahnya ke arah, mengejek kekasihnya yang masih asyik cemberut tidak suka.

“Aku kan sudah minta maaf,” gumam Minseok. Aku merasakan sedikit tekanan pada puncak kepalaku. “Apa aku belum dimaafkan?”

“Belum,” geleng [Name] cepat. “Ngomong sama aku, video apa yang kamu tonton sampai menghabiskan baterai ponsel dan tidak bisa menghubungiku?”

Sebelah alis Minseok terangkat. “Videomu tentu saja. Memangnya aku belum ngomong sama kamu? Aku selalu merekam semua kencan kita sebagai kenangan kalau aku merindukanmu ketika tur.”

[Name] tercengang mendengar penjelasan kekasihnya.

Minseok tertawa lalu mencium pipi [Name]. “Percayalah, Jagi, saat aku tidak berada di sampingmu, detik itu juga aku merindukan keberadaanmu.”

Cerita pertama dari salah satu member EXO.. Tata bahasanya juga kurubah sedikit jadi aku-kamu.. Gimana menurut kalian?

By the way, untuk fans kris di luar sana... Maafin aku karena gak bikin ceritanya kris.. Jeongmal mianhae..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top